Ekonom Prediksi BI Pangkas Suku Bunga ke Level 4,25%
Rabu, 17 Juni 2020 - 19:03 WIB
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25bps ke level 4,25% dengan mempertimbangkan beberapa indikator makro ekonomi.
Hal ini dikarenakan tekanan inflasi, khususnya inflasi dari sisi permintaan yang cenderung rendah mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat yang menurun tajam.
"Data-data lainnya yang turut mendukung lemahnya konsumsi rumah tangga adalah penurunan tajam dari indeks kepercayaan konsumen, penjualan eceran, nilai tukar petani, penjualan otomotif yang mengindikasikan konsumsi masyarakat berpotensi mengalami kontraksi," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Dia melanjutkan, faktor lainnya yakni perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek ini yang cenderung stabil ditunjukkan dengan volatilitas nilai tukar rupiah secara rata-rata menurun yang terindikasi dari one-month implied volatility yang menurun menjadi 13% sepanjang bulan Juni ini dari bulan Maret yang lalu sebelumnya sempat meningkat ke kisaran 33%.
"Penurunan volatilitas rupiah tersebut sejalan dengan penurunan volatilitas di pasar keuangan global sehingga arus modal asing terindikasi sudah kembali masuk ke pasar keuangan domestik terutama di pasar SBN sehingga mendukung penguatan nilai tukar rupiah sekitar 16% dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2020 meskipun nilai tukar rupiah masih mengalami pelemahan sekitar 1,6% year to date," paparnya.
Dia menuturkan, kontraksi impor pada kuartal II tahun 2020 mengindikasikan potensi perlambatan ekonomi pada periode tersebut. Impor barang konsumsi tercatat terkontraksi -28,7% year on year (yoy).
Sedangkan impor bahan baku dan barang modal tercatat masing-masing -30,6% yoy dan -28,4% yoy, mengindikasikan aktivitas operasional sisi produksi serta aktivitas investasi yang juga mengalami perlambatan yang signifikan.
"Kombinasi dari penurunan konsumsi rumah tangga dan investasi tersebut mengindikasikan pelemahan aktivitas perekonomian yang signifikan pada kuartal II tahun 2020 ini sehingga diperlukan kebijakan moneter yang akomodatif sebagai lanjutan dari pelonggaran kebijakan moneter sebelumnya," katanya.
Sambung dia, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang lebih rendah dari perkiraan BI dan Pemerintah sehingga mendorong BI untuk memanfaatkan ruang penurunan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini. Pasalnya, dampak Covid-19 yang cukup signifikan pada kuartal I/2020 mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II dan III juga masih berpotensi tertekan. (Baca : Ruang Penurunan Suku Bunga Acuan Masih Terbuka )
Hal ini dikarenakan tekanan inflasi, khususnya inflasi dari sisi permintaan yang cenderung rendah mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat yang menurun tajam.
"Data-data lainnya yang turut mendukung lemahnya konsumsi rumah tangga adalah penurunan tajam dari indeks kepercayaan konsumen, penjualan eceran, nilai tukar petani, penjualan otomotif yang mengindikasikan konsumsi masyarakat berpotensi mengalami kontraksi," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Dia melanjutkan, faktor lainnya yakni perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek ini yang cenderung stabil ditunjukkan dengan volatilitas nilai tukar rupiah secara rata-rata menurun yang terindikasi dari one-month implied volatility yang menurun menjadi 13% sepanjang bulan Juni ini dari bulan Maret yang lalu sebelumnya sempat meningkat ke kisaran 33%.
"Penurunan volatilitas rupiah tersebut sejalan dengan penurunan volatilitas di pasar keuangan global sehingga arus modal asing terindikasi sudah kembali masuk ke pasar keuangan domestik terutama di pasar SBN sehingga mendukung penguatan nilai tukar rupiah sekitar 16% dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2020 meskipun nilai tukar rupiah masih mengalami pelemahan sekitar 1,6% year to date," paparnya.
Dia menuturkan, kontraksi impor pada kuartal II tahun 2020 mengindikasikan potensi perlambatan ekonomi pada periode tersebut. Impor barang konsumsi tercatat terkontraksi -28,7% year on year (yoy).
Sedangkan impor bahan baku dan barang modal tercatat masing-masing -30,6% yoy dan -28,4% yoy, mengindikasikan aktivitas operasional sisi produksi serta aktivitas investasi yang juga mengalami perlambatan yang signifikan.
"Kombinasi dari penurunan konsumsi rumah tangga dan investasi tersebut mengindikasikan pelemahan aktivitas perekonomian yang signifikan pada kuartal II tahun 2020 ini sehingga diperlukan kebijakan moneter yang akomodatif sebagai lanjutan dari pelonggaran kebijakan moneter sebelumnya," katanya.
Sambung dia, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang lebih rendah dari perkiraan BI dan Pemerintah sehingga mendorong BI untuk memanfaatkan ruang penurunan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur bulan ini. Pasalnya, dampak Covid-19 yang cukup signifikan pada kuartal I/2020 mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II dan III juga masih berpotensi tertekan. (Baca : Ruang Penurunan Suku Bunga Acuan Masih Terbuka )
tulis komentar anda