Pembelian Pertalite dengan Aplikasi agar Kuota BBM Subsidi Tak Jebol

Selasa, 02 Agustus 2022 - 14:34 WIB
Aplikasi MyPertamina merupakan upaya maksimal menjaga kuota BBM subsidi. Foto/Dok
JAKARTA - Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan prediksi habisnya kuota BBM bersubsidi , terutama pada Pertalite , memang wajar terjadi. Peningkatan konsumsi Pertalite tahun ini makin meningkat seiring dengan hilangnya Premium dari pasaran.



Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah 28-30 juta kiloliter (kl). Menurut dia, konsumsi Pertalie sebelum adanya program penghapusan Premium sudah mencapai 22 juta kl dan konsumsi Premium status terakhir sekitar 6-8 juta kl.

"Jadi wajar kalo 23 juta kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran," kata Komaidi di Jakarta, Selasa (2/8/2022).



Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjut Komaidi, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM. Namun itu tentu tidak mudah lantaran masih harus dibicarakan lagi dengan berbagai pihak, terutama parlemen.

"Kalau tidak mau ada pengaturan sederhana pemerintah tambah kuota. Sebagai pemerintah saya kira kondisinya tidak mudah," kata Komaidi.

Komaidi menuturkan, langkah yang dilakukan Pertamina dengan menerapkan pembelian Pertalite dengan aplikasi, secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta kl tidak terlampaui.

"Tentu itu sulit untuk dilakukan karena kuota normalnya perlu kisaran 28-30 juta kl per tahun. Maka bolanya ada pada pemerintah," kata dia.

Komaidi menilai, rencana untuk melakukan pembatasan pembeli Pertalite maupun solar melalui revisi perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.



"Tentu kalau efektif 100 persen sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM subsidi). Namun ini sifatnya upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja. Memang idealnya subsidinya langsung, bukan ke barang. Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada," ujarnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More