Bahlil Beberkan Penyebab Investor Enggan Datang ke Tanah Air
Jum'at, 12 Juni 2020 - 20:21 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan beberapa alasan yang membuat investor asing mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal, kekayaan alam dan sumber daya manusia sangat besar jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Berdasarkan kajian BKPM, harga tanah di Indonesia paling mahal dibandingkan dari negara ASEAN lainnya seperti Vietnam dan Malaysia. Harga tanah di Indonesia per meternya bisa mencapai Rp3 juta lebih. Sedangkan di Vietnam dan Malaysia masing-masing hanya Rp1,27 juta dan Rp1,41 juta saja.
"Jadi kenapa investor memilih Vietnam, karena lebih murah. Jika beli tanah disana hanya Rp1 jutaan saja, tapi biasanya tanah disiapkan oleh pemerintah Vietnam. Sehingga investor hanya menyewa saja," kata Bahlil dalam Konferensi Pers via daring, Jumat (12/6/2020). Baca Juga : BKPM : Selama Pandemi Perizinan Usaha Capai 4.000-5.000 per Hari
Untuk mengatasi hal tersebut, Bahlil mengklaim bahwa pihaknya telah menyiapkan lahan untuk kawasan industri. Setidaknya ada dua daerah yang akan dijadikan kawasan industri yaitu Brebes, Jawa tengah dan Batam, Kepulauan Riau.
Selain tanah, mahalnya upah tenaga kerja menjadi salah satu faktor yang membuat investor 'enggan' datang ke Indonesia. Data BKPM menyebutkan rata-rata upah minimum tenaga kerja di Indonesia per bulan sebesar Rp3,93 juta. Sedangkan Malaysia Rp3,83 juta, Thailand Rp3,19 juta, dan Vietnam Rp2,64 juta.
Sementara, rata-rata tingkat kenaikan upah tenaga kerja di Indonesia mencapai 8,7% per tahun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding Filipina 5,07% per tahun, Malaysia 4,88% per tahun, Vietnam 3,64% per tahun, dan Thailand 1,8% per tahun. "Kedua hal tersebutlah yang membuat investor lebih memilih negara ASEAN lainnya, dibandingkan dengan Indonesia," terangnya.
Terakhir, terkait izin investasi yang ada di Indonesia. Di negara ASEAN lainnya, izin investasi sudah satu pintu. Sedangkan di Indonesia memliki banyak pintu.
"Kalau kata mereka (investor) datang ke Indonesia itu ada 10 pintu. Tapi saya yakinkan kita sekarang sudah satu pintu. Semoga ini berjalan dengan baik," pungkasnya.
Berdasarkan kajian BKPM, harga tanah di Indonesia paling mahal dibandingkan dari negara ASEAN lainnya seperti Vietnam dan Malaysia. Harga tanah di Indonesia per meternya bisa mencapai Rp3 juta lebih. Sedangkan di Vietnam dan Malaysia masing-masing hanya Rp1,27 juta dan Rp1,41 juta saja.
"Jadi kenapa investor memilih Vietnam, karena lebih murah. Jika beli tanah disana hanya Rp1 jutaan saja, tapi biasanya tanah disiapkan oleh pemerintah Vietnam. Sehingga investor hanya menyewa saja," kata Bahlil dalam Konferensi Pers via daring, Jumat (12/6/2020). Baca Juga : BKPM : Selama Pandemi Perizinan Usaha Capai 4.000-5.000 per Hari
Untuk mengatasi hal tersebut, Bahlil mengklaim bahwa pihaknya telah menyiapkan lahan untuk kawasan industri. Setidaknya ada dua daerah yang akan dijadikan kawasan industri yaitu Brebes, Jawa tengah dan Batam, Kepulauan Riau.
Selain tanah, mahalnya upah tenaga kerja menjadi salah satu faktor yang membuat investor 'enggan' datang ke Indonesia. Data BKPM menyebutkan rata-rata upah minimum tenaga kerja di Indonesia per bulan sebesar Rp3,93 juta. Sedangkan Malaysia Rp3,83 juta, Thailand Rp3,19 juta, dan Vietnam Rp2,64 juta.
Sementara, rata-rata tingkat kenaikan upah tenaga kerja di Indonesia mencapai 8,7% per tahun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding Filipina 5,07% per tahun, Malaysia 4,88% per tahun, Vietnam 3,64% per tahun, dan Thailand 1,8% per tahun. "Kedua hal tersebutlah yang membuat investor lebih memilih negara ASEAN lainnya, dibandingkan dengan Indonesia," terangnya.
Terakhir, terkait izin investasi yang ada di Indonesia. Di negara ASEAN lainnya, izin investasi sudah satu pintu. Sedangkan di Indonesia memliki banyak pintu.
"Kalau kata mereka (investor) datang ke Indonesia itu ada 10 pintu. Tapi saya yakinkan kita sekarang sudah satu pintu. Semoga ini berjalan dengan baik," pungkasnya.
(ind)
tulis komentar anda