Utang Pemerintah Bengkak, Paling Boros Buat Gaji PNS
Jum'at, 25 Juni 2021 - 19:00 WIB
JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengungkapkan di tengah utang yang terus menumpuk ternyata cost belanja paling besar yang dikeluarkan oleh pemeritah saat ini bukan dari sektor kesehatan. Namun pengeluaran lebih banyak hanya untuk belanja pegawai termauk gaji PNS.
“Tenyata cost belanja yang paling besar bukan untuk belanja kesehatan apalagi disituasi pandemi. Tapi yang paling besar adalah belanja yang sifatnya birokratis seperti belanja pegawai dan barang dan itu menjadi pemborosan,” katanya kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (25/6/2021).
Menurutnya, salah satu kebijakan yang memboroskan pengeluaran pemerintah adalah program Work From Bali (WFB). Ia menilai, program WFB justru blunder, sebab selain menambah penularan Covid-19, uang yang diutangkan juga digunakan untuk perjalanan dinas disaat yang tidak tepat.
“Harusnya kan bisa work from home. Kemudian, kalaupun utang digunakan untuk pembayaran infrastruktur, dalam enam tahun terakhir terbukti pembangunan infrastruktur tidak menurunkan signifikan biaya logistik. Padahal tujuannya adalah untuk efisiensi logistic,” terang Bhima.
Ia menjelaskan biaya logistik masih mahal yakni berada di level 23,5% dari PDB. Sehingga perlu dilakukan evaluasi total terhadap utang yang dikeluarkan pemerintah, baik pada saat pandemi maupun sebelum pandemi. Ia menambahkan, dalam situasi seperti sekarang ini banyak negara yang melakukan renegosiasi utang atau melakukan restrukturisasi utang kepada para krediturnya. Hal ini bisa dijadikan contoh untuk Indonesia dalam mengatasi utang yang melonjak.
“Peluang itu sebenarnya terbuka. Bank dunia juga menyerukan untuk mengurangi beban utang. Khususnya negara-negara yang kesulitan dimasa pandemi. Indonesia ini bukan negara maju. Indonesia ini adalah negara berpendapatan menengah kebawah. Sehingga dengan demikian, Indonesia layak melakukan renegosiasi utang dengan para kreditur,” ucap dia.
“Tenyata cost belanja yang paling besar bukan untuk belanja kesehatan apalagi disituasi pandemi. Tapi yang paling besar adalah belanja yang sifatnya birokratis seperti belanja pegawai dan barang dan itu menjadi pemborosan,” katanya kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (25/6/2021).
Menurutnya, salah satu kebijakan yang memboroskan pengeluaran pemerintah adalah program Work From Bali (WFB). Ia menilai, program WFB justru blunder, sebab selain menambah penularan Covid-19, uang yang diutangkan juga digunakan untuk perjalanan dinas disaat yang tidak tepat.
“Harusnya kan bisa work from home. Kemudian, kalaupun utang digunakan untuk pembayaran infrastruktur, dalam enam tahun terakhir terbukti pembangunan infrastruktur tidak menurunkan signifikan biaya logistik. Padahal tujuannya adalah untuk efisiensi logistic,” terang Bhima.
Ia menjelaskan biaya logistik masih mahal yakni berada di level 23,5% dari PDB. Sehingga perlu dilakukan evaluasi total terhadap utang yang dikeluarkan pemerintah, baik pada saat pandemi maupun sebelum pandemi. Ia menambahkan, dalam situasi seperti sekarang ini banyak negara yang melakukan renegosiasi utang atau melakukan restrukturisasi utang kepada para krediturnya. Hal ini bisa dijadikan contoh untuk Indonesia dalam mengatasi utang yang melonjak.
“Peluang itu sebenarnya terbuka. Bank dunia juga menyerukan untuk mengurangi beban utang. Khususnya negara-negara yang kesulitan dimasa pandemi. Indonesia ini bukan negara maju. Indonesia ini adalah negara berpendapatan menengah kebawah. Sehingga dengan demikian, Indonesia layak melakukan renegosiasi utang dengan para kreditur,” ucap dia.
(nng)
tulis komentar anda