Kemendagri Dorong Pemda Genjot Pendapatan dengan Digitalisasi
Selasa, 16 November 2021 - 15:23 WIB
JAKARTA - Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Moch Ardian Noervianto mengatakan, dari pandemi Covid-19 bisa dipetik pembelajaran cara menjalankan pemerintahan, bersosialisasi, dan beraktivitas dengan pendekatan teknologi informasi (TI). Salah satu yang terus didorong pihaknya adalah pemerintah daerah (pemda) bisa mengelola APBD dengan berbasis teknologi.
"Nah, pengalaman Covid-19 memberikan makna dan hikmah yang luar biasa, bahwa peran teknologi menjadi pendukung utama penyelenggaraan pemerintah di pusat dan daerah, juga pelayanan publik tetap berjalan," ujar Ardian dalam Webinar bertajuk "Inovasi Pembayaran Digital pada Berbagai Transaksi Pemerintah dan Masyarakat" pada Selasa (16/11/2021).
Ardian mengatakan bahwa termasuk di dalamnya agar pemda dengan APBD-nya bisa melakukan optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) melalui kemudahan bertransaksi digital. Kemendagri saat ini benar-benar melakukan evaluasi terhadap pentingnya teknologi dalam upaya meningkatkan PAD.
"Beberapa hal yang terus kami dorong kepada pemda adalah agar bisa membuat kebijakan relaksasi pajak dan retribusi daerah. Kami juga dengan regulasi yang ada telah melahirkan Permendagri No. 56 Tahun 2021 yang secara prinsip adalah mendorong pemda untuk melakukan digitalisasi, tidak hanya kepada sektor belanjanya, tapi juga melalui sektor pendapatannya," ungkap Ardian.
Optimalisasi PAD di tengah new normal ini diharapkan bisa berjalan secara baik sesiai dengan harapan lahirnya Permendagri No.56 Tahun 2021. Pihaknya juga sangat belajar dari pandemi, terlebih dari momen puncaknya di pertengahan Juli lalu.
"Kami melihat hampir seluruh sektor pajak dan retribusi mengalami penurunan. Daerah-daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata, seperti Bali sangat terpuruk. PAD-nya yang selama ini bergantung pada pajak hotel dan restoran, ternyata turun sangat signifikan sehingga sangat berdampak terhadap jalannya walaupun berbagai upaya tetap dilakukan kepala daerah agar penyelenggaraan pemerintahan bisa berjalan dengan baik di tengah keterbatasan," jelasnya.
Pihaknya mencatat dari 32 jenis pajak retribusi, hanya tiga jenis retribusi yang mengalami kenaikan. Pertama adalah retribusi belanja kesehatan, retribusi pengendalian menara komunikasi, dan retribusi terkait pemakaman. Selain itu, semuanya mengalami penurunan.
"Untuk itu kami belajar, begitu PPKM dilakukan di pemda, maka tidak ada lagi interaksi langsung antara aparatur (petugas pajak) dengan wajib pajak, sehingga di tengah pandemi banyak sekali potential loss yang terjadi yang berimplikasi pada pendapatan daerah. Tapi ini tidak terjadi di pemda yang melakukan pungutan PAD-nya dengan teknologi," pungkas Ardian.
Ternyata, dengan teknologi, proses pembayaran pajak tetap bisa berjalan dengan baik di tengah pandemi dan pembatasan aktivitas fisik. Dengan adanya Permendagri No.56 Tahun 2021, Kemendagri berharap pemda langsung menyusun langkah-langkah strategis mendesain pendapatan dan belanja daerah dengan pendekatan teknologi.
"Kami juga berharap ada pembentukan semacam Satgas PP2DD yang akan mendorong transformasi transaksi keuangan yang tadinya berbasis kartal menjadi digital atau cashless. Ini memerlukan dukungan belanja modal yang besar, karena harus didukung dengan IT," pungkas Ardian.
Baca Juga
"Nah, pengalaman Covid-19 memberikan makna dan hikmah yang luar biasa, bahwa peran teknologi menjadi pendukung utama penyelenggaraan pemerintah di pusat dan daerah, juga pelayanan publik tetap berjalan," ujar Ardian dalam Webinar bertajuk "Inovasi Pembayaran Digital pada Berbagai Transaksi Pemerintah dan Masyarakat" pada Selasa (16/11/2021).
Ardian mengatakan bahwa termasuk di dalamnya agar pemda dengan APBD-nya bisa melakukan optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) melalui kemudahan bertransaksi digital. Kemendagri saat ini benar-benar melakukan evaluasi terhadap pentingnya teknologi dalam upaya meningkatkan PAD.
"Beberapa hal yang terus kami dorong kepada pemda adalah agar bisa membuat kebijakan relaksasi pajak dan retribusi daerah. Kami juga dengan regulasi yang ada telah melahirkan Permendagri No. 56 Tahun 2021 yang secara prinsip adalah mendorong pemda untuk melakukan digitalisasi, tidak hanya kepada sektor belanjanya, tapi juga melalui sektor pendapatannya," ungkap Ardian.
Optimalisasi PAD di tengah new normal ini diharapkan bisa berjalan secara baik sesiai dengan harapan lahirnya Permendagri No.56 Tahun 2021. Pihaknya juga sangat belajar dari pandemi, terlebih dari momen puncaknya di pertengahan Juli lalu.
"Kami melihat hampir seluruh sektor pajak dan retribusi mengalami penurunan. Daerah-daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata, seperti Bali sangat terpuruk. PAD-nya yang selama ini bergantung pada pajak hotel dan restoran, ternyata turun sangat signifikan sehingga sangat berdampak terhadap jalannya walaupun berbagai upaya tetap dilakukan kepala daerah agar penyelenggaraan pemerintahan bisa berjalan dengan baik di tengah keterbatasan," jelasnya.
Pihaknya mencatat dari 32 jenis pajak retribusi, hanya tiga jenis retribusi yang mengalami kenaikan. Pertama adalah retribusi belanja kesehatan, retribusi pengendalian menara komunikasi, dan retribusi terkait pemakaman. Selain itu, semuanya mengalami penurunan.
"Untuk itu kami belajar, begitu PPKM dilakukan di pemda, maka tidak ada lagi interaksi langsung antara aparatur (petugas pajak) dengan wajib pajak, sehingga di tengah pandemi banyak sekali potential loss yang terjadi yang berimplikasi pada pendapatan daerah. Tapi ini tidak terjadi di pemda yang melakukan pungutan PAD-nya dengan teknologi," pungkas Ardian.
Ternyata, dengan teknologi, proses pembayaran pajak tetap bisa berjalan dengan baik di tengah pandemi dan pembatasan aktivitas fisik. Dengan adanya Permendagri No.56 Tahun 2021, Kemendagri berharap pemda langsung menyusun langkah-langkah strategis mendesain pendapatan dan belanja daerah dengan pendekatan teknologi.
"Kami juga berharap ada pembentukan semacam Satgas PP2DD yang akan mendorong transformasi transaksi keuangan yang tadinya berbasis kartal menjadi digital atau cashless. Ini memerlukan dukungan belanja modal yang besar, karena harus didukung dengan IT," pungkas Ardian.
(uka)
tulis komentar anda