Bisnis Startup Energi Butuh Dukungan Regulasi
Jum'at, 28 Mei 2021 - 19:27 WIB
JAKARTA - Pesatnya perkembangan bisnis startup energi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya menyiapkan regulasi demi menjaga keberlangsungan bisnis yang mapan.
"Pemerintah, sektor swasta, dan akademisi perlu mendukung startup baru untuk terbentuk dan startup yang sudah ada untuk tumbuh, baik sekarang maupun di masa depan," ujar Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman saat menutup acara APEC Workshop on Achieving Business Sustainability for Clean Energy Start-ups secara virtual, Jumat (28/5/2021).
Baca juga: Indonesia Kembali Kirim 2.000 Tabung Oksigen ke India
Menurut dia, dukungan yang bisa diberikan berupa meningkatkan tingkat keahlian, keterampilan, dan kapasitas di bidang teknologi energi terbarukan, meningkatkan kesiapan teknologi dan kesiapan komersial energi terbarukan, memberikan bantuan teknis dan finansial untuk permulaan energi bersih, dan mengembangkan teknologi, bisnis dan pasar untuk mengurangi biaya dan meningkatkan penyerapan energi terbarukan.
Menurut Saleh, krisis pandemi Covid-19 membuat industri sektor energi turut terpukul. Hal ini membuat volatilitas tinggi pada pergerakan harga minyak. Bahkan perusahaan berbasis fosil rata-rata kehilangan 45% dari nilai total pasar mereka. "Ini merupakan penurunan permintaan minyak paling tajam dalam seperempat abad terakhir," jelas Saleh.
Sebaliknya, kondisi ini memberikan angin segar bagi industri energi terbarukan. Apalagi nilai investasi EBT menjadi lebih jauh rendah ditopang dengan meningkatnya minat konsumen dan investor terhadap industri tersebut. "Faktor ini menjadi peluang bagi startup energi bersih mengembangkan bisnis dan memperluas pasar mereka," imbuhnya.
Saleh menggambarkan biaya pembangunan PLTS fotovoltaik (PV) baru dan PLT Bayu lebih murah dibandingkan menjaga pengoperasian PLT berbasis batu bara. Misalnya, pergantian 500 Giga Watt (GW) PLTU dengan PV surya dan PLTB akan menekan biaya hingga USD23 miliar setiap tahun, mengurangi emisi tahunan sekitar 1,8 Giga Ton (GT) karbondioksida atau setara 5% dari total emisi karbondioksida global pada tahun 2019.
Baca juga: Ingin ASI Berlimpah Seperti Citra Kirana? Kuncinya Hati yang Bahagia
Selain itu, pergantian ini akan menghasilkan stimulus investasi sebesar USD940 miliar atau setara 1% dari PDB global. "Ingat pasar cenderung sensitif pada perubahan harga," pungkas Saleh.
Sebagai informasi, APEC Workshop on Achieving Business Sustainbility for Clean Energy Start-ups (EWG 02 2020A) merupakan salah satu Project Proposal yang disetujui pendanaannya oleh APEC dan merupakan project pertama Kementerian ESDM yang didanai sejak berdirinya APEC. Workshop ini berlangsung selama dua hari pada tanggal 27 Mei-28 Mei 2021 dan bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada startup, pemangku kebijakan, hingga para pelaku bisnis energi bersih negara-negara APEC untuk bertukar pikiran dalam mengembangkan bisnis startup energi bersih berkelanjutan.
"Pemerintah, sektor swasta, dan akademisi perlu mendukung startup baru untuk terbentuk dan startup yang sudah ada untuk tumbuh, baik sekarang maupun di masa depan," ujar Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman saat menutup acara APEC Workshop on Achieving Business Sustainability for Clean Energy Start-ups secara virtual, Jumat (28/5/2021).
Baca juga: Indonesia Kembali Kirim 2.000 Tabung Oksigen ke India
Menurut dia, dukungan yang bisa diberikan berupa meningkatkan tingkat keahlian, keterampilan, dan kapasitas di bidang teknologi energi terbarukan, meningkatkan kesiapan teknologi dan kesiapan komersial energi terbarukan, memberikan bantuan teknis dan finansial untuk permulaan energi bersih, dan mengembangkan teknologi, bisnis dan pasar untuk mengurangi biaya dan meningkatkan penyerapan energi terbarukan.
Menurut Saleh, krisis pandemi Covid-19 membuat industri sektor energi turut terpukul. Hal ini membuat volatilitas tinggi pada pergerakan harga minyak. Bahkan perusahaan berbasis fosil rata-rata kehilangan 45% dari nilai total pasar mereka. "Ini merupakan penurunan permintaan minyak paling tajam dalam seperempat abad terakhir," jelas Saleh.
Sebaliknya, kondisi ini memberikan angin segar bagi industri energi terbarukan. Apalagi nilai investasi EBT menjadi lebih jauh rendah ditopang dengan meningkatnya minat konsumen dan investor terhadap industri tersebut. "Faktor ini menjadi peluang bagi startup energi bersih mengembangkan bisnis dan memperluas pasar mereka," imbuhnya.
Saleh menggambarkan biaya pembangunan PLTS fotovoltaik (PV) baru dan PLT Bayu lebih murah dibandingkan menjaga pengoperasian PLT berbasis batu bara. Misalnya, pergantian 500 Giga Watt (GW) PLTU dengan PV surya dan PLTB akan menekan biaya hingga USD23 miliar setiap tahun, mengurangi emisi tahunan sekitar 1,8 Giga Ton (GT) karbondioksida atau setara 5% dari total emisi karbondioksida global pada tahun 2019.
Baca juga: Ingin ASI Berlimpah Seperti Citra Kirana? Kuncinya Hati yang Bahagia
Selain itu, pergantian ini akan menghasilkan stimulus investasi sebesar USD940 miliar atau setara 1% dari PDB global. "Ingat pasar cenderung sensitif pada perubahan harga," pungkas Saleh.
Sebagai informasi, APEC Workshop on Achieving Business Sustainbility for Clean Energy Start-ups (EWG 02 2020A) merupakan salah satu Project Proposal yang disetujui pendanaannya oleh APEC dan merupakan project pertama Kementerian ESDM yang didanai sejak berdirinya APEC. Workshop ini berlangsung selama dua hari pada tanggal 27 Mei-28 Mei 2021 dan bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada startup, pemangku kebijakan, hingga para pelaku bisnis energi bersih negara-negara APEC untuk bertukar pikiran dalam mengembangkan bisnis startup energi bersih berkelanjutan.
(uka)
tulis komentar anda