Harga BBM Naik, MTI: Saatnya Genjot Penggunaan Bahan Bakar Non-Fosil
Kamis, 08 September 2022 - 21:16 WIB
JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak ( BBM ) dinilai menjadi momen bagi pemerintah untuk meningkatkan penggunaanbahan bakar non-fosil, salah satunya untuk sektor transportasi . Penguatan penggunaan bahan bakar non-fosil diharapkan dapat menekan subsidi energi, sekaligus mengurangi impor BBM.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S Dillon mengatakan, saat ini sudah banyak negara yang memfokuskan penggunaan transportasi non-BBM untuk menekan biaya, sekaligus mengurangi emisi. Salah satunya adalah Prancis, yang bahkan telah menjadi negara pertama yang melarang iklan BBM fosil. Karena itu, Harya mendorong pemerintah memperkuat komitmen untuk mengurangi penggunaan BBM.
"Harus dimulai dengan kemauan politik yang kuat, misalnya mendeklarasikan bahwa angkutan umum di Indonesia akan 100% menggunakan kendaraan non-BMM pada tahun 2030. Kemarin Sekretariat Negara mengumumkan penggunaan kendaraan non-BBM untuk operasional di 5 Istana Negara. Itu layak diapresiasi, namun dampaknya tidak akan signifikan kalau tidak diikuti dengan angkutan umum," ujarnya, Kamis (8/9/2022).
Menurut Harya, sebagai tahapan awal, transportasi umum bisa melakukan migrasi ke bahan bakar gas (BBG) berjenis compressed natural gas (CNG). Investasi penggunaan BBG untuk perusahaan transportasi umum menurutnya masih lebih murah ketimbang menggunakan kendaraan dengan sumber energi non-fosil lainnya yaitu kendaraan listrik. "Itu karena investasinya hanya di conventer CNG," jelasnya.
Dia mencontohkan upaya yang dilakukan PT Blue Bird Tbk. Perusahaan transportasi tersebut saat ini sudah memiliki armada berbasis BBG sebanyak 2.300 unit atau 22% dari seluruh armada yang dimilikinya. Jumlah itu rencananya akan terus ditambah hingga 5.000 unit.
Wakil Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono sebelumnya mengatakan, Blue Bird menggenjot penggunaan kendaraan BBG lantaran lebih murah dibandingkan dengan kendaraan listrik. Investasi pengadaan mobil listrik biayanya empat kali lipat dari mobil konvensional. Itu sebabnya, armada listrik Blue Bird saat ini jumlahnya baru sekitar 60 unit.
Dari penggunaan kendaraan non-BBM, Andre mengakui pihaknya dapat menekan biaya energi cukup besar. "Melalui penerapan armada BBG, Blue Bird berhasil menekan beban energi hingga 40%," ujarnya kepada media belum lama ini.
Di saat yang bersamaan, emisi yang dikeluarkan BBG juga lebih rendah dibandingkan BBM. Harya mengatakan, untuk mendorong lebih banyak transportasi umum menggunakan BBG, pemerintah harus mulai menambah jaringan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) untuk memudahkan pengisian dan memotivasi migrasi ke BBG.
"Kita lihat dari pengalaman TransJakarta. Banyak waktu kendaraan habis mengantre di SPBG sehingga kinerja operasional angkutan menjadi tidak optimal," ungkapnya.
Untuk menekan biaya energi, Harya juga menyarankan agar pemerintah memfokuskan sumber daya gas alam digunakan untuk kebutuhan industri dan sumber energi pembangkit listrik. "Lalu listriknya dapat digunakan untuk kendaraan," tandasnya.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S Dillon mengatakan, saat ini sudah banyak negara yang memfokuskan penggunaan transportasi non-BBM untuk menekan biaya, sekaligus mengurangi emisi. Salah satunya adalah Prancis, yang bahkan telah menjadi negara pertama yang melarang iklan BBM fosil. Karena itu, Harya mendorong pemerintah memperkuat komitmen untuk mengurangi penggunaan BBM.
"Harus dimulai dengan kemauan politik yang kuat, misalnya mendeklarasikan bahwa angkutan umum di Indonesia akan 100% menggunakan kendaraan non-BMM pada tahun 2030. Kemarin Sekretariat Negara mengumumkan penggunaan kendaraan non-BBM untuk operasional di 5 Istana Negara. Itu layak diapresiasi, namun dampaknya tidak akan signifikan kalau tidak diikuti dengan angkutan umum," ujarnya, Kamis (8/9/2022).
Menurut Harya, sebagai tahapan awal, transportasi umum bisa melakukan migrasi ke bahan bakar gas (BBG) berjenis compressed natural gas (CNG). Investasi penggunaan BBG untuk perusahaan transportasi umum menurutnya masih lebih murah ketimbang menggunakan kendaraan dengan sumber energi non-fosil lainnya yaitu kendaraan listrik. "Itu karena investasinya hanya di conventer CNG," jelasnya.
Dia mencontohkan upaya yang dilakukan PT Blue Bird Tbk. Perusahaan transportasi tersebut saat ini sudah memiliki armada berbasis BBG sebanyak 2.300 unit atau 22% dari seluruh armada yang dimilikinya. Jumlah itu rencananya akan terus ditambah hingga 5.000 unit.
Wakil Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono sebelumnya mengatakan, Blue Bird menggenjot penggunaan kendaraan BBG lantaran lebih murah dibandingkan dengan kendaraan listrik. Investasi pengadaan mobil listrik biayanya empat kali lipat dari mobil konvensional. Itu sebabnya, armada listrik Blue Bird saat ini jumlahnya baru sekitar 60 unit.
Dari penggunaan kendaraan non-BBM, Andre mengakui pihaknya dapat menekan biaya energi cukup besar. "Melalui penerapan armada BBG, Blue Bird berhasil menekan beban energi hingga 40%," ujarnya kepada media belum lama ini.
Di saat yang bersamaan, emisi yang dikeluarkan BBG juga lebih rendah dibandingkan BBM. Harya mengatakan, untuk mendorong lebih banyak transportasi umum menggunakan BBG, pemerintah harus mulai menambah jaringan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) untuk memudahkan pengisian dan memotivasi migrasi ke BBG.
"Kita lihat dari pengalaman TransJakarta. Banyak waktu kendaraan habis mengantre di SPBG sehingga kinerja operasional angkutan menjadi tidak optimal," ungkapnya.
Untuk menekan biaya energi, Harya juga menyarankan agar pemerintah memfokuskan sumber daya gas alam digunakan untuk kebutuhan industri dan sumber energi pembangkit listrik. "Lalu listriknya dapat digunakan untuk kendaraan," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda