Viral Petani Buang Sayuran, Ini Penjelasan API
Senin, 18 Mei 2020 - 20:21 WIB
JAKARTA - Jagad maya dikejutkan dengan video viral aksi para pedagang Desa Kedungrejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang membagikan gratis produk sayurannya ke masyarakat. Tak hanya itu, para petani juga membuang sayuran yang semestinya dijual.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API) Muhammad Nuruddin mengatakan bahwa terjadinya aksi tersebut dikarenakan sayur yang dijual oleh para petani tidak laku di pasaran. Hal ini disebabkan karena ketatnya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga jalur distribusi terganggu.
"Para petani kehilangan pembelinya. Para tengkulak yang biasa memborong sayur mereka tidak mau rugi karena produknya bisa busuk di jalan," kata Nuruddin kepada SINDOnews, Senin (18/5/2020). (Baca Juga : Stok Menumpuk, Harga Sayuran di Cimahi Turun Drastis )
Dia menjelaskan, busuknya sayuran itu karena jalur pendistribusian memakan waktu lebih lama dari biasanya. Hal ini disebabkan oleh adanya pemeriksaan kepada setiap kendaraan di pos perbatasan, termasuk kendaraan logistik. "Birokrasi di lapangan itu terlalu lama. Pemeriksaan setiap kendaraan makan waktu 3-5 jam di setiap pos," ungkapnya.
Dalam kondisi itu, lanjut Nuruddin, akan membuat kesegaran sayuran menurun. Pasalnya, jenis sayuran itu hanya tahan dalam dua hari saja. "Pengiriman sayuran ini ada yang jauh hingga ke Kalimantan. Jadi jika jalurnya terganggu otomatis membutuhkan waktu yang lama lagi, sehingga menyebabkan sayurannya tak lagi segar. Jika tidak segar maka tak ada masyarakat yang akan membelinya," paparnya.
Nuruddin menyarankan, agar pemerintah dapat membeli sayuran dari petani, baik melalui skema dari kementerian atau pun BUMN. "Dengan membeli sayuran dari petani, pemerintah dapat untuk memenuhi kebutuhan pangan di tengah pandemi. Selain itu, meringankan beban para petani yang sudah merugi ini," pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API) Muhammad Nuruddin mengatakan bahwa terjadinya aksi tersebut dikarenakan sayur yang dijual oleh para petani tidak laku di pasaran. Hal ini disebabkan karena ketatnya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga jalur distribusi terganggu.
"Para petani kehilangan pembelinya. Para tengkulak yang biasa memborong sayur mereka tidak mau rugi karena produknya bisa busuk di jalan," kata Nuruddin kepada SINDOnews, Senin (18/5/2020). (Baca Juga : Stok Menumpuk, Harga Sayuran di Cimahi Turun Drastis )
Dia menjelaskan, busuknya sayuran itu karena jalur pendistribusian memakan waktu lebih lama dari biasanya. Hal ini disebabkan oleh adanya pemeriksaan kepada setiap kendaraan di pos perbatasan, termasuk kendaraan logistik. "Birokrasi di lapangan itu terlalu lama. Pemeriksaan setiap kendaraan makan waktu 3-5 jam di setiap pos," ungkapnya.
Dalam kondisi itu, lanjut Nuruddin, akan membuat kesegaran sayuran menurun. Pasalnya, jenis sayuran itu hanya tahan dalam dua hari saja. "Pengiriman sayuran ini ada yang jauh hingga ke Kalimantan. Jadi jika jalurnya terganggu otomatis membutuhkan waktu yang lama lagi, sehingga menyebabkan sayurannya tak lagi segar. Jika tidak segar maka tak ada masyarakat yang akan membelinya," paparnya.
Nuruddin menyarankan, agar pemerintah dapat membeli sayuran dari petani, baik melalui skema dari kementerian atau pun BUMN. "Dengan membeli sayuran dari petani, pemerintah dapat untuk memenuhi kebutuhan pangan di tengah pandemi. Selain itu, meringankan beban para petani yang sudah merugi ini," pungkasnya.
(ind)
tulis komentar anda