Harga Minyak Mentah Naik Seiring Kebuntuan Negosiasi Nuklir Iran
Jum'at, 23 September 2022 - 10:17 WIB
JAKARTA - Harga minyak mentah atau crude oil hari ini mengalami kenaikan di tengah prospek bahasan ihwal perjanjian nuklir Iran yang masih buntu.
Sentimen lainnya datang dari agresi militer baru Moskow ke Ukraina yang dikhawatirkan dapat membebani pasokan global.
Data perdagangan hingga pukul 09:23 WIB menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak November tumbuh 0,03% menjadi USD90,49 per barel.
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman November koreksi 0,01% sebesar USD83,48 per barel, meski dalam lima hari perdagangan terakhir naik 13,48%.
Peningkatan pagi ini mendapat dukungan setelah seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 telah terhenti karena desakan Teheran pada penutupan penyelidikan pengawas nuklir PBB.
"(Bahasan) kita telah buntu karena sikap Iran," kata pejabat AS kepada wartawan di sela-sela Majelis Umum PBB, seraya menyebut bahwa tidak ada yang dapat dibahas pada minggu ini terkait potensi Iran untuk mengubah pendiriannya.
Diketahui, negosiasi nuklir Iran dengan Barat sempat menjadi katalis yang membebani harga minyak, lantaran ekspektasi masuknya kembali persediaan Iran ke pasar dapat membuat stok global meningkat yang pada akhirnya membuat harga menurun. Namun, dengan komentar pejabat AS tersebut membuat prospek kebangkitan minyak mentah Iran terhenti.
Penguatan harga juga terdongkrak oleh keputusan Moskow untuk melanjutkan wajib militer terbesarnya sejak Perang Dunia II, sehingga meningkatkan kekhawatiran bahwa eskalasi perang di Ukraina akan terus memperketat pasokan minyak, dilansir Reuters, Jumat (23/9/2022).
Dari Asia, permintaan minyak mentah di China mengalami rebound setelah sebelumnya sempat turun akibat kebijakan nol-Covid. Kabar ini memberikan dukungan terhadap harga minyak.
Meski begitu, kenaikan suku bunga Federal Reserve sebesar 75 basis poin pada Rabu (21/9) disertai lonjakan bunga di berbagai negara seperti Swiss, Norwegia, hingga Indonesia, diperkirakan dapat membatasi kenaikan harga minyak. Hal ini mengingat suku bunga yang tinggi dapat memicu perlambatan ekonomi sekaligus berimbas ke permintaan minyak.
Sentimen lainnya datang dari agresi militer baru Moskow ke Ukraina yang dikhawatirkan dapat membebani pasokan global.
Data perdagangan hingga pukul 09:23 WIB menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak November tumbuh 0,03% menjadi USD90,49 per barel.
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman November koreksi 0,01% sebesar USD83,48 per barel, meski dalam lima hari perdagangan terakhir naik 13,48%.
Peningkatan pagi ini mendapat dukungan setelah seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 telah terhenti karena desakan Teheran pada penutupan penyelidikan pengawas nuklir PBB.
"(Bahasan) kita telah buntu karena sikap Iran," kata pejabat AS kepada wartawan di sela-sela Majelis Umum PBB, seraya menyebut bahwa tidak ada yang dapat dibahas pada minggu ini terkait potensi Iran untuk mengubah pendiriannya.
Diketahui, negosiasi nuklir Iran dengan Barat sempat menjadi katalis yang membebani harga minyak, lantaran ekspektasi masuknya kembali persediaan Iran ke pasar dapat membuat stok global meningkat yang pada akhirnya membuat harga menurun. Namun, dengan komentar pejabat AS tersebut membuat prospek kebangkitan minyak mentah Iran terhenti.
Penguatan harga juga terdongkrak oleh keputusan Moskow untuk melanjutkan wajib militer terbesarnya sejak Perang Dunia II, sehingga meningkatkan kekhawatiran bahwa eskalasi perang di Ukraina akan terus memperketat pasokan minyak, dilansir Reuters, Jumat (23/9/2022).
Dari Asia, permintaan minyak mentah di China mengalami rebound setelah sebelumnya sempat turun akibat kebijakan nol-Covid. Kabar ini memberikan dukungan terhadap harga minyak.
Meski begitu, kenaikan suku bunga Federal Reserve sebesar 75 basis poin pada Rabu (21/9) disertai lonjakan bunga di berbagai negara seperti Swiss, Norwegia, hingga Indonesia, diperkirakan dapat membatasi kenaikan harga minyak. Hal ini mengingat suku bunga yang tinggi dapat memicu perlambatan ekonomi sekaligus berimbas ke permintaan minyak.
(ind)
tulis komentar anda