Tak Mau Kalah, 13 Sektor Industri Ramai-Ramai Minta Harga Gas Murah
Kamis, 01 Juli 2021 - 21:27 WIB
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai pemberlakuan harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU dapat memberikan efek ganda yang luas, mulai dari peningkatan utilitas produksi dan nilai ekspor hingga penambahan investasi. Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono mengatakan, dampak positif ini akan memacu daya saing sektor manufaktur dan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
“Penerapan kebijakan gas industri dengan harga tertentu ini sebagai wujud nyata upaya pemerintah dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif. Diharapkan gairah usaha dari sektor industri bangkit kembali di tengah kondisi pandemi saat ini,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono di Jakarta, Kamis (1/7/2021).
Baca juga:Begini Skenario PPKM Darurat Jawa-Bali: Mulai dari WFH 100% hingga Mal Ditutup
Fridy menyebutkan, dari 176 perusahaan yang menerima harga gas tertentu saat ini, sebanyak 29 perusahaan sudah melaporkan rencana menambah investasi dengan nilai mencapai Rp192 triliun. “Terdapat 53 proyek dan beberapa di antaranya akan melibatkan ekspansi dari perusahaan multinasional,” ungkapnya.
Nilai investasi paling besar berasal dari sektor industri pupuk dan petrokimia dengan 16 proyek dari 11 perusahaan yang nilai investasinya menembus Rp112,86 trilun. Selanjutnya, sektor industri baja dengan 17 proyek dari enam perusahaan yang nilai investasinya menyentuh Rp70,98 triliun.
Fridy menambahkan, Kemenperin sedang mengajukan perluasan implementasi harga gas murah untuk 13 sektor industri. Saat ini, Kemenperin sudah meneruskan dokumen persyaratan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk ditinjau lebih lanjut.
Ke-13 sektor industri tersebut adalah industri ban, makanan dan minuman, pulp dan kertas, logam, permesinan, otomotif, karet remah, refraktori, elektronika, plastik fleksibel, farmasi, semen, dan asam amino. Dari 13 sektor industri tersebut, ada 80 perusahaan yang sedang mengajukan untuk mendapatkan harga gas tertentu dengan alokasi volume gas maksimal 169,64 BBTUD.
“Jadi tidak hanya untuk tujuh sektor industri saja, tetapi juga bisa diimplementasikan pada sektor industri lainnya. Kami sudah mengajukan agar harga gas USD6 per MMBTU dapat diperluas ke 13 sektor industri lainnya,” paparnya.
Dalam proses pengajuan, Kemenperin mensyaratkan sektor-sektor industri tersebut untuk memberikan penjelasan dan justifikasi apabila mendapatkan harga gas USD6 per MMBTU. Artinya, pelaku industri harus dapat memperjelas proyeksi dan kinerja bisnis perihal peningkatan utilisasi, efisiensi, pembayaran pajak, dan terpenting investasi atau ekspansi bisnis setelah mendapatkan gas murah dari pemerintah.
Baca juga:Menlu Rusia Dilaporkan akan Sambangi Jakarta Pekan Depan
“Inilah syarat yang sudah kami sampaikan kepada asosisasi, kemudian sudah dijawab. Saat ini sedang diteruskan ke Kementerian ESDM untuk dinilai apakah 13 sektor industri tersebut layak diberikan,” ujar Fridy.
Menurut Fridy, pelaksanaan kebijakan gas industri dengan harga tertentu ke sejumlah sektor industri bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya sehingga nantinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Apalagi, pemerintah membidik target ekspor yang cukup besar dan rencana meningkatkan substitusi impor 35 persen pada tahun 2022,” tandasnya.
“Penerapan kebijakan gas industri dengan harga tertentu ini sebagai wujud nyata upaya pemerintah dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif. Diharapkan gairah usaha dari sektor industri bangkit kembali di tengah kondisi pandemi saat ini,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono di Jakarta, Kamis (1/7/2021).
Baca juga:Begini Skenario PPKM Darurat Jawa-Bali: Mulai dari WFH 100% hingga Mal Ditutup
Fridy menyebutkan, dari 176 perusahaan yang menerima harga gas tertentu saat ini, sebanyak 29 perusahaan sudah melaporkan rencana menambah investasi dengan nilai mencapai Rp192 triliun. “Terdapat 53 proyek dan beberapa di antaranya akan melibatkan ekspansi dari perusahaan multinasional,” ungkapnya.
Nilai investasi paling besar berasal dari sektor industri pupuk dan petrokimia dengan 16 proyek dari 11 perusahaan yang nilai investasinya menembus Rp112,86 trilun. Selanjutnya, sektor industri baja dengan 17 proyek dari enam perusahaan yang nilai investasinya menyentuh Rp70,98 triliun.
Fridy menambahkan, Kemenperin sedang mengajukan perluasan implementasi harga gas murah untuk 13 sektor industri. Saat ini, Kemenperin sudah meneruskan dokumen persyaratan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk ditinjau lebih lanjut.
Ke-13 sektor industri tersebut adalah industri ban, makanan dan minuman, pulp dan kertas, logam, permesinan, otomotif, karet remah, refraktori, elektronika, plastik fleksibel, farmasi, semen, dan asam amino. Dari 13 sektor industri tersebut, ada 80 perusahaan yang sedang mengajukan untuk mendapatkan harga gas tertentu dengan alokasi volume gas maksimal 169,64 BBTUD.
“Jadi tidak hanya untuk tujuh sektor industri saja, tetapi juga bisa diimplementasikan pada sektor industri lainnya. Kami sudah mengajukan agar harga gas USD6 per MMBTU dapat diperluas ke 13 sektor industri lainnya,” paparnya.
Dalam proses pengajuan, Kemenperin mensyaratkan sektor-sektor industri tersebut untuk memberikan penjelasan dan justifikasi apabila mendapatkan harga gas USD6 per MMBTU. Artinya, pelaku industri harus dapat memperjelas proyeksi dan kinerja bisnis perihal peningkatan utilisasi, efisiensi, pembayaran pajak, dan terpenting investasi atau ekspansi bisnis setelah mendapatkan gas murah dari pemerintah.
Baca juga:Menlu Rusia Dilaporkan akan Sambangi Jakarta Pekan Depan
“Inilah syarat yang sudah kami sampaikan kepada asosisasi, kemudian sudah dijawab. Saat ini sedang diteruskan ke Kementerian ESDM untuk dinilai apakah 13 sektor industri tersebut layak diberikan,” ujar Fridy.
Menurut Fridy, pelaksanaan kebijakan gas industri dengan harga tertentu ke sejumlah sektor industri bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya sehingga nantinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Apalagi, pemerintah membidik target ekspor yang cukup besar dan rencana meningkatkan substitusi impor 35 persen pada tahun 2022,” tandasnya.
(uka)
tulis komentar anda