BPH Migas Godok Aturan Soal Kriteria Kendaraan yang Boleh Konsumsi Pertalite
Senin, 11 Juli 2022 - 15:35 WIB
JAKARTA - Pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual eceran Bahan Bakar Minyak ( BBM ). Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi ( BPH Migas ), Erika Retnowati mengatakan, bahwa kebijakan ini mengatur pembatasan penerima BBM subsidi, dan penugasan agar jenis Solar subsidi dan Pertalite lebih tepat sasaran.
"Revisi Perpres 191/2014 akan memuat aturan teknis terbaru terkait ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Dimana di beleid saat ini Pertalite belum ada aturannya. Sehingga dengan revisi Perpres ini penyalurannya akan lebih tepat sasaran," kata Erika dalam keterangan tertulis, Senin (11/7/2022).
Erika menuturkan, aturan saat ini untuk solar subsidi berdasarkan volume untuk transportasi darat, kendaraan pribadi pelat hitam 60 liter per hari, angkutan umum orang per barang roda 4 sebanyak 80 liter per hari.
Sementara angkutan umum per orang roda 6 sebanyak 200 liter per hari. Sedangkan yang dikecualikan untuk kendaraan pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam.
“Setelah revisi Perpres keluar, BPH Migas akan menerbitkan regulasi pengendalian pembelian Bahan Bakar Minyak Subsidi jenis Solar dan Pertalite yang akan mengatur secara teknis di lapangan. Untuk masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah dipastikan tidak akan menerima BBM Bersubsidi, mobil mewah yang punya orang mampu pasti tidak layak mendapatkan subsidi,” tuturnya.
Selain merevisi aturan, BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran BBM Subsidi, yakni dengan memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum. Lalu, melakukan sosialisasi dengan penyalur yang belum memahami ketentuan, dan menekankan sanksi yang tegas, termasuk mendorong penggunaan IT dalam pengawasan.
“Ke depannya kita memang memerlukan teknologi informasi untuk mengatur BBM subsidi agar tepat sasaran dan mencegah penyelewengan distribusi di lapangan, sehingga perlu menggunakan pencatatan elektronik yang dapat mengidentifikasi penggunaan dan penyalurannya di titik serah penyalur (ujung nozzle) oleh Badan Usaha,” ujar Erika.
"Revisi Perpres 191/2014 akan memuat aturan teknis terbaru terkait ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Dimana di beleid saat ini Pertalite belum ada aturannya. Sehingga dengan revisi Perpres ini penyalurannya akan lebih tepat sasaran," kata Erika dalam keterangan tertulis, Senin (11/7/2022).
Erika menuturkan, aturan saat ini untuk solar subsidi berdasarkan volume untuk transportasi darat, kendaraan pribadi pelat hitam 60 liter per hari, angkutan umum orang per barang roda 4 sebanyak 80 liter per hari.
Sementara angkutan umum per orang roda 6 sebanyak 200 liter per hari. Sedangkan yang dikecualikan untuk kendaraan pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam.
“Setelah revisi Perpres keluar, BPH Migas akan menerbitkan regulasi pengendalian pembelian Bahan Bakar Minyak Subsidi jenis Solar dan Pertalite yang akan mengatur secara teknis di lapangan. Untuk masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah dipastikan tidak akan menerima BBM Bersubsidi, mobil mewah yang punya orang mampu pasti tidak layak mendapatkan subsidi,” tuturnya.
Selain merevisi aturan, BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran BBM Subsidi, yakni dengan memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum. Lalu, melakukan sosialisasi dengan penyalur yang belum memahami ketentuan, dan menekankan sanksi yang tegas, termasuk mendorong penggunaan IT dalam pengawasan.
“Ke depannya kita memang memerlukan teknologi informasi untuk mengatur BBM subsidi agar tepat sasaran dan mencegah penyelewengan distribusi di lapangan, sehingga perlu menggunakan pencatatan elektronik yang dapat mengidentifikasi penggunaan dan penyalurannya di titik serah penyalur (ujung nozzle) oleh Badan Usaha,” ujar Erika.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda