Industri Penerbangan Tanah Air Diprediksi Pulih Tahun 2022
Rabu, 01 Juli 2020 - 14:13 WIB
JAKARTA - Pandemi COVID-19 menghancurkan sejumlah sektor perekonomian, termasuk Industri penerbangan Tanah Air mengalami penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis, yang menggerus pendapatan maskapai.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, para analis industri penerbangan sepakat recovery akan kembali di akhir tahun 2022. Ini menjadi tantangan besar bagi industri penerbangan agar melakukan penyesuaian.
"Jadi kita harus bertahan 2,5 tahun lagi sampai situasinya membalik seperti sebelum COVID-19 . Ini tantangan yang paling besar bagaimana proses recovery bisa begitu cepat. Saya pikir tidak ada satupun industri maskapai yang mampu bertahan di kondisi seperti ini karena begitu banyak maskapai yang mengalami kebangkrutan," ujarnya pada webinar Indonesia Brand Forum 2020 di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Irfan melanjutkan, penurunan jumlah penumpang Garuda Indonesia sudah dirasakan sejak kasus pertama positif Covid-19 diumumkan. Penurunan jumlah penumpang terjadi hingga di angka lebih dari 90%.
"Penurunannya bukan landai tetapi drastis langsung ke bawah. Itu membuat kita kejang-kejang ketika melihat angka-angka. Ketika tadinya harus melihat pesawat terbang, semua orang pada cancel," ungkapnya.
Dia menuturkan, larangan mudik Lebaran 2020 hingga pembatalan ibadah haji tahun ini juga menambah beban perusahaan. Padahal mudik lebaran dan ibadah haji menjadi peak season bagi perusahaan untuk mendulang pendapatan.
"Kita kena impact yang sangat signifikan. Biasanya bisa mengumpulkan pendapatan di atas USD200 juta dari Haji, ini imbasnya menakjubkan," imbuhnya.
Di sisi lain, masih ada ongkos produksi dan biaya perawatan pesawat yang harus ditanggung perusahaan. Sebanyak 70% pesawat dikandangkan selama pandemi COVID-19.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, para analis industri penerbangan sepakat recovery akan kembali di akhir tahun 2022. Ini menjadi tantangan besar bagi industri penerbangan agar melakukan penyesuaian.
"Jadi kita harus bertahan 2,5 tahun lagi sampai situasinya membalik seperti sebelum COVID-19 . Ini tantangan yang paling besar bagaimana proses recovery bisa begitu cepat. Saya pikir tidak ada satupun industri maskapai yang mampu bertahan di kondisi seperti ini karena begitu banyak maskapai yang mengalami kebangkrutan," ujarnya pada webinar Indonesia Brand Forum 2020 di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Irfan melanjutkan, penurunan jumlah penumpang Garuda Indonesia sudah dirasakan sejak kasus pertama positif Covid-19 diumumkan. Penurunan jumlah penumpang terjadi hingga di angka lebih dari 90%.
"Penurunannya bukan landai tetapi drastis langsung ke bawah. Itu membuat kita kejang-kejang ketika melihat angka-angka. Ketika tadinya harus melihat pesawat terbang, semua orang pada cancel," ungkapnya.
Dia menuturkan, larangan mudik Lebaran 2020 hingga pembatalan ibadah haji tahun ini juga menambah beban perusahaan. Padahal mudik lebaran dan ibadah haji menjadi peak season bagi perusahaan untuk mendulang pendapatan.
"Kita kena impact yang sangat signifikan. Biasanya bisa mengumpulkan pendapatan di atas USD200 juta dari Haji, ini imbasnya menakjubkan," imbuhnya.
Di sisi lain, masih ada ongkos produksi dan biaya perawatan pesawat yang harus ditanggung perusahaan. Sebanyak 70% pesawat dikandangkan selama pandemi COVID-19.
Lihat Juga :
tulis komentar anda