7 Penyebab Raksasa Migas Asing Hengkang dari Indonesia
Senin, 13 Desember 2021 - 15:22 WIB
JAKARTA - Hengkangnya ConocoPhilips dari Blok Corridor, Sumatera Selatan, menambah daftar panjang perusahaan migas asing yang memutuskan pergi dari Indonesia. Situasi ini menjadi sorotan karena perusahaan tersebut memilih negara lain ketimbang Indonesia yang lebih kaya sumber daya alam.
Mungkinkah investasi hulu migas sudah tidak menarik lagi sehingga raksasa asing tersebut memilih tidak melanjutkan kontrak? Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan membeberkan alasan investor besar di hulu migas keluar dari Indonesia.
"Pertama, memang sejauh ini investor kita belum mendapatkan kepastian hukum untuk berbisnis di Indonesia, mengingat sampai saat ini revisi UU Migas No. 22 Tahun 2001 tak kunjung selesai juga. Padahal ini merupakan salah satu kunci dalam menarik investor," katanya kepada MNC Portal Indonesia, Senin (13/12/2021).
Lalu kedua, perizinan berinvestasi di Indonesia begitu rumit. Ada kurang lebih 146 perizinan dari berbagi kementerian dan lembaga untuk berinvestasi di hulu migas. Hal ini dinilai membingungkan dan membuang waktu investor untuk menanamkan modalnya.
Ketiga, lanjut Mamit, berdasarkan data dari Wood Mackenzie, daya tarik kebijakan fiskal Indonesia masih sangat rendah dan di bawah negara tetangga Malaysia.
"Skor kita di angka 2,4 sedangkan Malaysia 3,3. Perlu adanya kebijakan fiskal yang menarik dan lebih atraktif agar investasi di hulu migas bisa semakin tinggi," katanya.
Keempat terkait dengan permasalahan lahan. Menurut Mamit, pembebasan lahan yang sulit dan lama bisa menyebabkan investor malas untuk berinvestasi.
Kelima, isu sosial di masyarakat. Banyak isu sosial yang terjadi di masyarakat membuat investor khawatir akan keamanan bisnis mereka.
Mungkinkah investasi hulu migas sudah tidak menarik lagi sehingga raksasa asing tersebut memilih tidak melanjutkan kontrak? Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan membeberkan alasan investor besar di hulu migas keluar dari Indonesia.
"Pertama, memang sejauh ini investor kita belum mendapatkan kepastian hukum untuk berbisnis di Indonesia, mengingat sampai saat ini revisi UU Migas No. 22 Tahun 2001 tak kunjung selesai juga. Padahal ini merupakan salah satu kunci dalam menarik investor," katanya kepada MNC Portal Indonesia, Senin (13/12/2021).
Lalu kedua, perizinan berinvestasi di Indonesia begitu rumit. Ada kurang lebih 146 perizinan dari berbagi kementerian dan lembaga untuk berinvestasi di hulu migas. Hal ini dinilai membingungkan dan membuang waktu investor untuk menanamkan modalnya.
Ketiga, lanjut Mamit, berdasarkan data dari Wood Mackenzie, daya tarik kebijakan fiskal Indonesia masih sangat rendah dan di bawah negara tetangga Malaysia.
"Skor kita di angka 2,4 sedangkan Malaysia 3,3. Perlu adanya kebijakan fiskal yang menarik dan lebih atraktif agar investasi di hulu migas bisa semakin tinggi," katanya.
Keempat terkait dengan permasalahan lahan. Menurut Mamit, pembebasan lahan yang sulit dan lama bisa menyebabkan investor malas untuk berinvestasi.
Kelima, isu sosial di masyarakat. Banyak isu sosial yang terjadi di masyarakat membuat investor khawatir akan keamanan bisnis mereka.
tulis komentar anda