Tata Cara Pelelangan PLTS Skala Besar, RI Bisa Contek UEA hingga Brazil
Kamis, 19 Agustus 2021 - 20:37 WIB
JAKARTA - Indonesia dinilai perlu melakukan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar yang mempunyai target yang jelas, proses yang transparan serta didukung kebijakan yang mendukung kelayakan finansial proyek. Tujuannya, agar target penurunan emisi dengan pemanfaatan energi surya terpenuhi serta harga jual listrik PLTS menjadi jauh lebih murah.
Adapun pembangunan PLTS skala besar menjadi pilihan banyak negara di dunia untuk memenuhi target penurunan emisi yang sesuai dengan Persetujuan Paris. Nah, pengadaan PLTS skala besar di Indonesia sejak 2013 dilakukan dengan sistem pelelangan (tender). Hanya saja, cara ini belum cukup efektif menurunkan harga beli listrik dari PLTS.
Studi terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul “Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia” menemukan bahwa salah satu penyebab kurang efektifnya sistem lelang PLTS skala besar di Indonesia adalah belum adanya perencanaan di sistem ketenagalistrikan untuk memanfaatkan energi surya skala besar dalam orde gigawatt. Hal itu mempengaruhi volume dan jumlah proyek PLTS yang hendak dilelangkan.
Selain itu, praktik pengadaan belum cukup transparan sehingga menyulitkan calon penawar untuk ikut serta dalam proses pelelangan. Lelang tenaga surya di Indonesia selama ini masih untuk kapasitas yang berukuran kecil, tersebar, jarang, dan biasanya dilakukan dalam lelang putus atau individual, sehingga memberikan sinyal buruk bagi investor atau lembaga keuangan untuk menyediakan modal yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
Tak hanya itu, kebijakan dan regulasi pendukung di Indonesia terhadap pembangunan PLTS skala besar, terutama dalam proses pelelangan, masih kurang menarik atau bahkan menghambat pengembangan instalasi surya.
“Pelelangan PLTS skala besar di Indonesia sangat terpaku pada ketentuan tata cara pelelangan barang dan jasa yang berlaku juga untuk PLN, yaitu tender umum, tender terbatas, penunjukan langsung dan pengadaan langsung, dengan berbagai ketentuan tambahan misalnya syarat TKDN," ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.
Dia menilai metode pelelangan itu kurang cocok untuk mendapatkan harga yang sangat kompetitif untuk pengembangan PLTS skala besar. Apalagi, kata dia, proses pengadaan juga sangat ditentukan oleh proses lelang PLN, yang tidak terjadwal rutin, dan ukuran proyek yang relatif masih kecil di bawah 100 MW per unit.
"Perlu dipikirkan perubahan cara lelang untuk PLTS sehingga mendapatkan harga yang kompetitif, kualitas yang prima, dan proyek yang bankable,” katanya.
Adapun pembangunan PLTS skala besar menjadi pilihan banyak negara di dunia untuk memenuhi target penurunan emisi yang sesuai dengan Persetujuan Paris. Nah, pengadaan PLTS skala besar di Indonesia sejak 2013 dilakukan dengan sistem pelelangan (tender). Hanya saja, cara ini belum cukup efektif menurunkan harga beli listrik dari PLTS.
Studi terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul “Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia” menemukan bahwa salah satu penyebab kurang efektifnya sistem lelang PLTS skala besar di Indonesia adalah belum adanya perencanaan di sistem ketenagalistrikan untuk memanfaatkan energi surya skala besar dalam orde gigawatt. Hal itu mempengaruhi volume dan jumlah proyek PLTS yang hendak dilelangkan.
Selain itu, praktik pengadaan belum cukup transparan sehingga menyulitkan calon penawar untuk ikut serta dalam proses pelelangan. Lelang tenaga surya di Indonesia selama ini masih untuk kapasitas yang berukuran kecil, tersebar, jarang, dan biasanya dilakukan dalam lelang putus atau individual, sehingga memberikan sinyal buruk bagi investor atau lembaga keuangan untuk menyediakan modal yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
Tak hanya itu, kebijakan dan regulasi pendukung di Indonesia terhadap pembangunan PLTS skala besar, terutama dalam proses pelelangan, masih kurang menarik atau bahkan menghambat pengembangan instalasi surya.
“Pelelangan PLTS skala besar di Indonesia sangat terpaku pada ketentuan tata cara pelelangan barang dan jasa yang berlaku juga untuk PLN, yaitu tender umum, tender terbatas, penunjukan langsung dan pengadaan langsung, dengan berbagai ketentuan tambahan misalnya syarat TKDN," ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.
Dia menilai metode pelelangan itu kurang cocok untuk mendapatkan harga yang sangat kompetitif untuk pengembangan PLTS skala besar. Apalagi, kata dia, proses pengadaan juga sangat ditentukan oleh proses lelang PLN, yang tidak terjadwal rutin, dan ukuran proyek yang relatif masih kecil di bawah 100 MW per unit.
"Perlu dipikirkan perubahan cara lelang untuk PLTS sehingga mendapatkan harga yang kompetitif, kualitas yang prima, dan proyek yang bankable,” katanya.
tulis komentar anda