Dihantam Corona, Pendapatan KAI Anjlok dari Rp23 Miliar Jadi Rp300 Juta/Hari
Selasa, 30 Juni 2020 - 14:33 WIB
JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI memaparkan, pendapatan perseroan anjlok sangat dalam akibat terdampak pandemi corona atau Covid-19. Pasalnya penerapan PSBB sebagai upaya meredam penyebaran corona telah membuat penyedia jasa angkutan berbasis rel tersebut tidak bisa beroperasi secara optimal.
Terbatasnya operasional seluruh angkutan kereta selama pandemi hingga saat ini, berdampak besar terhadap pemasukan perusahaan. Direktur Utama PT KAI (Persero) Didie Hartantyo mengatakan, dalam sehari perseroan hanya meraup 10% saja dari pendapatan rata-rata harian sebelum adanya covid-19. Padahal biasanya, dalam satu hari perseroan bisa meraup sekitar Rp23 miliar dalam situasi normal.
"Sekarang sangat minim operasi. Kalu kita lihat persentasenya, kami hanya 7%. Jadi dalam kondisi normal kami tiap hari angkutan penumpang bisa mendapatkan sekitar Rp 23 miliar dalam satu hari. Sekarang ini hanya sekitar Rp 300an juta atau Rp 400 juta," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapta dengan Komisi VI, Selasa (30/6/2020).
( )
Menurut Didiek, untuk saat ini Kereta Rel Listrik (KRL) dan kereta api lokal masih menjadi kontribusi terbesar bagi pendapatan perseroan. Sedangkan, kereta jarak jauh masih minim kontribusi mengingat operasionalnya masih dibatasi.
Sambung dia menerangkan, dampak pandemi COVID-19 terhadap bisnis KAI mulai terasa sejak pertengahan Maret. Kala itu pihaknya hanya bisa mengoperasikan kereta komuter dan lokal. "Ini sudah dilakukan sesuai stress test. Yang kita operasikan commuter dan lokal," jelas Didiek.
( )
Ditambah lagi, minat masyarakat untuk bepergian dengan menggunakan Kereta Api juga sangat minim. Sebab, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi masyrakat untuk bisa menggunakan angkuta kereta jarak jauh.
Misalnya saja Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) untuk masyrakat yang hendak keluar masuk Jabodetabek. Lalu ada juga persyaratan hasil rapid tes untuk memastikan masyarakat benar-benar bebas dari covid-19. "KA jarak jauh penumpang dengan rapid test SIKM, belum menimbulkan minat untuk berpergian. Kalau ada orang tua sakit, meninggal jadi mereka baru lakukan perjalanan," tandasnya.
Untuk itu dia berharap utang dari pemerintah kepada KAI bisa segera dibayar. Pihaknya mencatat utang pemerintah yang belum dibayar ke BUMN tersebut mencapai Rp 257,87 miliar. Utang tersebut merupakan kekurangan pembayaran pemerintah terhadap kewajiban pelayanan publik (PSO) alias subsidi tiket tahun 2015, 2016 dan 2019.
Terbatasnya operasional seluruh angkutan kereta selama pandemi hingga saat ini, berdampak besar terhadap pemasukan perusahaan. Direktur Utama PT KAI (Persero) Didie Hartantyo mengatakan, dalam sehari perseroan hanya meraup 10% saja dari pendapatan rata-rata harian sebelum adanya covid-19. Padahal biasanya, dalam satu hari perseroan bisa meraup sekitar Rp23 miliar dalam situasi normal.
"Sekarang sangat minim operasi. Kalu kita lihat persentasenya, kami hanya 7%. Jadi dalam kondisi normal kami tiap hari angkutan penumpang bisa mendapatkan sekitar Rp 23 miliar dalam satu hari. Sekarang ini hanya sekitar Rp 300an juta atau Rp 400 juta," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapta dengan Komisi VI, Selasa (30/6/2020).
( )
Menurut Didiek, untuk saat ini Kereta Rel Listrik (KRL) dan kereta api lokal masih menjadi kontribusi terbesar bagi pendapatan perseroan. Sedangkan, kereta jarak jauh masih minim kontribusi mengingat operasionalnya masih dibatasi.
Sambung dia menerangkan, dampak pandemi COVID-19 terhadap bisnis KAI mulai terasa sejak pertengahan Maret. Kala itu pihaknya hanya bisa mengoperasikan kereta komuter dan lokal. "Ini sudah dilakukan sesuai stress test. Yang kita operasikan commuter dan lokal," jelas Didiek.
( )
Ditambah lagi, minat masyarakat untuk bepergian dengan menggunakan Kereta Api juga sangat minim. Sebab, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi masyrakat untuk bisa menggunakan angkuta kereta jarak jauh.
Misalnya saja Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) untuk masyrakat yang hendak keluar masuk Jabodetabek. Lalu ada juga persyaratan hasil rapid tes untuk memastikan masyarakat benar-benar bebas dari covid-19. "KA jarak jauh penumpang dengan rapid test SIKM, belum menimbulkan minat untuk berpergian. Kalau ada orang tua sakit, meninggal jadi mereka baru lakukan perjalanan," tandasnya.
Untuk itu dia berharap utang dari pemerintah kepada KAI bisa segera dibayar. Pihaknya mencatat utang pemerintah yang belum dibayar ke BUMN tersebut mencapai Rp 257,87 miliar. Utang tersebut merupakan kekurangan pembayaran pemerintah terhadap kewajiban pelayanan publik (PSO) alias subsidi tiket tahun 2015, 2016 dan 2019.
(akr)
tulis komentar anda