Transisi EBT, RI Tak Bisa Langsung Selamat Tinggal ke Energi Fosil

Sabtu, 27 November 2021 - 07:50 WIB
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014. Ketahanan energi, menurut Jisman, merupakan suatu kondisi ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau dalam jangka panjang dengan memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup.

“Akses kita telah menjangkau masyarakat tidak hanya di kota, tetapi juga mereka yang berada di pinggiran,” ujarnya.

Listrik yang terjangkau oleh masyarakat, akan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga pertumbuhan industri. “Kondisi kelistrikan nasional ada tiga siaga di Bangka, Manokwari dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jisman.

Untuk Bangka, lanjutnya, mengalami pengurangan. Kendati pemerintah tengah menyiapkan kabel laut untuk mensuplai listrik ke Bangka. Yang diperkirakan energi akan bertambah dua kali lipat untuk wilayah Bangka.

“Kita tengah kebut untuk kabel bawah laut dan nanti bisa mensuplai 2 kali lipat energi ke Bangka. Demikian pula Manokwari dan NTT,” ungkap Jisman

Ia menyebut energi listrik saat ini ada 73,7 gigawatt dengan kepemilikan oleh PLN 60 atau 43 gigawatt. Untuk jenisnya sendiri ada 50 persen PLTU atau 37 gigawatt, PLTG 28 persen, PLTD 7 persen, EBT 11 persen.

“Untuk rasio elektriikasi 100 persen di 2022, saat ini baru 99,4 persen, kami melaksanakan program bantuan pasang baru listrik (PBL) 450 VA bagi rumah tangga miskin,” ujar Jisman.



Ia menuturkan, pertumbuhan listrik saat ini cukup baik. Namun saat awal pandemi 2019 menurun hingga -0,8 persen. Untuk itu, menurut Jisman, pihaknya tengah mengajukan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru. RUPTL 2019 pertumbuhan demand 6,4 persen.

“Untuk di 2021, berdasarkan pertumbuhan ekonomi kita tetapkan 4,9 persen. Apabila kita gunakan RUPTL lama, maka akan terjadi oversuplai dan menimbulkan cos,” katanya.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More