Industri Makanan dan Minuman Jawa Timur di Ambang Malapetaka
Rabu, 07 Juli 2021 - 19:40 WIB
SURABAYA - Langkah serius terhadap dampak pemberlakuan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 03 Tahun 2021 terhadap ekonomi di Jawa Timur harus segera diambil. Ketua Lakpesdam PW NU Jawa Timur Listiyono Santoso mengatakan bahwa semakin lama para pelaku UMKM dan IKM makanan minuman (Mamin) di Jawa Timur mengalami ketidakpastian jaminan pasokan gula rafinasi yang berkualitas dan kompetitif, semakin besar kerugian terhadap ekonomi Jawa Timur.
Riset terbaru dari Lakpesdam PW NU Jawa Timur bertajuk “Dampak Permenperin No. 3 Tahun 2021 Terhadap IKM Mamin di Jawa Timur” menunjukkan bahwa pemberlakuan beleid tersebut berpengaruh signifikan terhadap bertambahnya angka kemiskinan dan pengangguran di Jawa Timur, yang dipicu oleh penutupan operasi para UMKM dan IKM mamin Jawa Timur sebagai akibat pemberlakuan beleid tersebut.
Baca juga:Terungkap, Ada Perusahaan Baru Dalam Kasus Bansos Covid-19 di Kemensos
"Dari riset tersebut, ditunjukkan bahwa akibat beleid tersebut, lebih dari 40% atau sekitar 269.671 dari 674.178 UMKM dan IKM Mamin Jawa Timur terpaksa harus menutup operasinya dan gulung tikar. Hal tersebut terjadi karena UMKM dan IKM Mamin Jawa Timur tidak dapat menanggung ekonomi biaya tinggi yang berdampak pada peningkatan biaya usaha," ujar Listiyono dalam konferensi pers virtual di Surabaya, Rabu(7/7/2021).
Usaha kecil mengalami peningkatan biaya Rp2,73 miliar per tahun karena dipicu oleh disparitas harga gula rafinasi dan gula pasir. Sementara itu, usaha menengah mengalami peningkatan biaya Rp27,57 miliar karena kenaikan biaya transport dan harga gula rafinasi di pasar.
"Dampak lanjut dari kondisi tersebut adalah terjadi penurunan nilai produksi Rp1,19 triliun per tahun. Sementara itu, pilihan terburuk yang telah dilakukan UMKM dan IKM adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kurang lebih 387 ribu orang atau 13% dari total 2.597.815 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada UMKM dan IKM mamin di Jawa Timur," terangnya.
Dengan adanya PHK massal tersebut, masyarakat kehilangan pendapatan utama sehingga memicu terjadinya lonjakan angka kemiskinan di Jawa Timur sebesar 688 ribu orang atau 60% dari angka kemiskinan saat ini sebesar 458 ribu orang.
"Temuan lapangan dari pengakuan pelaku UMKM dan IKM mamin di Jawa Timur menyatakan bahwa rata-rata industri pengguna gula rafinasi tersebut kesulitan mendapatkan pasokan gula rafinasi. Pasokan gula rafinasi tersebut, kalau pun ada, mengalami keterlambatan lebih dari seminggu dengan harga lebih mahal atau tinggi dari harga yang diperoleh dari produsen Jawa Timur," jelas Listiyono.
Baca juga:Dicap Sombong Tak Mau Datang ke Podcast Deddy Corbuzier, Ini Reaksi Jerinx
Untuk mengatasi masalah pasokan gula rafinasi yang tersendat tersebut, maka pelaku UKM dan IKM terpaksa membeli gula konsumsi di pasar tradisional dengan harga Rp12 ribu Rp13 ribu per kilo. Harga gula rafinasi dalam kondisi normal berkisar Rp8 ribu-Rp9 ribu per kilo.
Disparitas harga tersebut menyebabkan biaya produksi UKM dan IKM naik berkali lipat. Mengatasi biaya yang tinggi tersebut, termasuk ongkos biaya angkut gula rafinasi dari luar Jawa Timur, mayoritas pelaku UKM dan IKM melakukan pemangkasan produksi dan penjualan hingga 50% mengurangi ukuran produk makanan minuman dari ukuran normal, dan pada akhirnya melakukan PHK karyawan.
“Kami menyadari bahwa pemerintah sedang dihadapkan pada tantangan serius masalah Covid-19 yang kembali meledak. Namun, dampak yang memprihatinkan dari pemberlakuan Permenperin 03/2021 ini perlu disikapi juga dengan upaya serius dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah Jawa Timur maupun pemerintah pusat agar kondisi yang ditimbulkan karena Covid-19 dan beleid ini tidak semakin buruk dirasakan oleh masyarakat di Jawa Timur,” pungkasnya.
Riset terbaru dari Lakpesdam PW NU Jawa Timur bertajuk “Dampak Permenperin No. 3 Tahun 2021 Terhadap IKM Mamin di Jawa Timur” menunjukkan bahwa pemberlakuan beleid tersebut berpengaruh signifikan terhadap bertambahnya angka kemiskinan dan pengangguran di Jawa Timur, yang dipicu oleh penutupan operasi para UMKM dan IKM mamin Jawa Timur sebagai akibat pemberlakuan beleid tersebut.
Baca juga:Terungkap, Ada Perusahaan Baru Dalam Kasus Bansos Covid-19 di Kemensos
"Dari riset tersebut, ditunjukkan bahwa akibat beleid tersebut, lebih dari 40% atau sekitar 269.671 dari 674.178 UMKM dan IKM Mamin Jawa Timur terpaksa harus menutup operasinya dan gulung tikar. Hal tersebut terjadi karena UMKM dan IKM Mamin Jawa Timur tidak dapat menanggung ekonomi biaya tinggi yang berdampak pada peningkatan biaya usaha," ujar Listiyono dalam konferensi pers virtual di Surabaya, Rabu(7/7/2021).
Usaha kecil mengalami peningkatan biaya Rp2,73 miliar per tahun karena dipicu oleh disparitas harga gula rafinasi dan gula pasir. Sementara itu, usaha menengah mengalami peningkatan biaya Rp27,57 miliar karena kenaikan biaya transport dan harga gula rafinasi di pasar.
"Dampak lanjut dari kondisi tersebut adalah terjadi penurunan nilai produksi Rp1,19 triliun per tahun. Sementara itu, pilihan terburuk yang telah dilakukan UMKM dan IKM adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kurang lebih 387 ribu orang atau 13% dari total 2.597.815 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada UMKM dan IKM mamin di Jawa Timur," terangnya.
Dengan adanya PHK massal tersebut, masyarakat kehilangan pendapatan utama sehingga memicu terjadinya lonjakan angka kemiskinan di Jawa Timur sebesar 688 ribu orang atau 60% dari angka kemiskinan saat ini sebesar 458 ribu orang.
"Temuan lapangan dari pengakuan pelaku UMKM dan IKM mamin di Jawa Timur menyatakan bahwa rata-rata industri pengguna gula rafinasi tersebut kesulitan mendapatkan pasokan gula rafinasi. Pasokan gula rafinasi tersebut, kalau pun ada, mengalami keterlambatan lebih dari seminggu dengan harga lebih mahal atau tinggi dari harga yang diperoleh dari produsen Jawa Timur," jelas Listiyono.
Baca juga:Dicap Sombong Tak Mau Datang ke Podcast Deddy Corbuzier, Ini Reaksi Jerinx
Untuk mengatasi masalah pasokan gula rafinasi yang tersendat tersebut, maka pelaku UKM dan IKM terpaksa membeli gula konsumsi di pasar tradisional dengan harga Rp12 ribu Rp13 ribu per kilo. Harga gula rafinasi dalam kondisi normal berkisar Rp8 ribu-Rp9 ribu per kilo.
Disparitas harga tersebut menyebabkan biaya produksi UKM dan IKM naik berkali lipat. Mengatasi biaya yang tinggi tersebut, termasuk ongkos biaya angkut gula rafinasi dari luar Jawa Timur, mayoritas pelaku UKM dan IKM melakukan pemangkasan produksi dan penjualan hingga 50% mengurangi ukuran produk makanan minuman dari ukuran normal, dan pada akhirnya melakukan PHK karyawan.
“Kami menyadari bahwa pemerintah sedang dihadapkan pada tantangan serius masalah Covid-19 yang kembali meledak. Namun, dampak yang memprihatinkan dari pemberlakuan Permenperin 03/2021 ini perlu disikapi juga dengan upaya serius dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah Jawa Timur maupun pemerintah pusat agar kondisi yang ditimbulkan karena Covid-19 dan beleid ini tidak semakin buruk dirasakan oleh masyarakat di Jawa Timur,” pungkasnya.
(uka)
tulis komentar anda