India Larang Ekspor Beras, Filipina dan Indonesia Bisa Terpukul
Senin, 19 September 2022 - 14:39 WIB
Menurut Nomura, Filipina yang mengimpor lebih dari 20% kebutuhan konsumsi berasnya, adalah negara di Asia yang paling berisiko terhadap harga yang lebih tinggi. Inflasi Filipina berada pada 6,3% pada bulan Agustus, di atas kisaran target bank sentral 2% hingga 4%. Mengingat hal itu, larangan ekspor India akan menjadi pukulan tambahan bagi negara itu.
Larangan ekspor beras India juga akan merugikan Indonesia. Indonesia kemungkinan akan menjadi negara kedua yang paling terkena dampak di Asia. Nomura melaporkan bahwa Indonesia mengandalkan impor untuk 2,1% dari kebutuhan konsumsi berasnya. Selain itu, nasi membentuk sekitar 15% dari keranjang CPI makanannya.
Sementara, Singapura yang mengimpor semua berasnya, dengan 28,07% di antaranya berasal dari India pada 2021, diyakini tidak rentan seperti Filipina dan Indonesia. Penyebabnya, pangsa beras di keranjang CPI Singapura cukup kecil.
Konsumen di Singapura cenderung menghabiskan sebagian besar dari pengeluaran mereka untuk layanan, yang biasanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi. Sebaliknya, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah cenderung menghabiskan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan.
"Kerentanan perlu dilihat dari perspektif dampak pengeluaran bagi konsumen dan seberapa tergantung negara pada bahan makanan impor," kata Varma.
Di sisi lain, beberapa negara diperkirakan memperoleh untung dari langkah India tersebut. Thailand dan Vietnam sebagai pengekspor beras terbesar kedua dan ketiga di dunia, akan menjadi alternatif yang paling mungkin bagi negara-negara yang ingin mengisi kesenjangan.
Total produksi beras Vietnam adalah sekitar 44 juta ton pada tahun 2021. Sementara, data Statista menunjukkan Thailand memproduksi 21,4 juta ton beras pada 2021, meningkat 2,18 juta ton dari tahun sebelumnya.
Dengan peningkatan ekspor, dan larangan India yang memberikan tekanan pada harga beras, nilai ekspor beras secara keseluruhan akan meningkat dan kedua negara ini akan diuntungkan. "Siapa pun yang saat ini mengimpor dari India akan mencari untuk mengimpor lebih banyak dari Thailand dan Vietnam," kata Varma.
Larangan ekspor beras India juga akan merugikan Indonesia. Indonesia kemungkinan akan menjadi negara kedua yang paling terkena dampak di Asia. Nomura melaporkan bahwa Indonesia mengandalkan impor untuk 2,1% dari kebutuhan konsumsi berasnya. Selain itu, nasi membentuk sekitar 15% dari keranjang CPI makanannya.
Sementara, Singapura yang mengimpor semua berasnya, dengan 28,07% di antaranya berasal dari India pada 2021, diyakini tidak rentan seperti Filipina dan Indonesia. Penyebabnya, pangsa beras di keranjang CPI Singapura cukup kecil.
Konsumen di Singapura cenderung menghabiskan sebagian besar dari pengeluaran mereka untuk layanan, yang biasanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi. Sebaliknya, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah cenderung menghabiskan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan.
"Kerentanan perlu dilihat dari perspektif dampak pengeluaran bagi konsumen dan seberapa tergantung negara pada bahan makanan impor," kata Varma.
Di sisi lain, beberapa negara diperkirakan memperoleh untung dari langkah India tersebut. Thailand dan Vietnam sebagai pengekspor beras terbesar kedua dan ketiga di dunia, akan menjadi alternatif yang paling mungkin bagi negara-negara yang ingin mengisi kesenjangan.
Total produksi beras Vietnam adalah sekitar 44 juta ton pada tahun 2021. Sementara, data Statista menunjukkan Thailand memproduksi 21,4 juta ton beras pada 2021, meningkat 2,18 juta ton dari tahun sebelumnya.
Dengan peningkatan ekspor, dan larangan India yang memberikan tekanan pada harga beras, nilai ekspor beras secara keseluruhan akan meningkat dan kedua negara ini akan diuntungkan. "Siapa pun yang saat ini mengimpor dari India akan mencari untuk mengimpor lebih banyak dari Thailand dan Vietnam," kata Varma.
(fai)
tulis komentar anda