BUMN dan Pemerintah Adalah Sisi Mata Uang yang Tidak Bisa Dipisahkan
Senin, 15 Juni 2020 - 19:40 WIB
Sebagaimana sebuah sistem, tentu perlu upaya perbaikan dalam rangka merespon situasi atau melakukan antisipasi masa depan. Perlu kita pahami bahwa, perbaikan sebuah sistem bukanlah hasil akhir dari kesempurnaan sistem itu sendiri. Karena dalam epistemologi pengelolaan pemerintahan tidak dikenal sebuah sistem yang paling sempurna, maka begitu wajar jika sistem terus melakukan perbaikan-perbaikan. Begitupun halnya terhadap sistem pengelolaan BUMN di Indonesia.
Jika kita mundur lima tahun kebelakang jaman Ibu Rini Soemarno, dan dilakukan komparasi dengan Menteri Erick Thohir hari ini. Secara objektif kita bisa melihat keunggulan masing-masing menteri dalam mendorong BUMN menuju pasar ekonomi global internasional. Lebih-lebih kepemimpinan Menteri Erick baru berjalan satu tahun, barangkali belum ada evaluasi objektif yang bisa kita lakukan. Selain merespon kebijakan jangka pendek yang telah diputuskan.
Isu injeksi dana sebesar Rp152 triliun kepada BUMN adalah salah satu yang menjadi polemik pembicaraan publik hari ini. Terlepas dari pro dan kontra terkait dari jumlah injeksi dana yang diberikan pemerintah kepada BUMN, saya hendak mengajak untuk berfikir logis dan realistis.
BUMN dan Pemerintah adalah sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Sejauh upaya injeksi yang dilakukan adalah dalam rangka memperkuat BUMN dalam menghadapai isu persaingan global. Maka tidak ada alasan untuk menolak, bahkan upaya itu adalah amanat UUD dalam rangka melakukan penyelamatan ekonomi nasional.
Hanya saja, kita perlu berdiskusi panjang soal mekanisme transparansi pembiayaan. Agar sejumlah dana yang akan dicairkan bisa tepat sasaran, memenuhi transparansi publik dan yang terpenting tidak dijakdikan bancakan korupsi dikalangan pejabat yang terkait.
Saya rasa BUMN telah menetapkan klasifikasi pencairan dana dengan tiga skema pembayaran. Pertama, Penyertaan Modal Negara (PMN) upaya ini dilakukan dalam rangka memberikan stimulus dana segar kepada BUMN yang terdampak langsung oleh situasi pandemik dan resesi ekonomi global. Skema ini tidak menyalahi aturan karena berdasarkan PP No. 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan PT.
Kedua, Dana Talangan Investasi. Upaya ini sangat lazim dilakukan pemerintah kepada BUMN, BUMD ataupun BumDes. Mengingat keringnya ekosistem investasi nasional maupun global, maka dana talangan investasi adalah stimulus jangka pendek agar aktivitas bisnis bisa berlangsung. Secara perlahan mulai melihat peluang potensial baru.
Ketiga, Pembayaran Kompensasi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi negara kepada usaha atau kerja keras BUMN yang berhasil meningkatkan nilai ekonomi negara. Pembayaran kompensasi biasa dilakukan oleh negara untuk menjaga semangat korps BUMN dalam menjalankan aktivitas ekonominya.
Probitas BUMN
Kompetensi kapasitas, profesionalitas dan integritas adalah kunci utama dalam suksesnya pengelolaan sebuah organisasi usaha. Dalam hal ini BUMN juga pasti mengacu pada tataran nilai itu secara universal. Banyak hal yang mengejutkan publik atas pilihan orang-orang yang dipercaya oleh Menteri BUMN dalam memajukan badan usaha negara.
Jika kita mundur lima tahun kebelakang jaman Ibu Rini Soemarno, dan dilakukan komparasi dengan Menteri Erick Thohir hari ini. Secara objektif kita bisa melihat keunggulan masing-masing menteri dalam mendorong BUMN menuju pasar ekonomi global internasional. Lebih-lebih kepemimpinan Menteri Erick baru berjalan satu tahun, barangkali belum ada evaluasi objektif yang bisa kita lakukan. Selain merespon kebijakan jangka pendek yang telah diputuskan.
Isu injeksi dana sebesar Rp152 triliun kepada BUMN adalah salah satu yang menjadi polemik pembicaraan publik hari ini. Terlepas dari pro dan kontra terkait dari jumlah injeksi dana yang diberikan pemerintah kepada BUMN, saya hendak mengajak untuk berfikir logis dan realistis.
BUMN dan Pemerintah adalah sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Sejauh upaya injeksi yang dilakukan adalah dalam rangka memperkuat BUMN dalam menghadapai isu persaingan global. Maka tidak ada alasan untuk menolak, bahkan upaya itu adalah amanat UUD dalam rangka melakukan penyelamatan ekonomi nasional.
Hanya saja, kita perlu berdiskusi panjang soal mekanisme transparansi pembiayaan. Agar sejumlah dana yang akan dicairkan bisa tepat sasaran, memenuhi transparansi publik dan yang terpenting tidak dijakdikan bancakan korupsi dikalangan pejabat yang terkait.
Saya rasa BUMN telah menetapkan klasifikasi pencairan dana dengan tiga skema pembayaran. Pertama, Penyertaan Modal Negara (PMN) upaya ini dilakukan dalam rangka memberikan stimulus dana segar kepada BUMN yang terdampak langsung oleh situasi pandemik dan resesi ekonomi global. Skema ini tidak menyalahi aturan karena berdasarkan PP No. 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan PT.
Kedua, Dana Talangan Investasi. Upaya ini sangat lazim dilakukan pemerintah kepada BUMN, BUMD ataupun BumDes. Mengingat keringnya ekosistem investasi nasional maupun global, maka dana talangan investasi adalah stimulus jangka pendek agar aktivitas bisnis bisa berlangsung. Secara perlahan mulai melihat peluang potensial baru.
Ketiga, Pembayaran Kompensasi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi negara kepada usaha atau kerja keras BUMN yang berhasil meningkatkan nilai ekonomi negara. Pembayaran kompensasi biasa dilakukan oleh negara untuk menjaga semangat korps BUMN dalam menjalankan aktivitas ekonominya.
Probitas BUMN
Kompetensi kapasitas, profesionalitas dan integritas adalah kunci utama dalam suksesnya pengelolaan sebuah organisasi usaha. Dalam hal ini BUMN juga pasti mengacu pada tataran nilai itu secara universal. Banyak hal yang mengejutkan publik atas pilihan orang-orang yang dipercaya oleh Menteri BUMN dalam memajukan badan usaha negara.
tulis komentar anda