Serikat Pekerja Pertamina Tolak Rencana Subholding Migas

Minggu, 21 Juni 2020 - 15:44 WIB
Serikat Pekerja Pertamina Unit Pemasaran III (SPP UPms III) menolak pembentukan holding dan subholding migas serta privatisasi subholding melalui IPO. Foto/Dok
JAKARTA - Pekerja PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) III yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina Unit Pemasaran III (SPP UPms III) yang merupakan salah satu konstituen dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyatakan menolak pembentukan holding dan subholding migas serta privatisasi subholding melalui IPO.

Ketua Umum Serikat Pekerja Upms III Aryo Wibowo Hendra Putro menerangkan, penolakan tersebut bukan tanpa alasan. "Kami menolak karena dapat mereduksi kewenangan negara atas BUMN dan berpotensi menjadi legitimasi denasionalisasi, penjualan, dan penghilangan BUMN," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Selain itu, Ia juga menuntut agar Keputusan Menteri BUMN No. SK-198/mbu/06/2020 segera dicabut. Pihaknya menilai, pembentukan holding dan Subholding Migas dan rencana IPO pada Subholding Migas bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 terutama ayat 2 dan 3 serta tidak sejalan dengan UU No.19 Tahun 2003. Di mana Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas dilarang untuk diprivatisasi.



( )

Kemudian lanjut Aryo, FSPPB dan konstituennya tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan terkait perubahan organisasi ini, yang mana tidak sesuai dengan PKB Periode 2019-2021 Bab I Pasal 7 (8) “Dalam hal Perusahaan melakukan perbuatan hukum berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan sebagaimana dimaksud UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas wajib memperhatikan kepentingan Pekerja yang dalam hal ini diwakili oleh FSPPB”.

Pembentukan Holding dan Subholding Migas juga dinilai sebagai akal-akalan agar bisa melakukan IPO pada kegiatan Pertamina yang tidak mungkin dilakukan pada induk usaha PT Pertamina (Persero).

"Maka, dipecahlah bisnis-bisnis utama Pertamina menjadi sub holding agar bisa dijual, dan sangat berpotensi dimiliki oleh asing. Apabila ini terjadi pada sektor energi, maka sudah sangat jelas mengebiri kedaulatan energi Indonesia," tuturnya.

Aryo juga menilai bahwa pembentukan holding dan subholding migas bukannya bertujuan untuk efisiensi bahkan menambah beban biaya dengan banyaknya direksi dan komisaris pada perusahaan Subholding dan sub-sub holdingnya. Termasuk setiap transaksi antar perusahaan akan dikenai pajak yang mengakibatkan biaya tinggi dan berujung naiknya harga jual dipasaran.

Pemisahaan unit bisnis dari hulu ke hilir menjadi perusahaan yang terpisah-pisah akan membentuk silo-silo yang semakin menyulitkan koordinasi operasional antar unit dan membuat benturan kepentingan bisnis antar Subholding. Karena masing-masing memiliki KPI dan target profit yang harus tercapai.

Dia mengatakan, komposisi direksi PT Pertamina (Persero) yang di dalamnya hanya terdapat Direktur Utama, Direktur SDM, Direktur Keuangan, Direktur Penunjang Bisnis, Direktur Logistik & Infrastruktur serta Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Bisnis. Sementara tidak ada Direktur Hulu, Direktur Pengolahan ataupun Direktorat Pemasaran yang merupakan inti bisnis Pertamina.

"Dengan demikian Direksi Holding Pertamina bisa diisi dengan orang yang tidak paham bisnis migas, sehingga keputusan-keputusannya justru bisa membahayakan perusahaan," imbuhnya.
(akr)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More