Pilot yang Mengalami Insiden Bakal Dicekal Terbang
Sabtu, 03 April 2021 - 19:00 WIB
JAKARTA - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melakukan tindakan pencegahan terbang atau preventive grounding kepada penerbang atau pilot setelah terjadinya insiden yang terjadi di Bandar Udara Sultan Thaha-Jambi dan Bandar Udara Halim Perdana Kusuma-Jakarta pada Maret 2021 lalu.
Tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 46 Tahun 2015 tentang Tindakan Pencegahan Terbang (Preventive grounding) Terhadap Penerbang Setelah Terjadinya Insiden (Incident) dan Kecelakaan (Accident). ( Baca juga:GeNose Diterapkan di 4 Bandara, Menhub: Alhamdulillah )
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Dadun Kohar mengatakan bahwa tindakan pencegahan terbang terhadap penerbang yang mengalami insiden pesawat pada saat penerbangan ditujukan untuk memudahkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam melakukan pemeriksaan.
“Sesuai dengan Pasal 4 PM 46 Tahun 2015, bagi penerbang yang mengalami insiden pada penerbangan akan dilakukan tindakan pencegahan terbang, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan selama 90 (sembilan puluh) hari terhitung dari hari terjadinya insiden,” jelas Dadun Kohar Sabtu, (3/4/2021).
Dia mencatat, pencegahan itu dapat dicabut setelah penerbang dinyatakan fit secara medis atau melaksanakan medical check di Balai Kesehatan Penerbangan dan selesai mengikuti recovery training program after incident yang diawasi oleh Inspektur Operasi Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
“Kami akan cabut preventive grounding-nya jika penerbang yang bersangkutan dinyatakan sehat setelah melaksanakan pemeriksaan di Balai Kesehatan Penerbangan. Selain itu mereka juga harus mengikuti training yang diawasi oleh Inspektur Operasi Pesawat Udara," tutur dia.
Apabila dari hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan pada PM 78 Tahun 2017 atau pemeriksaan lanjutan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Dadun mengimbau agar operator penerbangan memastikan kondisi kesehatan kru pesawat yang akan bertugas dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan transportasi udara, serta terus mengutamakan keselamatan, keamanan dan pelayanan dalam penerbangan, sehingga tidak terjadi insiden dan kecelakaan.
“Kondisi kesehatan kru pesawat sangat penting sebelum terbang, pemeriksaan rutin dan berkala harus dilaksanakan dengan benar demi keselamatan, keamanan dan pelayanan yang baik dalam penerbangan,” tutup Direktur Dadun Kohar. ( Baca juga:Dua Kali Tembakan Peringatan, Kapal Vietnam Tak Berkutik saat Diamankan di Natuna )
Untuk diketahui, pada 6 Maret 2021 pesawat Airbus A320-241 dengan registrasi PK-LUT yang dioperasikan oleh Batik Air mengalami insiden di Bandar Udara Sultan Thaha-Jambi dan pada 20 Maret 2021 pesawat Boeing B737-4900F dengan registrasi PK-YSF yang dioperasikan oleh PT Trigana Air Service mengalami insiden di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma-Jakarta.
Tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 46 Tahun 2015 tentang Tindakan Pencegahan Terbang (Preventive grounding) Terhadap Penerbang Setelah Terjadinya Insiden (Incident) dan Kecelakaan (Accident). ( Baca juga:GeNose Diterapkan di 4 Bandara, Menhub: Alhamdulillah )
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Dadun Kohar mengatakan bahwa tindakan pencegahan terbang terhadap penerbang yang mengalami insiden pesawat pada saat penerbangan ditujukan untuk memudahkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam melakukan pemeriksaan.
“Sesuai dengan Pasal 4 PM 46 Tahun 2015, bagi penerbang yang mengalami insiden pada penerbangan akan dilakukan tindakan pencegahan terbang, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan selama 90 (sembilan puluh) hari terhitung dari hari terjadinya insiden,” jelas Dadun Kohar Sabtu, (3/4/2021).
Dia mencatat, pencegahan itu dapat dicabut setelah penerbang dinyatakan fit secara medis atau melaksanakan medical check di Balai Kesehatan Penerbangan dan selesai mengikuti recovery training program after incident yang diawasi oleh Inspektur Operasi Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
“Kami akan cabut preventive grounding-nya jika penerbang yang bersangkutan dinyatakan sehat setelah melaksanakan pemeriksaan di Balai Kesehatan Penerbangan. Selain itu mereka juga harus mengikuti training yang diawasi oleh Inspektur Operasi Pesawat Udara," tutur dia.
Apabila dari hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran, maka dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan pada PM 78 Tahun 2017 atau pemeriksaan lanjutan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Dadun mengimbau agar operator penerbangan memastikan kondisi kesehatan kru pesawat yang akan bertugas dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan transportasi udara, serta terus mengutamakan keselamatan, keamanan dan pelayanan dalam penerbangan, sehingga tidak terjadi insiden dan kecelakaan.
“Kondisi kesehatan kru pesawat sangat penting sebelum terbang, pemeriksaan rutin dan berkala harus dilaksanakan dengan benar demi keselamatan, keamanan dan pelayanan yang baik dalam penerbangan,” tutup Direktur Dadun Kohar. ( Baca juga:Dua Kali Tembakan Peringatan, Kapal Vietnam Tak Berkutik saat Diamankan di Natuna )
Untuk diketahui, pada 6 Maret 2021 pesawat Airbus A320-241 dengan registrasi PK-LUT yang dioperasikan oleh Batik Air mengalami insiden di Bandar Udara Sultan Thaha-Jambi dan pada 20 Maret 2021 pesawat Boeing B737-4900F dengan registrasi PK-YSF yang dioperasikan oleh PT Trigana Air Service mengalami insiden di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma-Jakarta.
(uka)
tulis komentar anda