Minyak Jelantah Bisa Dijadikan Biodiesel, Sayang Belum Ada Regulasinya
Jum'at, 25 Juni 2021 - 14:03 WIB
Ada 10 negara tujuan ekspor minyak jelantah Indonesia adalah benua Eropa, Asia, dan Amerika. Ekspor terbesar ke Belanda dengan nilai mencapai USD23,6 juta, disusul Singapura sebesar USD22,3 juta.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI meminta keseriusan pemerintah untuk membuat regulasi yang memperjelas definisi minyak jelantah dan pemanfaatannya di masyarakat. Sebaiknya, ada kementerian yang ditugaskan secara khusus untuk mengawasi dan membuat regulasinya.
Karena di negara-negara maju, kategori minyak jelantah ini sebagai limbah (sisa proses penggorengan). Di Indonesia, minyak jelantah belum dikategorikan secara khusus apakah masuk limbah B3 atau tidak.
“Yang pasti, minyak jelantah harus digunakan bagi kepentingan non pangan terutama energi. Apalagi, negara-negara di Uni Eropa sangat membutuhkannya dan siap membeli dengan harga berapapun. Kalau di dalam negeri, belum ada akses minyak jelantah untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel,” jelasnya.
Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM menyatakan minyak jelantah memiliki kandungan yang berdampak negatif terhadap kesehatan karena mengandung komponen hasil degradasi yang berdampak pada kesehatan. Namun demikian, minyak jelantah adalah limbah produksi dan bukan pangan sehingga pengawasannya tidak menjadi tupoksi BPOM.
“Kami telah melakukan pengawasan post-market dilakukan terhadap minyak goreng sawit, baik di sarana produksi maupun di peredaran. BPOM melakukan sampling secara khusus terhadap produk minyak goreng sawit dengan syarat merujuk pada SNI 7709:2019,” jelasnya.
Ia sepakat apabila dibutuhkan koordinasi lintas sektor untuk mendorong tersedianya regulasi yang mengatur limbah dan tata niaga limbah minyak goreng sawit.
Prof. Erliza Hambali menuturkan pada 2007 dirinya telah membuat penelitian untuk menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Saat itu, digunakan sebagai bahan bahan bakar campuran bagi Bus Trans Pakuan.
Dari pasokan 1,6 juta KL minyak jelantah mencukupi 32% produksi biodiesel Indonesia. Keunggulan lain adalah hemat biaya produksi 35% dibanding biodiesel dari CPO biasa dan mengurangi 91,7% emisi CO2 dibandingkan solar biasa.
Selain biodiesel, minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk biodiesel, melainkan juga bahan bakar lampu minyak, aroma terapi, pupuk untuk tanaman, pakan unggas, sabun cuci tangan dan cuci piring, serta cairan pembersih lantai.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI meminta keseriusan pemerintah untuk membuat regulasi yang memperjelas definisi minyak jelantah dan pemanfaatannya di masyarakat. Sebaiknya, ada kementerian yang ditugaskan secara khusus untuk mengawasi dan membuat regulasinya.
Karena di negara-negara maju, kategori minyak jelantah ini sebagai limbah (sisa proses penggorengan). Di Indonesia, minyak jelantah belum dikategorikan secara khusus apakah masuk limbah B3 atau tidak.
“Yang pasti, minyak jelantah harus digunakan bagi kepentingan non pangan terutama energi. Apalagi, negara-negara di Uni Eropa sangat membutuhkannya dan siap membeli dengan harga berapapun. Kalau di dalam negeri, belum ada akses minyak jelantah untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel,” jelasnya.
Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM menyatakan minyak jelantah memiliki kandungan yang berdampak negatif terhadap kesehatan karena mengandung komponen hasil degradasi yang berdampak pada kesehatan. Namun demikian, minyak jelantah adalah limbah produksi dan bukan pangan sehingga pengawasannya tidak menjadi tupoksi BPOM.
“Kami telah melakukan pengawasan post-market dilakukan terhadap minyak goreng sawit, baik di sarana produksi maupun di peredaran. BPOM melakukan sampling secara khusus terhadap produk minyak goreng sawit dengan syarat merujuk pada SNI 7709:2019,” jelasnya.
Ia sepakat apabila dibutuhkan koordinasi lintas sektor untuk mendorong tersedianya regulasi yang mengatur limbah dan tata niaga limbah minyak goreng sawit.
Prof. Erliza Hambali menuturkan pada 2007 dirinya telah membuat penelitian untuk menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Saat itu, digunakan sebagai bahan bahan bakar campuran bagi Bus Trans Pakuan.
Dari pasokan 1,6 juta KL minyak jelantah mencukupi 32% produksi biodiesel Indonesia. Keunggulan lain adalah hemat biaya produksi 35% dibanding biodiesel dari CPO biasa dan mengurangi 91,7% emisi CO2 dibandingkan solar biasa.
Selain biodiesel, minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk biodiesel, melainkan juga bahan bakar lampu minyak, aroma terapi, pupuk untuk tanaman, pakan unggas, sabun cuci tangan dan cuci piring, serta cairan pembersih lantai.
Lihat Juga :
tulis komentar anda