Guru Besar IPB: Riset Aksi Holosentrik Solusi untuk Pembangunan Pertanian Indonesia
Jum'at, 20 Mei 2022 - 14:22 WIB
“Pada pendekatan ini penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimiawi sintitek menjadi satu hal penting. Pendekatan ini secara nyata memiliki kelemahan dan memunculkan situasi gagal dengan terjadinya ledakan hama wereng coklat dan penggerek batang putih,” tutur pria kelahiran Tulungagung, 65 tahun silam ini.
Dalam penerapan riset aksi Holosentrik, Hermanu menjelaskan peneliti tidak lagi mengambil jarak dengan petani, melainkan bersama petani untuk melakukan kajian. Di sinilah, kata dia, membuka ruang dan kesempatan kepada semua pihak untuk berkontribusi dalam upaya penyelesaian masalah secara konstruktif.
“Riset aksi Holosentrik dalam pengelolaan hama memungkinkan peneliti dan petani menciptakan inovasi baru dari proses belajar bersama. Hal ini berbeda dengan pendekatan teknosentrik yang menempatkan petani sebagai pengguna dari teknologi yang dirancang oleh sumber pakar. Di sini, kontribusi peneliti dalam pendekatan holosentrik adalah keterlibatan secara kolaboratif untuk menghasilkan solusi secara langsung tanpa menunggu publikasi ilmiah,” ujarnya.
(Baca juga:Ini Keunggulan Fakultas Peternakan IPB University)
Hermanu juga menjelaskan salah satu implementasi dan instrumen dari pendekatan riset aksi holosentrik ini adalah laboratorium lapang. Laboratorium lapang ini, kata dia, menjadi media tumbuh dan berkembang terhadap proses pembelajaran manusia dengan rasionalitas komunikatif.
“Pada laboratorium lapang ini terlihat bahwa komunikasi menjadi lebih efektif. Antara peneliti dan petani tidak ada lagi jarak sebagaimana pada model teknosentrik,” ujarnya.
Dalam penelitian yang dikembangkannya, Hermanu melihat hamparan sawah tidak hanya dipandang secara fisik tetapi juga ‘soft side of land’. Ia melihat adanya potensi tersembunyi dari pengalaman dan kearifan petani, keanekaragaman biologi dengan berbagai tingkatan dan fungsinya.
“Selama saya melakukan penelitian ini, interaksi unsur-unsur sistem lingkungan dan sistem sosial dengan nyata mempengaruhi dan menentukan hasil panen, bahkan interaksi berbagai pemangku kepentingan ini juga menentukan. Hal ini ditunjukkan dalam pendayagunaan musuh alami, lampu perangkap hama, pengumpulan kelompok telur yang melibatkan aparat desa hingga anak-anak sekolah yang menekan serangan penggerek padi,” jelas ayah dua anak ini.
Laboratorium lapangan yang didirikan di Desa Panyingkiran, Kabupaten Karawang, menjadi salah satu penanda penelitian dengan pendekatan holosentrik yang telah dilakukan oleh Hermanu bersama para peneliti lainnya. Selain itu, Safari Gotong Royong yang pernah dilakukan pada 2007 dengan menjangkau 24 kabupaten di Pulau Jawa menjadi wujud nyata dari pengembangan melalui pendekatan riset aksi holosentrik ini.
“Kegiatan Safari Gotong Royong ini menjadi bentuk lain dari laboratorium lapangan. Semangat yang dibangun dalam safari gotong royong adalah mengajak bersama-sama mengembangkan pertanian rasional, memadukan pengalaman petani dengan pengetahuan peneliti dan mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam penerapannya,” kata Hermanu.
Dalam penerapan riset aksi Holosentrik, Hermanu menjelaskan peneliti tidak lagi mengambil jarak dengan petani, melainkan bersama petani untuk melakukan kajian. Di sinilah, kata dia, membuka ruang dan kesempatan kepada semua pihak untuk berkontribusi dalam upaya penyelesaian masalah secara konstruktif.
“Riset aksi Holosentrik dalam pengelolaan hama memungkinkan peneliti dan petani menciptakan inovasi baru dari proses belajar bersama. Hal ini berbeda dengan pendekatan teknosentrik yang menempatkan petani sebagai pengguna dari teknologi yang dirancang oleh sumber pakar. Di sini, kontribusi peneliti dalam pendekatan holosentrik adalah keterlibatan secara kolaboratif untuk menghasilkan solusi secara langsung tanpa menunggu publikasi ilmiah,” ujarnya.
(Baca juga:Ini Keunggulan Fakultas Peternakan IPB University)
Hermanu juga menjelaskan salah satu implementasi dan instrumen dari pendekatan riset aksi holosentrik ini adalah laboratorium lapang. Laboratorium lapang ini, kata dia, menjadi media tumbuh dan berkembang terhadap proses pembelajaran manusia dengan rasionalitas komunikatif.
“Pada laboratorium lapang ini terlihat bahwa komunikasi menjadi lebih efektif. Antara peneliti dan petani tidak ada lagi jarak sebagaimana pada model teknosentrik,” ujarnya.
Dalam penelitian yang dikembangkannya, Hermanu melihat hamparan sawah tidak hanya dipandang secara fisik tetapi juga ‘soft side of land’. Ia melihat adanya potensi tersembunyi dari pengalaman dan kearifan petani, keanekaragaman biologi dengan berbagai tingkatan dan fungsinya.
“Selama saya melakukan penelitian ini, interaksi unsur-unsur sistem lingkungan dan sistem sosial dengan nyata mempengaruhi dan menentukan hasil panen, bahkan interaksi berbagai pemangku kepentingan ini juga menentukan. Hal ini ditunjukkan dalam pendayagunaan musuh alami, lampu perangkap hama, pengumpulan kelompok telur yang melibatkan aparat desa hingga anak-anak sekolah yang menekan serangan penggerek padi,” jelas ayah dua anak ini.
Laboratorium lapangan yang didirikan di Desa Panyingkiran, Kabupaten Karawang, menjadi salah satu penanda penelitian dengan pendekatan holosentrik yang telah dilakukan oleh Hermanu bersama para peneliti lainnya. Selain itu, Safari Gotong Royong yang pernah dilakukan pada 2007 dengan menjangkau 24 kabupaten di Pulau Jawa menjadi wujud nyata dari pengembangan melalui pendekatan riset aksi holosentrik ini.
“Kegiatan Safari Gotong Royong ini menjadi bentuk lain dari laboratorium lapangan. Semangat yang dibangun dalam safari gotong royong adalah mengajak bersama-sama mengembangkan pertanian rasional, memadukan pengalaman petani dengan pengetahuan peneliti dan mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam penerapannya,” kata Hermanu.
tulis komentar anda