Tak Pernah Bayar Upeti ke Negara, PETI Langgar Konstitusi
Senin, 27 September 2021 - 19:46 WIB
JAKARTA - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan bahwa pertambangan tanpa izin (PETI) bukan termasuk ke dalam klasifikasi pertambangan rakyat karena tidak pernah mengikuti regulasi yang sudah diatur oleh pemerintah. Bahkan keberadaan PETI dinilai telah melanggar konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Pertambangan rakyat sesungguhnya itu ada aturannya, ada regulasinya, dan sudah jelas. Sementara PETI tidak mengikuti regulasi yang ada dan tata kelola yang baik serta membahayakan dan merusak," ujarnya dalam diskusi Pertambangan Tanpa Izin Bukan Izin Pertambangan Rakyat di Jakarta, Senin (27/9/2021).
Menurut Ridwan, secara esensial, PETI ini melanggar UUD 1945 lantaran tidak sejalan dengan Pasal 33 ayat 3. Bahkan para pelaku PETI dinilai merugikan negara lantaran tidak membayar pajak, royalti hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"PETI adalah sebuah keserakahan, jauh dari semangat (UUD) ini. PETI dikuasai oleh sekelompok orang dan pemodal-pemodal besar. Banyak sekali," jelasnya.
Ridwan tak memungkiri jika kegiatan PETI kini masih marak terjadi akibat adanya keterlibatan pihak berwenang. "Mengapa PETI terus menjamur? Salah satunya adalah kesalahan kita semua. Kita semua berkontribusi dalam kesalahan ini, termasuk petugas-petugas, aparat-aparat, pejabat-pejabat yang seharusnya berperan dalam meniadakan PETI malah terlibat," ungkapnya.
Pemerintah berharap gerak kerja bersama (people power) mampu menekan keberadaaan PETI di Indonesia. "People power inilah yang bisa memberantas PETI. Sudah berpuluh-puluh tahun, berbagai langkah, berbagai regulasi dibuat, tapi belum bisa terlaksana. Mari kita jadikan gerakan pemberantasan PETI ini sebagai people power, gerakan bersama," kata Ridwan.
Demi menciptakan iklim pertambangan yang berkelanjutan, pemerintah pun mengajak generasi muda untuk terlibat aktif menciptakan pertambangan yang sesuai good governance. "Untuk itu, saya mengajak kaum milenial untuk menjadi motor gerakan memberantas PETI, karena PETI merugikan negara, merusak lingkungan, dan merusak masa depan kita bersama," tandasnya.
"Pertambangan rakyat sesungguhnya itu ada aturannya, ada regulasinya, dan sudah jelas. Sementara PETI tidak mengikuti regulasi yang ada dan tata kelola yang baik serta membahayakan dan merusak," ujarnya dalam diskusi Pertambangan Tanpa Izin Bukan Izin Pertambangan Rakyat di Jakarta, Senin (27/9/2021).
Menurut Ridwan, secara esensial, PETI ini melanggar UUD 1945 lantaran tidak sejalan dengan Pasal 33 ayat 3. Bahkan para pelaku PETI dinilai merugikan negara lantaran tidak membayar pajak, royalti hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"PETI adalah sebuah keserakahan, jauh dari semangat (UUD) ini. PETI dikuasai oleh sekelompok orang dan pemodal-pemodal besar. Banyak sekali," jelasnya.
Ridwan tak memungkiri jika kegiatan PETI kini masih marak terjadi akibat adanya keterlibatan pihak berwenang. "Mengapa PETI terus menjamur? Salah satunya adalah kesalahan kita semua. Kita semua berkontribusi dalam kesalahan ini, termasuk petugas-petugas, aparat-aparat, pejabat-pejabat yang seharusnya berperan dalam meniadakan PETI malah terlibat," ungkapnya.
Pemerintah berharap gerak kerja bersama (people power) mampu menekan keberadaaan PETI di Indonesia. "People power inilah yang bisa memberantas PETI. Sudah berpuluh-puluh tahun, berbagai langkah, berbagai regulasi dibuat, tapi belum bisa terlaksana. Mari kita jadikan gerakan pemberantasan PETI ini sebagai people power, gerakan bersama," kata Ridwan.
Demi menciptakan iklim pertambangan yang berkelanjutan, pemerintah pun mengajak generasi muda untuk terlibat aktif menciptakan pertambangan yang sesuai good governance. "Untuk itu, saya mengajak kaum milenial untuk menjadi motor gerakan memberantas PETI, karena PETI merugikan negara, merusak lingkungan, dan merusak masa depan kita bersama," tandasnya.
(uka)
tulis komentar anda