Rapid Tes Antigen Bekas di Bandara Kualanamu, YLKI: Periksa Unsur Pimpinan
Jum'at, 30 April 2021 - 14:02 WIB
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat, kasus pemalsuan atau penggunaan Rapid Test Antigen bekas di Bandara Kualanamu, Medan merugikan hak konsumen. Bahkan mengancam keamanan dan keselamatan konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, idealnya investigasi kasus tersebut bukan hanya dilakukan kepada tim teknis laboratorium PT Kimia Farma Tbk , namun dewan direksi. Sebab, kasus tersebut mengindikasikan adanya pengawasan yang lemah.
"Idealnya buka tim teknis saja yang dicokok, tetapi juga unsur pimpinan dari institusi tersebut, seharusnya diperiksa. Ini menunjukkan pengawasannya yang lemah," ujar Tulus dalam keterangan pers, Jumat (30/4/2021).
Dia menilai, pihak kepolisian seyogyanya melakukan pemeriksaan layanan Rapid Test Antigen di tempat lain. Karena, tidak menutup kemungkinan praktik serupa juga dilakukan.
"Patut diduga hal ini juga bisa terjadi di tempat lain. Mengingat, jika di level bandara saja bisa terjadi dan dilakukan oleh oknum BUMN farmasi ternama, bagaimana pula di tempat lain yang nir pengawasan? Apalagi konon WHO hanya merekomendasikan tiga merk rapid test, tetapi yang beredar di pasaran mencapai 90-an merek," katanya.
PT Kimia Farma Tbk sendiri telah melakukan langkah pemecatan terhadap oknum petugas PT Kimia Farma Diagnostik, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Manajemen emiten pelat merah juga menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib untuk dapat diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang–undangan yang berlaku.
Corporate Secretary Kimia Farma, Ganti Winarno menyebut, langkah pemecatan menjadi hukuman yang maksimal atas seluruh tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pihaknya akan melakukan evaluasi dan penguatan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) untuk memastikan seluruh kegiatan operasional sesuai ketentuan
"Kimia Farma berkomitmen melakukan evaluasi dan penguatan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) untuk memastikan seluruh kegiatan operasional sesuai ketentuan yang berlaku, sebagai upaya pencegahan kejadian serupa tidak terulang kembali," tutur Ganti.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, idealnya investigasi kasus tersebut bukan hanya dilakukan kepada tim teknis laboratorium PT Kimia Farma Tbk , namun dewan direksi. Sebab, kasus tersebut mengindikasikan adanya pengawasan yang lemah.
"Idealnya buka tim teknis saja yang dicokok, tetapi juga unsur pimpinan dari institusi tersebut, seharusnya diperiksa. Ini menunjukkan pengawasannya yang lemah," ujar Tulus dalam keterangan pers, Jumat (30/4/2021).
Dia menilai, pihak kepolisian seyogyanya melakukan pemeriksaan layanan Rapid Test Antigen di tempat lain. Karena, tidak menutup kemungkinan praktik serupa juga dilakukan.
"Patut diduga hal ini juga bisa terjadi di tempat lain. Mengingat, jika di level bandara saja bisa terjadi dan dilakukan oleh oknum BUMN farmasi ternama, bagaimana pula di tempat lain yang nir pengawasan? Apalagi konon WHO hanya merekomendasikan tiga merk rapid test, tetapi yang beredar di pasaran mencapai 90-an merek," katanya.
PT Kimia Farma Tbk sendiri telah melakukan langkah pemecatan terhadap oknum petugas PT Kimia Farma Diagnostik, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Manajemen emiten pelat merah juga menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib untuk dapat diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang–undangan yang berlaku.
Corporate Secretary Kimia Farma, Ganti Winarno menyebut, langkah pemecatan menjadi hukuman yang maksimal atas seluruh tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, pihaknya akan melakukan evaluasi dan penguatan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) untuk memastikan seluruh kegiatan operasional sesuai ketentuan
"Kimia Farma berkomitmen melakukan evaluasi dan penguatan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) untuk memastikan seluruh kegiatan operasional sesuai ketentuan yang berlaku, sebagai upaya pencegahan kejadian serupa tidak terulang kembali," tutur Ganti.
(akr)
tulis komentar anda