Win-win Solution, Langkah Tepat Menyelesaikan Sengketa Pajak PGN
Rabu, 14 April 2021 - 20:06 WIB
JAKARTA - Pemerintah perlu mencari solusi bersama yang tidak merugikan salah satu pihak terkait persoalan sengketa pajak yang merugikan PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Sebagaimana diketahui, sengketa pajak transaksi 2012 dan 2013 menjadi salah satu pemicu kerugian di 2020 sebesar USD264,7 juta.
"Pemerintah perlu memberikan perhatian pada permasalahan yang dihadapi BUMN. Kalau kerugian yang disampaikan laporan keuangan memang paling banyak soal pajak," Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, Rabu (14/4/2021).
Menurut dia sengketa pajak tersebut seharusnya menjadi perhatian pemerintah di tingkat Kementerian Koordinator. Pasalnya, apabila PGN merugi akibat membayar sengketa pajak akan mengurangi setoran dividen ke negara. Di samping itu, persoalan tersebut juga menghambat pembangunan infrastruktur gas untuk pemerataan penggunaan gas bumi. "Itu seharusnya diselesaikan pemerintah. Masalah kantong kiri kantong kanan, kalau bayar pajak setoran dividen berkurang," tandas dia.
Tak berhenti disitu, perhatian berikutnya yakni soal penetapan harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU juga menjadi penyebab PGN mengalami kerugian. Kondisi tersebut diperparah karena penyerapan gas tidak optimal sehingga membuat penyalur gas kecil tergerus biaya operasi. "Hal ini harus diperhitungkan pemerintah. Sebenarnya nggak apa-apa tapi volumenya banyak, tapi simulasi itu meleset sehingga kerugiaan tidak bisa dihindarkan," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno menambahkan, dengan realisasi penyerapan gas oleh konsumen industri yang tidak optimal, maka sebaiknya pemerintah mengevaluasi kebijakan harga gas. Seharusnya dengan ditetapkannya gas menjadi USD6 per MMBTU industri harus lebih produktif. "Pemerintah juga seharusnya mengevaluasi kebijakan dari program harga gas khusus untuk industri tertentu itu. Karena setelah diberikan fasilitas itu industrinya gak bergeliat," ujar Eddy.
Eddy menyebutkan, berdasarkan laporan keuangan PGN terlihat realisasi niaga gas bumi kepada industri dan komersial sepanjang 2020 mengalami penurunan 23 persen dibandingkan 2019 lalu. Padahal, semestinya kebijakan harga gas khusus ini bisa mendorong industri yang memakai bahan baku gas lebih bergeliat. "Konsep awalnya kan keringanan harga gas itu agar industrinya meningkatkan kinjera menghasilkan produk dan bisa memberikan nilai tambah bagi negara. Nah, ini perlu evaluasi ini kebijakan efektif apa nggak," kata Eddy.
"Pemerintah perlu memberikan perhatian pada permasalahan yang dihadapi BUMN. Kalau kerugian yang disampaikan laporan keuangan memang paling banyak soal pajak," Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, Rabu (14/4/2021).
Menurut dia sengketa pajak tersebut seharusnya menjadi perhatian pemerintah di tingkat Kementerian Koordinator. Pasalnya, apabila PGN merugi akibat membayar sengketa pajak akan mengurangi setoran dividen ke negara. Di samping itu, persoalan tersebut juga menghambat pembangunan infrastruktur gas untuk pemerataan penggunaan gas bumi. "Itu seharusnya diselesaikan pemerintah. Masalah kantong kiri kantong kanan, kalau bayar pajak setoran dividen berkurang," tandas dia.
Tak berhenti disitu, perhatian berikutnya yakni soal penetapan harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU juga menjadi penyebab PGN mengalami kerugian. Kondisi tersebut diperparah karena penyerapan gas tidak optimal sehingga membuat penyalur gas kecil tergerus biaya operasi. "Hal ini harus diperhitungkan pemerintah. Sebenarnya nggak apa-apa tapi volumenya banyak, tapi simulasi itu meleset sehingga kerugiaan tidak bisa dihindarkan," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno menambahkan, dengan realisasi penyerapan gas oleh konsumen industri yang tidak optimal, maka sebaiknya pemerintah mengevaluasi kebijakan harga gas. Seharusnya dengan ditetapkannya gas menjadi USD6 per MMBTU industri harus lebih produktif. "Pemerintah juga seharusnya mengevaluasi kebijakan dari program harga gas khusus untuk industri tertentu itu. Karena setelah diberikan fasilitas itu industrinya gak bergeliat," ujar Eddy.
Eddy menyebutkan, berdasarkan laporan keuangan PGN terlihat realisasi niaga gas bumi kepada industri dan komersial sepanjang 2020 mengalami penurunan 23 persen dibandingkan 2019 lalu. Padahal, semestinya kebijakan harga gas khusus ini bisa mendorong industri yang memakai bahan baku gas lebih bergeliat. "Konsep awalnya kan keringanan harga gas itu agar industrinya meningkatkan kinjera menghasilkan produk dan bisa memberikan nilai tambah bagi negara. Nah, ini perlu evaluasi ini kebijakan efektif apa nggak," kata Eddy.
(nng)
tulis komentar anda