Suntik Rp4,3 Triliun buat Kereta Cepat, Pemerintah Disebut Masuk Jebakan Utang
Selasa, 09 November 2021 - 10:32 WIB
JAKARTA - Pemerintah memastikan menyuntikkan dana sebesar Rp4,3 triliun kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk membiayai pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Langkah itu dinilai akan menambah beban dan berdampak terhadap utang pemerintah.
“Dampak langsung dari penyertaan modal negara ke proyek kereta cepat adalah beban terhadap utang pemerintah yang pasti akan meningkat secara langsung maupun tidak,” kata Direktur Celios Bhima Yudhistira saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (9/11/2021).
Bhima menuturkan, meski konsorsium yang menerbitkan utang dengan jaminan pemerintah sekalipun, akan terdapat risiko kontijensi. Itu adalah risiko yang muncul ketika BUMN mengalami tekanan, dan berakibat pada gangguan neraca anggaran pemerintah.
"Ini yang disebut sebagai debt trap atau jebakan utang,” paparnya.
Awal masalah karena studi kelayakan proyeknya dianggap bermasalah, biaya proyek membengkak, kemudian ujungnya pemerintah harus turun tangan.
“Kalau awalnya BtoB ya harusnya hitungan bisnisnya masuk akal. Kenapa pinjaman dari China Development Bank disetujui, pasti ada pertimbangan return on investment (ROI) dari proyek kereta cepat bentuknya komersial,” urainya.
Secara hitungan proyek, sebenarnya proses pembangunan ini sifatnya komersial, sehingga pemerintah rugi dua kali. Kerugian pertama saat proyek di tahap konstruksi biaya sangat besar. Kedua, ketika proyek berjalan atau beroperasio masih mengandalkan subsidi pemerintah.
“Sekarang perlu disesuaikan, pastinya lebih mahal. Sedari awal proyek komersial, alias tujuan cari untung. Tiba-tiba sekarang disuntik APBN, tentu jadi tanda tanya besar,” pungkasnya.
“Dampak langsung dari penyertaan modal negara ke proyek kereta cepat adalah beban terhadap utang pemerintah yang pasti akan meningkat secara langsung maupun tidak,” kata Direktur Celios Bhima Yudhistira saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (9/11/2021).
Bhima menuturkan, meski konsorsium yang menerbitkan utang dengan jaminan pemerintah sekalipun, akan terdapat risiko kontijensi. Itu adalah risiko yang muncul ketika BUMN mengalami tekanan, dan berakibat pada gangguan neraca anggaran pemerintah.
"Ini yang disebut sebagai debt trap atau jebakan utang,” paparnya.
Awal masalah karena studi kelayakan proyeknya dianggap bermasalah, biaya proyek membengkak, kemudian ujungnya pemerintah harus turun tangan.
“Kalau awalnya BtoB ya harusnya hitungan bisnisnya masuk akal. Kenapa pinjaman dari China Development Bank disetujui, pasti ada pertimbangan return on investment (ROI) dari proyek kereta cepat bentuknya komersial,” urainya.
Secara hitungan proyek, sebenarnya proses pembangunan ini sifatnya komersial, sehingga pemerintah rugi dua kali. Kerugian pertama saat proyek di tahap konstruksi biaya sangat besar. Kedua, ketika proyek berjalan atau beroperasio masih mengandalkan subsidi pemerintah.
“Sekarang perlu disesuaikan, pastinya lebih mahal. Sedari awal proyek komersial, alias tujuan cari untung. Tiba-tiba sekarang disuntik APBN, tentu jadi tanda tanya besar,” pungkasnya.
(uka)
tulis komentar anda