Ekonom: Industri Sawit Tahan Banting di Tengah Pandemi Covid-19
Jum'at, 12 Juni 2020 - 09:01 WIB
JAKARTA - Di tengah banyaknya industri yang terpuruk akibat dampak pandemi corona (Covid-19) , ternyata masih ada sejumlah industri di Tanah Air yang tahan banting. Salah satunya adalah industri kelapa sawit . Selain produknya dibutuhkan masyarakat, program B30 telah menyelamatkan industri ini.
Meski mengalami sejumlah kendala, industri sawit tetap bisa beroperasi cukup baik hingga saat ini. “Selama pandemi hingga sekarang ini, kegiatan produksi on farm dan off farm berjalan normal. Ada pengaruhnya iya, tapi tidak signifikan,” kata ekonom Fadhil Hasan dalam zoom webinar bertema “Komoditas Sawit, Melangkah dengan Komitmen Berkelanjutan” pada Rabu (10/6/2020).
Fadhil Hasan, mengakui industri kelapa sawit memang mengalami pelambatan. Namun, fenomena tersebut bukan semata karena ada pandemi Covid-19. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sehingga perkembangan industri sawit yang hingga kini belum berjalan baik.
Pertama, kekeringan yang cukup lama pada 2019 akibat fenomena el nino berpengaruh pada rendahnya kualitas buat sawit. “Panen akhirnya kurang baik sehingga mengurangi produktifitas sawit,” jelas Fadhil yang juga Direktur Corporate Affairs Asian Agri. (Baca: Moratorium Tak Bertaji, Lahan Sawit Terus Bertumbuh Tiap Tahun)
Faktor kedua, menurut Fadhil Hasan, harga komoditas sawit yang masih rendah pada 2019. Akibat rendahnya harga, para petani atau perusahaan melakukan berbagai efisiensi. Salah satunya dengan mengurangi pemupukan sekitar 30% sampai 40%.
Langkah ini akhirnya berdampak pada produktifitas hasil panen sawit. “Bagi perusahaan langkah efisiensi tersebut dilakukan dalam rangka menjaga cash flow agar tetap bisa beroperasi,” jelasnya.
Kegiatan produksi dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat, pergerakan tenaga kerja juga dibatasi. Dua faktor di atas, menurut Fadhil Hasan, membuat industri sawit mengalami pelambatan.
Sejak pandemi Covid-19, produksi sawit tidak terganggu. Mengapa? Alasannya, industri minyak sawit di Indonesia termasuk dalam kategori ‘essential economic activities’. Sehingga meski dalam masa pandemi, masih terus dibutuhkan masyarakat. Fenomena ini berbeda dengan Malaysia yang industri sawitnya terdampak Covid-19. (Baca juga: Indonesia Harus Serius Jaga Pasar Minyak Sawit di Asia Selatan)
Selain produksi berjalan relatif normal, ekspor sawit ke sejumlah pasar tradisional juga berjalan cukup baik. Fadhil mengakui terjadi penurunan permintaan sawit di beberapa negara, yakni China, India dan Pakistan.
Meski mengalami sejumlah kendala, industri sawit tetap bisa beroperasi cukup baik hingga saat ini. “Selama pandemi hingga sekarang ini, kegiatan produksi on farm dan off farm berjalan normal. Ada pengaruhnya iya, tapi tidak signifikan,” kata ekonom Fadhil Hasan dalam zoom webinar bertema “Komoditas Sawit, Melangkah dengan Komitmen Berkelanjutan” pada Rabu (10/6/2020).
Fadhil Hasan, mengakui industri kelapa sawit memang mengalami pelambatan. Namun, fenomena tersebut bukan semata karena ada pandemi Covid-19. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sehingga perkembangan industri sawit yang hingga kini belum berjalan baik.
Pertama, kekeringan yang cukup lama pada 2019 akibat fenomena el nino berpengaruh pada rendahnya kualitas buat sawit. “Panen akhirnya kurang baik sehingga mengurangi produktifitas sawit,” jelas Fadhil yang juga Direktur Corporate Affairs Asian Agri. (Baca: Moratorium Tak Bertaji, Lahan Sawit Terus Bertumbuh Tiap Tahun)
Faktor kedua, menurut Fadhil Hasan, harga komoditas sawit yang masih rendah pada 2019. Akibat rendahnya harga, para petani atau perusahaan melakukan berbagai efisiensi. Salah satunya dengan mengurangi pemupukan sekitar 30% sampai 40%.
Langkah ini akhirnya berdampak pada produktifitas hasil panen sawit. “Bagi perusahaan langkah efisiensi tersebut dilakukan dalam rangka menjaga cash flow agar tetap bisa beroperasi,” jelasnya.
Kegiatan produksi dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat, pergerakan tenaga kerja juga dibatasi. Dua faktor di atas, menurut Fadhil Hasan, membuat industri sawit mengalami pelambatan.
Sejak pandemi Covid-19, produksi sawit tidak terganggu. Mengapa? Alasannya, industri minyak sawit di Indonesia termasuk dalam kategori ‘essential economic activities’. Sehingga meski dalam masa pandemi, masih terus dibutuhkan masyarakat. Fenomena ini berbeda dengan Malaysia yang industri sawitnya terdampak Covid-19. (Baca juga: Indonesia Harus Serius Jaga Pasar Minyak Sawit di Asia Selatan)
Selain produksi berjalan relatif normal, ekspor sawit ke sejumlah pasar tradisional juga berjalan cukup baik. Fadhil mengakui terjadi penurunan permintaan sawit di beberapa negara, yakni China, India dan Pakistan.
tulis komentar anda