Minyak Jelantah Bisa Dijadikan Biodiesel, Sayang Belum Ada Regulasinya

Jum'at, 25 Juni 2021 - 14:03 WIB
(Baca juga:Penggunaan Minyak Jelantah Sebagai Bahan Baku Biodiesel Atasi Fluktuasi HIP)

Ke depan, pemanfaaan minyak jelantah dapat difokuskan kepada biodiesel. Dengan konversi 5 liter minyak jelantah menjadi 1 liter biodiesel, maka potensi biodiesel menjadi 600.000 liter dari total jelantah yang dikumpulkan.

Menurut Musdhalifah, pemanfaatan minyak jelantah khususnya menjadi biodiesel dan pemanfaatan lainnya saat ini masih minim di mana hanya berkisar 20% dari total minyak yang dikumpulkan atau hanya sebesar 570.000 kilo liter, sedangkan sisanya digunakan sebagai minyak goreng daur ulang dan ekspor.

Dari data BPS, ekspor minyak jelantah di 2019 sebesar 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu Kilo Liter (KL). Adapun berdasarkan data UN Comtrade dengan kode HS 151800. Nilai ekspor minyak jelantah mencapai USD90,23 juta pada 2019.

(Baca juga:Minyak Jelantah Jadi Bahan Baku Biodiesel Perlu Dimulai dari Pemda)

Ada 10 negara tujuan ekspor minyak jelantah Indonesia adalah benua Eropa, Asia, dan Amerika. Ekspor terbesar ke Belanda dengan nilai mencapai USD23,6 juta, disusul Singapura sebesar USD22,3 juta.

Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI meminta keseriusan pemerintah untuk membuat regulasi yang memperjelas definisi minyak jelantah dan pemanfaatannya di masyarakat. Sebaiknya, ada kementerian yang ditugaskan secara khusus untuk mengawasi dan membuat regulasinya.

Karena di negara-negara maju, kategori minyak jelantah ini sebagai limbah (sisa proses penggorengan). Di Indonesia, minyak jelantah belum dikategorikan secara khusus apakah masuk limbah B3 atau tidak.

“Yang pasti, minyak jelantah harus digunakan bagi kepentingan non pangan terutama energi. Apalagi, negara-negara di Uni Eropa sangat membutuhkannya dan siap membeli dengan harga berapapun. Kalau di dalam negeri, belum ada akses minyak jelantah untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel,” jelasnya.

Rita Endang, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM menyatakan minyak jelantah memiliki kandungan yang berdampak negatif terhadap kesehatan karena mengandung komponen hasil degradasi yang berdampak pada kesehatan. Namun demikian, minyak jelantah adalah limbah produksi dan bukan pangan sehingga pengawasannya tidak menjadi tupoksi BPOM.

“Kami telah melakukan pengawasan post-market dilakukan terhadap minyak goreng sawit, baik di sarana produksi maupun di peredaran. BPOM melakukan sampling secara khusus terhadap produk minyak goreng sawit dengan syarat merujuk pada SNI 7709:2019,” jelasnya.

Ia sepakat apabila dibutuhkan koordinasi lintas sektor untuk mendorong tersedianya regulasi yang mengatur limbah dan tata niaga limbah minyak goreng sawit.

Prof. Erliza Hambali menuturkan pada 2007 dirinya telah membuat penelitian untuk menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Saat itu, digunakan sebagai bahan bahan bakar campuran bagi Bus Trans Pakuan.

Dari pasokan 1,6 juta KL minyak jelantah mencukupi 32% produksi biodiesel Indonesia. Keunggulan lain adalah hemat biaya produksi 35% dibanding biodiesel dari CPO biasa dan mengurangi 91,7% emisi CO2 dibandingkan solar biasa.

Selain biodiesel, minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk biodiesel, melainkan juga bahan bakar lampu minyak, aroma terapi, pupuk untuk tanaman, pakan unggas, sabun cuci tangan dan cuci piring, serta cairan pembersih lantai.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More