Menggenjot Investasi Pascapandemi
Kamis, 07 April 2022 - 09:58 WIB
JAKARTA - Investasi menjadi salah satu kunci penting dalam upaya pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 . Bahkan investasi diharapkan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Presiden Joko Widodo telah menyetujui target investasi di rentang Rp1.800 sampai Rp1.900 triliun pada 2023. Angka ini naik dibandingkan target tahun 2022 yang sebesar Rp1.200 triliun. Tentu, besaran target ini cukup besar mengingat di tahun lalu, realisasi investasi masih sebesar Rp901,2 triliun.
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir daya tarik investasi di Indonesia relatif kurang atraktif dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam. Banyak peluang dan komitmen investasi dari berbagai negara besar yang lewat begitu saja hanya karena berbagai persoalan di lapangan yang menganjal realisasi investasi. Pelaku usaha menilai faktor utama yang membuat investor enggan menanamkan investasi di Indonesia adalah masih kurangnya kepastian hukum dari pemerintah.
Berdasarkan data Bank Dunia, semasa perang dagang Amerika Serikat-China pada 2019 silam, tercatat sebanyak23 industri dari Negeri Panda yang direlokasi ke Vietnam, sementara 10 sisanya terpecah masuk di negara ASEAN lain. Seperti Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Kamboja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, kepastian hukum menjadi sangat penting dalam menarik investor investor asing untuk menanam modal. Pasalnya, kepastian hukum dapat meyakinkan dan menjamin keberlangsungan usaha para investor di Indonesia.
"Permasalahannya, mengapa investor enggak mau masuk ke Indonesia? Karena masih kurangnya kepastian hukum yang menjamin keberlangsungan bisnis mereka,"jelasnya.
Sebelumnya, kata dia, para investor telah dijanjikan akan mendapat insentif jika menanamkan investasi di Indonesia. Namun, dalam implementasinya selama beberapa waktu 5 sampai 6 tahun tersebut, investor kerap mendapatkan masalah dengan kepastian hukum. Masalahnya berkaitan dengan insentif yang diberikan pemerintah. "Sekali dikasih insentif, insentif, 5 sampai 6 tahun lanjutnya enggak dikasih insentif lagi,"ungkapnya.
Tidak hanya kurangnya dari segi kepastian hukum, ia pun menambahkan Indonesia masih memiliki biaya produksi yang besar. Hal itu diakibatkan oleh rendahnya produktivitas tenaga keja di Indonesia. Dari 180 juta tenaga kerja Indonesia, hanya 80% itu status pendidikan akhirnya SD dan SMP.
Presiden Joko Widodo telah menyetujui target investasi di rentang Rp1.800 sampai Rp1.900 triliun pada 2023. Angka ini naik dibandingkan target tahun 2022 yang sebesar Rp1.200 triliun. Tentu, besaran target ini cukup besar mengingat di tahun lalu, realisasi investasi masih sebesar Rp901,2 triliun.
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir daya tarik investasi di Indonesia relatif kurang atraktif dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam. Banyak peluang dan komitmen investasi dari berbagai negara besar yang lewat begitu saja hanya karena berbagai persoalan di lapangan yang menganjal realisasi investasi. Pelaku usaha menilai faktor utama yang membuat investor enggan menanamkan investasi di Indonesia adalah masih kurangnya kepastian hukum dari pemerintah.
Berdasarkan data Bank Dunia, semasa perang dagang Amerika Serikat-China pada 2019 silam, tercatat sebanyak23 industri dari Negeri Panda yang direlokasi ke Vietnam, sementara 10 sisanya terpecah masuk di negara ASEAN lain. Seperti Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Kamboja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, kepastian hukum menjadi sangat penting dalam menarik investor investor asing untuk menanam modal. Pasalnya, kepastian hukum dapat meyakinkan dan menjamin keberlangsungan usaha para investor di Indonesia.
"Permasalahannya, mengapa investor enggak mau masuk ke Indonesia? Karena masih kurangnya kepastian hukum yang menjamin keberlangsungan bisnis mereka,"jelasnya.
Sebelumnya, kata dia, para investor telah dijanjikan akan mendapat insentif jika menanamkan investasi di Indonesia. Namun, dalam implementasinya selama beberapa waktu 5 sampai 6 tahun tersebut, investor kerap mendapatkan masalah dengan kepastian hukum. Masalahnya berkaitan dengan insentif yang diberikan pemerintah. "Sekali dikasih insentif, insentif, 5 sampai 6 tahun lanjutnya enggak dikasih insentif lagi,"ungkapnya.
Tidak hanya kurangnya dari segi kepastian hukum, ia pun menambahkan Indonesia masih memiliki biaya produksi yang besar. Hal itu diakibatkan oleh rendahnya produktivitas tenaga keja di Indonesia. Dari 180 juta tenaga kerja Indonesia, hanya 80% itu status pendidikan akhirnya SD dan SMP.
Lihat Juga :
tulis komentar anda