Kembali Temukan Cadangan Baru Batu Bara, Total Cadangan IATA Jadi 253,42 juta MT

Rabu, 06 Juli 2022 - 13:31 WIB
Cadangan batu bara IATA bertambah 52,1 juta MT menjadi 253,42 juta MT. Foto/Dok. SINDOnews
JAKARTA - PT MNC Energy Investments Tbk ( IATA ) melalui PT Bhakti Coal Resources (BCR), kembali menemukan cadangan batu bara sebesar 52,1 juta MT. Dengan demikian, total cadangan IATA meningkat menjadi 253,42 juta MT dari sebelumnya 201,32 juta MT.

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengapresiasi pencapaian positif ini. “Per 1 Juli 2022, total cadangan batu bara mencapai 253,42 juta MT. Congrats, tim IATA!,” ujar Hary, Rabu (6/7/2022).

Menurut Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI), PT Arthaco Prima Energy (APE), salah satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang baru saja diakuisisi oleh IATA, menemukan tambahan cadangan 52,1 juta MT dengan GAR 2.500-3.250 kg/kkal di Program pengeboran APE Tahap 1, 2, dan 3 pada area seluas 1.720 ha.



APE diharapkan menghasilkan net present value (NPV) sebesar USD452,3 juta, dengan internal rate of return (IRR) 60,3%, break-even point (BEP) 6,92 juta MT, dan payback period 1,98 tahun, berdasarkan harga rata-rata batu bara HBA dari tahun 2021 hingga Juni 2022.



Bahkan dengan cadangan dan sumber daya batu bara baru, APE belum mencapai 11,5% dari total area yang dapat ditambang. Pemboran APE Tahap 4 dijadwalkan akan selesai pada akhir kuartal ini.

APE mengoperasikan IUP yang ditargetkan mulai berproduksi tahun ini dan menempati lahan seluas 15.000 Ha di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Lokasi penambangan APE hanya berjarak 12,5 km dari sungai dan sekitar 108 km ke area transhipment di pelabuhan Tanjung Buyut.

Kegiatan pengeboran masih dilakukan secara bertahap dan cadangan terbukti akan terus bertambah jika hasil eksplorasi menunjukkan temuan batu bara baru. IATA memperkirakan cadangan batu bara untuk semua IUP setidaknya 600 juta MT.

Efek berkepanjangan yang timbul dari konflik Rusia-Ukraina yang berkelanjutan, mengakibatkan keadaan ekonomi yang semakin tertekan, sebagian besar negara terpaksa membayar harga tinggi sumber daya energi alam karena tidak ada alternatif lain yang efisien dan mudah diakses dianggap sebagai prioritas utama.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More