Ide Besar Bangun Ibu Kota Negara Baru Perlu Narasi Utuh
Sabtu, 19 Februari 2022 - 02:21 WIB
Andrinof mengatakan, kota-kota besar di Pulau Jawa pada umumnya adalah kota yang kualitasnya tak bertambah karena kepadatan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun. Tekanan jumlah penduduk itu, yang kemudian melahirkan problem ekologi dan pangan di Pulau Jawa.
"Tak hanya itu, ketimpangan antara pulau Jawa dan luar Jawa pun 'beranak-pinak'. Konsekuensinya, pertumbuhan kemiskinan di luar Jawa, khususnya Indonesia Tengah dan Timur meningkat. Ketimpangan Sumber Daya Manusia juga meninggi, akibat ketimpangan sentra-sentra pendidikan unggul, yang menumpuk di Jawa," papar Andrinof.
Solusi dari semua itu, menurut Andrinof, adalah melakukan transformasi dari pola pembangunan kolonial yang mengandalkan 'magnet' tunggal di DKI Jakarta maupun Jawa, ke model pembangunan merata ke wilayah tengah Indonesia.
"Jadi 'magnet' tunggal itu harus 'dipecah', dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu," kata Andrinof.
"IKN di Kalimantan Timur ini akan menjadi perwujudan dari keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya bagi daerah-daerah di luar Jawa seperti Indonesia Timur dan Tengah, yang selama ini menjadi korban ketimpangan," sambung Inisiator Visi Indonesia 2033 ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan dengan ditandatanganinya Undang-undang Ibu Kota Negara oleh Presiden Jokowi, maka bangsa ini akan menorehkan sejarah baru dalam peradabannya.
Sejarah baru itu adalah pindahnya ibu kota negara dari Jakarta di Pulau Jawa, ke dua Kabupaten di Kalimantan. Tentu, ujar Hery, dalam mengkreasikan sejarah baru itu ada pro-kontra yang mengiringinya.
"Dan pro kontra itu lumrah dalam negara demokrasi. Dengan catatan, mengungkapkan pendapat itu harus dilakukan secara elegan," pungkas Hery.
"Tak hanya itu, ketimpangan antara pulau Jawa dan luar Jawa pun 'beranak-pinak'. Konsekuensinya, pertumbuhan kemiskinan di luar Jawa, khususnya Indonesia Tengah dan Timur meningkat. Ketimpangan Sumber Daya Manusia juga meninggi, akibat ketimpangan sentra-sentra pendidikan unggul, yang menumpuk di Jawa," papar Andrinof.
Solusi dari semua itu, menurut Andrinof, adalah melakukan transformasi dari pola pembangunan kolonial yang mengandalkan 'magnet' tunggal di DKI Jakarta maupun Jawa, ke model pembangunan merata ke wilayah tengah Indonesia.
"Jadi 'magnet' tunggal itu harus 'dipecah', dan pemindahan IKN ini adalah upaya untuk memecahkan magnet tunggal itu," kata Andrinof.
"IKN di Kalimantan Timur ini akan menjadi perwujudan dari keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya bagi daerah-daerah di luar Jawa seperti Indonesia Timur dan Tengah, yang selama ini menjadi korban ketimpangan," sambung Inisiator Visi Indonesia 2033 ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan dengan ditandatanganinya Undang-undang Ibu Kota Negara oleh Presiden Jokowi, maka bangsa ini akan menorehkan sejarah baru dalam peradabannya.
Sejarah baru itu adalah pindahnya ibu kota negara dari Jakarta di Pulau Jawa, ke dua Kabupaten di Kalimantan. Tentu, ujar Hery, dalam mengkreasikan sejarah baru itu ada pro-kontra yang mengiringinya.
"Dan pro kontra itu lumrah dalam negara demokrasi. Dengan catatan, mengungkapkan pendapat itu harus dilakukan secara elegan," pungkas Hery.
(akr)
tulis komentar anda