Soal Harga Batu Bara PLN dan Subsidi BLU, Ini Penjelasan Wamen BUMN
Rabu, 12 Januari 2022 - 19:05 WIB
JAKARTA - Wakil Menteri (Wamen) BUMN I Pahala Nugraha Mansury memastikan harga batu bara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) akan mengikuti harga pasar. Adapun skemanya mirip dengan harga pasar kelapa sawit.
Menurut Pahala, kewenangan penetapan harga batu bara PLN menjadi kewenangan Kementerian ESDM. Meski begitu, kajian penetapan harga batu bara masih dibahas antara kementerian terkait dan akan diumumkan ke publik usai difinalisasi.
"Nanti kita akan umumkan, tentunya yang punya kewenangan dalam hal ini Kementerian ESDM, kita lagi melakukan pengkajian, mungkin skemanya agak mirip dengan apa, komoditas lainnya, seperti kelapa sawit. Tapi kita lagi kaji, nanti dari Marves (Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi) yang akan mengkoordinir bersama-sama dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan," ujarnya saat ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Pemerintah sudah memberikan lampu hijau bahwa pembelian batu bara oleh PLN akan mengikuti mekanisme pasar. Ketentuan itu sekaligus membatalkan skema pembelian energi primer berdasarkan harga kewajiban pasok atau domestic market obligation (DMO).
DMO merupakan kewajiban produsen batu bara domestik untuk memasok produksi batu bara bagi kebutuhan dalam negeri. Kewajiban DMO diatur sebesar 25% dengan patokan harga USD70 dolar per metrik ton.
Isu pembelian batu bara PLTU PLN mengikuti harga pasar diperkuat oleh rencana pemerintah membentuk badan layanan umum (BLU). Lembaga ini disebut-sebut akan memberikan subsidi kepada PLN.
Bila PLN membeli batu bara berdasarkan harga pasar saat ini yakni USD62 per ton untuk kalori 4.700, maka perseroan akan menerima subsidi dari BLU untuk menutupi selisih harga pasar dengan harga acuan senilai USD70 per ton.
Hanya saja, Pahala menyebut skema BLU hingga saat ini masih dibahas oleh kementerian teknis. Dengan kata lain, belum ada formula resmi terkait BLU itu sendiri. "BLU-nya saat ini belum ditentukan seperti apa, nanti tentunya antara kementerian teknis akan bicarakan," ucapnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pembelian batu bara di harga pasar oleh PLN akan berdampak pada kenaikan biaya pokok produksi. Jika itu terjadi, tarif dasar listrik di masyarakat bakal ikut naik.
"Memang ini serba salah. Kalau bicara pasokan batu bara, ini sangat dibutuhkan apalagi hampir 65% pembangkit kita adalah PLTU. Dibutuhkan pasukan batu bara yang cukup besar. Di sisi lain, disparitas harga antara DMO dengan harga pasar saat ini sangat jauh sekali," tuturnya dalam Market Review IDX Channel.
Menurut Pahala, kewenangan penetapan harga batu bara PLN menjadi kewenangan Kementerian ESDM. Meski begitu, kajian penetapan harga batu bara masih dibahas antara kementerian terkait dan akan diumumkan ke publik usai difinalisasi.
"Nanti kita akan umumkan, tentunya yang punya kewenangan dalam hal ini Kementerian ESDM, kita lagi melakukan pengkajian, mungkin skemanya agak mirip dengan apa, komoditas lainnya, seperti kelapa sawit. Tapi kita lagi kaji, nanti dari Marves (Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi) yang akan mengkoordinir bersama-sama dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan," ujarnya saat ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Pemerintah sudah memberikan lampu hijau bahwa pembelian batu bara oleh PLN akan mengikuti mekanisme pasar. Ketentuan itu sekaligus membatalkan skema pembelian energi primer berdasarkan harga kewajiban pasok atau domestic market obligation (DMO).
DMO merupakan kewajiban produsen batu bara domestik untuk memasok produksi batu bara bagi kebutuhan dalam negeri. Kewajiban DMO diatur sebesar 25% dengan patokan harga USD70 dolar per metrik ton.
Isu pembelian batu bara PLTU PLN mengikuti harga pasar diperkuat oleh rencana pemerintah membentuk badan layanan umum (BLU). Lembaga ini disebut-sebut akan memberikan subsidi kepada PLN.
Bila PLN membeli batu bara berdasarkan harga pasar saat ini yakni USD62 per ton untuk kalori 4.700, maka perseroan akan menerima subsidi dari BLU untuk menutupi selisih harga pasar dengan harga acuan senilai USD70 per ton.
Hanya saja, Pahala menyebut skema BLU hingga saat ini masih dibahas oleh kementerian teknis. Dengan kata lain, belum ada formula resmi terkait BLU itu sendiri. "BLU-nya saat ini belum ditentukan seperti apa, nanti tentunya antara kementerian teknis akan bicarakan," ucapnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pembelian batu bara di harga pasar oleh PLN akan berdampak pada kenaikan biaya pokok produksi. Jika itu terjadi, tarif dasar listrik di masyarakat bakal ikut naik.
"Memang ini serba salah. Kalau bicara pasokan batu bara, ini sangat dibutuhkan apalagi hampir 65% pembangkit kita adalah PLTU. Dibutuhkan pasukan batu bara yang cukup besar. Di sisi lain, disparitas harga antara DMO dengan harga pasar saat ini sangat jauh sekali," tuturnya dalam Market Review IDX Channel.
(ind)
tulis komentar anda