Perpres Tarif EBT Terbit Pekan Ini, Panas Bumi Tak Lagi Dipatok ke BPP
Rabu, 14 September 2022 - 13:06 WIB
JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tarif listrik energi baru terbarukan ( EBT ) yang dinantikan banyak pihak akhirnya akan segera terbit dalam waktu dekat. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Dadan Kusdiana menjanjikan Perpres EBT bisa terbit pekan ini.
Menurut dia presiden sudah menandatangani Perpres tersebut dan tinggal proses formalitas akhir saja sebelum resmi diterbitkan. "Minggu ini terbit, saya bisa jamin. Tanda tangan sudah, tinggal formalitasnya,” kata Dadan saat konferensi pers "The 8th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition 2022" di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Dadan mengatakan, salah satu aturan harga paling krusial adalah tentang panas bumi. Dia meyakini dengan beleid terbaru ini panas bumi khususnya di Pulau Jawa mendapatkan kesempatan lebih besar untuk bisa dikembangkan. "Ini secara khusus panas bumi dapat manfaatnya, terutama proyek panas bumi di Jawa. Ini dikasih ceiling price, keekonomiannya bisa masuk," jelas Dadan.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Harris Yahya mengatakan, jika pada aturan harga sebelumnya untuk Pulau Jawa harga jual listrik panas bumi dipatok tidak boleh lebih tinggi dari biaya pokok produksi (BPP) listrik sekitar, maka kini ada perubahan. Pasalnya, kondisi itu tentu merugikan bagi pelaku usaha panas bumi karena harus bersaing dengan pembangkit berbahan bakar batu bara yang memiliki BPP listrik sangat murah.
"Harga panas bumi di Jawa dihargai 100% BPP. Nah tadi disebutkan karena ini banyak batu bara, BPP-nya rendah. Kalau didasarkan pada itu berarti panas buminya kan harus seperti itu (ikut rendah), tapi dengan perpres baru ini tidak didasarkan pada itu, tapi kepada kapasitas, jadi nilai terbesar USD9,7 sen per kWh untuk kapasitas sampai dengan 5MW jadi nanti makin besar kapasitas makin turun harganya. Jadi ceiling price, USD9,7 sen itu ceiling price harga patokan tertinggi, nanti ada negosiasi di situ dengan PLN," papar Harris.
Menurut dia nilai USD9,7 sen bukanlah harga final karena di situ juga ada faktor pengali. Untuk Pulau Jawa dikalikan 1. Faktor pengali ini pun berbeda di masing-masing wilayah. Sumatera misalnya faktor pengalinya adalah 1,1. "Jadi masih dikali 1,1 sebagai ceiling-nya," ujar Harris.
Harris optimistis aturan baru harga listrik EBT ini khususnya untuk panas bumi bisa kembali menggairahkan iklim investasi. Salah satu alasan utamanya adalah aturan ini memberikan kepastian harga yang selama ini dikeluhkan pelaku usaha.
"Kami sangat optimis dengan mekanisme harga di perpres satu karena itu jaminan harga sudah jelas dengan perpres itu lebih terjamin stabilitasnya," tandasnya.
Menurut dia presiden sudah menandatangani Perpres tersebut dan tinggal proses formalitas akhir saja sebelum resmi diterbitkan. "Minggu ini terbit, saya bisa jamin. Tanda tangan sudah, tinggal formalitasnya,” kata Dadan saat konferensi pers "The 8th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition 2022" di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Dadan mengatakan, salah satu aturan harga paling krusial adalah tentang panas bumi. Dia meyakini dengan beleid terbaru ini panas bumi khususnya di Pulau Jawa mendapatkan kesempatan lebih besar untuk bisa dikembangkan. "Ini secara khusus panas bumi dapat manfaatnya, terutama proyek panas bumi di Jawa. Ini dikasih ceiling price, keekonomiannya bisa masuk," jelas Dadan.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Harris Yahya mengatakan, jika pada aturan harga sebelumnya untuk Pulau Jawa harga jual listrik panas bumi dipatok tidak boleh lebih tinggi dari biaya pokok produksi (BPP) listrik sekitar, maka kini ada perubahan. Pasalnya, kondisi itu tentu merugikan bagi pelaku usaha panas bumi karena harus bersaing dengan pembangkit berbahan bakar batu bara yang memiliki BPP listrik sangat murah.
"Harga panas bumi di Jawa dihargai 100% BPP. Nah tadi disebutkan karena ini banyak batu bara, BPP-nya rendah. Kalau didasarkan pada itu berarti panas buminya kan harus seperti itu (ikut rendah), tapi dengan perpres baru ini tidak didasarkan pada itu, tapi kepada kapasitas, jadi nilai terbesar USD9,7 sen per kWh untuk kapasitas sampai dengan 5MW jadi nanti makin besar kapasitas makin turun harganya. Jadi ceiling price, USD9,7 sen itu ceiling price harga patokan tertinggi, nanti ada negosiasi di situ dengan PLN," papar Harris.
Menurut dia nilai USD9,7 sen bukanlah harga final karena di situ juga ada faktor pengali. Untuk Pulau Jawa dikalikan 1. Faktor pengali ini pun berbeda di masing-masing wilayah. Sumatera misalnya faktor pengalinya adalah 1,1. "Jadi masih dikali 1,1 sebagai ceiling-nya," ujar Harris.
Harris optimistis aturan baru harga listrik EBT ini khususnya untuk panas bumi bisa kembali menggairahkan iklim investasi. Salah satu alasan utamanya adalah aturan ini memberikan kepastian harga yang selama ini dikeluhkan pelaku usaha.
"Kami sangat optimis dengan mekanisme harga di perpres satu karena itu jaminan harga sudah jelas dengan perpres itu lebih terjamin stabilitasnya," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda