Sebut Kenaikan Tiket Masuk Borobudur Tak Masuk Akal, Pengamat: Rp750.000 Dapat Layanan Apa?
Senin, 06 Juni 2022 - 12:48 WIB
JAKARTA - Rencana kenaikan harga tiket masuk ke kawasan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, menjadi Rp750.000 dari sebelumnya Rp50.000 masih menuai pro-kontra.
Seperti diketahui, wacana tersebut disampaikan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini.
Pengamat pariwisata Azril Azahari menilai, kebijakan kenaikan harga tiket masuk hingga pembatasan jumlah pengunjung Borobudur 1.200 orang per hari tersebut tidak masuk akal dan tidak punya dasar kajian ilmiah yang autentik.
“Pertama, membatasi pengunjung ke Borobodur, pertanyaannya kenapa 1.200? apakah sudah ada risetnya atau tidak? mungkin kurang dari itu. Detail atau hasil risetnya tidak ada yang dinyatakan oleh pak Menko Luhut,” kata Azril saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (6/6/2022).
Kemudian terkait kenaikan harga tiket masuk bagi turis lokal juga menurutnya tidak tepat. Azril pun mempertanyakan apakah dengan tarif yang mahal tersebut akan sebanding dengan layanan yang didapatkan pengunjung.
“Sekarang bayarnya mahal Rp750.000, memang kelestarian budaya. Tapi itu sangat tidak tepat, dari Rp50.000 ke Rp750,000 itu layanan yang diterima oleh pengunjung apa saja?” tukasnya.
Azril menyontohkan saat dirinya mengunjungi piramida di Mesir, ada sejumlah tontonan yang disuguhkan ke penonton. “Dulu saya ke Mesir masuk piramida itu ada pertunjukan ada yang bisa saya tonton, ada kualitas,” tambahnya.
Jika alasan kenaikan tarif untuk konservasi, lanjut Azril, itu tak dibenarkan karena selama ini sudah ada alokasi biaya konservasi dan ditangani pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Dananya itu sudah cukup besar. Ada BUMN Taman Wisata Candi (TWC) yang mengurusi taman wisata candi Borobudur maupun Prambanan, lalu juga Badan Otorita Pariwisata. Jadi, sebenarnya itu sudah diurusi,” tukasnya.
Azril pun kembali mempertanyakan apakah kenaikan tarif tersebut akan diimbangi dengan peningkatan layanan. “Sekarang apa yang didapat kalau misal bayar Rp750.000? Sebanding apa tidak? Jadi, ini juga masih belum masuk akal. Kalau dengan harga yang lama cukup, kenapa harus dinaikkan? Kalau pembatasan kan bisa dibatasi lewat online, bukan masalah uangnya, kalo sebanding ya oke,” tutup Azril.
Seperti diketahui, wacana tersebut disampaikan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini.
Pengamat pariwisata Azril Azahari menilai, kebijakan kenaikan harga tiket masuk hingga pembatasan jumlah pengunjung Borobudur 1.200 orang per hari tersebut tidak masuk akal dan tidak punya dasar kajian ilmiah yang autentik.
“Pertama, membatasi pengunjung ke Borobodur, pertanyaannya kenapa 1.200? apakah sudah ada risetnya atau tidak? mungkin kurang dari itu. Detail atau hasil risetnya tidak ada yang dinyatakan oleh pak Menko Luhut,” kata Azril saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (6/6/2022).
Kemudian terkait kenaikan harga tiket masuk bagi turis lokal juga menurutnya tidak tepat. Azril pun mempertanyakan apakah dengan tarif yang mahal tersebut akan sebanding dengan layanan yang didapatkan pengunjung.
“Sekarang bayarnya mahal Rp750.000, memang kelestarian budaya. Tapi itu sangat tidak tepat, dari Rp50.000 ke Rp750,000 itu layanan yang diterima oleh pengunjung apa saja?” tukasnya.
Azril menyontohkan saat dirinya mengunjungi piramida di Mesir, ada sejumlah tontonan yang disuguhkan ke penonton. “Dulu saya ke Mesir masuk piramida itu ada pertunjukan ada yang bisa saya tonton, ada kualitas,” tambahnya.
Jika alasan kenaikan tarif untuk konservasi, lanjut Azril, itu tak dibenarkan karena selama ini sudah ada alokasi biaya konservasi dan ditangani pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Dananya itu sudah cukup besar. Ada BUMN Taman Wisata Candi (TWC) yang mengurusi taman wisata candi Borobudur maupun Prambanan, lalu juga Badan Otorita Pariwisata. Jadi, sebenarnya itu sudah diurusi,” tukasnya.
Azril pun kembali mempertanyakan apakah kenaikan tarif tersebut akan diimbangi dengan peningkatan layanan. “Sekarang apa yang didapat kalau misal bayar Rp750.000? Sebanding apa tidak? Jadi, ini juga masih belum masuk akal. Kalau dengan harga yang lama cukup, kenapa harus dinaikkan? Kalau pembatasan kan bisa dibatasi lewat online, bukan masalah uangnya, kalo sebanding ya oke,” tutup Azril.
(ind)
tulis komentar anda