Segera Diserahkan ke Jokowi, Ini 3 Isu Strategis RUU EBT
Selasa, 14 Desember 2021 - 21:03 WIB
Menurut Arifin, diperlukan pengaturan terkait transisi energi dari sumber energi fosil menjadi energi baru dan terbarukan untuk mencapai target pemanfaatan EBT dalam Bauran Energi Nasional sebesar 23% pada tahun 2025.
"Kami mendukung substansi pokok sebagaimana telah dirumuskan dalam RUU EBT seperti pengaturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang disesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri serta memperhatikan competitiveness harga EBT, kewajiban pembelian tenaga listrik EBT, insentif pengembangan EBT, pemenuhan standar portofolio energi terbarukan dan kewajiban untuk membeli sertifikat energi terbarukan, harga dan subsidi EBT, dan partisipasi masyarakat," papar Arifin.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, parlemen sangat concern dalam pengembangan EBT di mana saat ini Indonesia telah berkomitmen dalam Paris Agreement bahwa pada tahun 2050 penggunaan energi fosil akan hilang.
"Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT, kesepakatan yang sudah diambil teman teman di Komisi VII DPR RI maka akan ada masa transisi yang akan masuk di dalam Rancangan Undang-Undang ini, masa transisi itu kurang lebih 10 tahun jadi kita berharap nanti di tahun 2060 penggunaan energi fosil itu nanti akan benar-benar tergantikan dengan energi baru maupun terbarukan," tuturnya.
Dia menambahkan, di dalam RUU yang akan diserahkan kepada pemerintah tersebut dimasukkan juga masa transisi penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkit ke EBT karena meskipun kecil namun subsidi yang diberikan Pemerintah cukup besar.
"Kita minta kepada PLN untuk menggantikan pembangkit listrik yang menggunakan solar di daerah terluar dan pedesaan-pedesaan digantikan dengan energi baru terbarukan termasuk kemungkinan-kemungkinan digantikan dengan gas kolaborasi antara Pertamina dengan PLN untuk menggantikan pembangkit solar dengan gas," tandasnya.
"Kami mendukung substansi pokok sebagaimana telah dirumuskan dalam RUU EBT seperti pengaturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang disesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri serta memperhatikan competitiveness harga EBT, kewajiban pembelian tenaga listrik EBT, insentif pengembangan EBT, pemenuhan standar portofolio energi terbarukan dan kewajiban untuk membeli sertifikat energi terbarukan, harga dan subsidi EBT, dan partisipasi masyarakat," papar Arifin.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, parlemen sangat concern dalam pengembangan EBT di mana saat ini Indonesia telah berkomitmen dalam Paris Agreement bahwa pada tahun 2050 penggunaan energi fosil akan hilang.
"Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT, kesepakatan yang sudah diambil teman teman di Komisi VII DPR RI maka akan ada masa transisi yang akan masuk di dalam Rancangan Undang-Undang ini, masa transisi itu kurang lebih 10 tahun jadi kita berharap nanti di tahun 2060 penggunaan energi fosil itu nanti akan benar-benar tergantikan dengan energi baru maupun terbarukan," tuturnya.
Dia menambahkan, di dalam RUU yang akan diserahkan kepada pemerintah tersebut dimasukkan juga masa transisi penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkit ke EBT karena meskipun kecil namun subsidi yang diberikan Pemerintah cukup besar.
"Kita minta kepada PLN untuk menggantikan pembangkit listrik yang menggunakan solar di daerah terluar dan pedesaan-pedesaan digantikan dengan energi baru terbarukan termasuk kemungkinan-kemungkinan digantikan dengan gas kolaborasi antara Pertamina dengan PLN untuk menggantikan pembangkit solar dengan gas," tandasnya.
(ind)
tulis komentar anda