Hindari Infrastruktur Mangkrak, Pengamat: Pusat dan Daerah Harus Selaras
Rabu, 27 Oktober 2021 - 09:43 WIB
JAKARTA - Adanya sejumlah infrastruktur dan sarana publik seperti bandara yang dinilai mangkrak atau mubazir kembali menjadi sorotan. Mangkraknya sebuah infrastruktur disebut pengamat terbagi menjadi dua hal.
Pertama, mangkrak karena proyeknya tidak jalan. Kedua, infrastruktur yang sudah jadi namun tidak bisa dioperasikan secara optimal. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, setiap pembangunan infrastruktur tentunya harus melalui studi kelayakan atau Feasibility Studi (FS) terlebih dahulu.
"Dari situ nanti akan ketahuan nanti butuhnya apa saja, aksesnya, temasuk jalannya, keuangannya juga, FS, studi kelayakan," ujarnya Kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Selasa (26/10/2021).
Selanjutnya yang paling penting adalah harus adanya visi dan misi yang selaras antara pemerintah daerah maupun pusat, baik untuk pembangunan infrastruktur yang menggunakan APBN maupun APBD.
"Makanya kalau membangun di daerah itu perlu komitmen, jangan sampai ganti kepala daerah ganti kebijakan, itu mengacaukan program yang sudah bagus," sambung Djoko.
Dalam hal ini dirinya memberikan sebuah contoh kasus seperti yang terjadi pada pembangunan LRT (Light Rail Transit) di Palembang. Setelah digunakan sebagai pendukung perhelatan Asian Games 2018, Pemprov Palembang berencana memindahkan kantornya untuk tetap menjaga tingkat penumpang, namun berganti kepemimpinan berganti juga kebijakan.
"LRT Sumsel itu kurang peminat, jawabannya sederhana, dulu janjinya Pemprov Sumsel itu ada perpindahan perkantoran gubernur di Jakabaring sehingga diharapkan menimbulkan kebangkitan, tapi ternyata ganti gubernur ganti kebijakan. Susah itu," cetusnya.
Padahal, lanjut dia, proyek tersebut sudah memakan biaya hingga Rp12,5 triliun yang diambil dari APBN dan saat ini jumlah penumpang hanya 10% per hari.
Pertama, mangkrak karena proyeknya tidak jalan. Kedua, infrastruktur yang sudah jadi namun tidak bisa dioperasikan secara optimal. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, setiap pembangunan infrastruktur tentunya harus melalui studi kelayakan atau Feasibility Studi (FS) terlebih dahulu.
"Dari situ nanti akan ketahuan nanti butuhnya apa saja, aksesnya, temasuk jalannya, keuangannya juga, FS, studi kelayakan," ujarnya Kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Selasa (26/10/2021).
Selanjutnya yang paling penting adalah harus adanya visi dan misi yang selaras antara pemerintah daerah maupun pusat, baik untuk pembangunan infrastruktur yang menggunakan APBN maupun APBD.
"Makanya kalau membangun di daerah itu perlu komitmen, jangan sampai ganti kepala daerah ganti kebijakan, itu mengacaukan program yang sudah bagus," sambung Djoko.
Dalam hal ini dirinya memberikan sebuah contoh kasus seperti yang terjadi pada pembangunan LRT (Light Rail Transit) di Palembang. Setelah digunakan sebagai pendukung perhelatan Asian Games 2018, Pemprov Palembang berencana memindahkan kantornya untuk tetap menjaga tingkat penumpang, namun berganti kepemimpinan berganti juga kebijakan.
"LRT Sumsel itu kurang peminat, jawabannya sederhana, dulu janjinya Pemprov Sumsel itu ada perpindahan perkantoran gubernur di Jakabaring sehingga diharapkan menimbulkan kebangkitan, tapi ternyata ganti gubernur ganti kebijakan. Susah itu," cetusnya.
Padahal, lanjut dia, proyek tersebut sudah memakan biaya hingga Rp12,5 triliun yang diambil dari APBN dan saat ini jumlah penumpang hanya 10% per hari.
tulis komentar anda