Habiskan Triliunan Rupiah, Lahan Gambut Bakal Disulap Jadi Food Estate
Jum'at, 03 Juli 2020 - 22:02 WIB
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mensinergikan program pengembangan food estate (pertanian terintegrasi)di kawasan aluvial pada lahan eks-pengembangan lahan gambut (PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Diharapkan pengembangan lahan itu menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa dan menjadi salah satu program strategis nasional (PSN) 2020-2024.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, sinergi perencanaan infrastruktur irigasi dan pertanian yang dilakukan antara Kementerian PUPR bersama Kementerian Pertanian (Kementan) bertujuan untuk mengembangkan food estate yang modern di Provinsi Kalteng.
“Jadi kita memang fokusnya untuk menyiapkan food estate yang modern, sehingga nantinya tidak hanya dimanfaatkan saat produksi, tetapi juga pasca-produksi,” kata Menteri Basuki di Jakarta, Jumat (4/7/2020).
Dalam pengembangan food estate ini, menurut Menteri Basuki, Kementerian PUPR mendukung manajemen airmelalui rehabilitasi dan peningkatan saluran dan jaringan irigasi, baik mulai irigasi primer, sekunder, tersier maupun kuarternya. Sementara Kementan sebagai pelaku utama untuk menyiapkan agriculture practice, seperti penyiapan saluran cacingan, cetak sawah, pupuk, bibit, hingga pasca-produksi.
“Kementerian PUPR dan Kementan sudah sepakat bekerja pada tahun 2020 untuk memprioritaskan lahan seluas 28.000 hektare (ha). Musim tanamnya adalah April-September dan Oktober-Maret. Untuk itu, kami mempersiapkan untuk musim tanam Oktober-Maret,” tutur Menteri Basuki. ( Baca juga:Pengelolaan Lahan Gambut, Demi Kedaulatan Petani Kecil dan Ketahanan Pangan di Masa Depan )
Food estate kawasan aluvial pada lahan Eks-PLG memiliki lahan potensial seluas 165.000 ha. Dari lahan potensial tersebut, seluas 85.500 ha merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahunnya.
Sementara 79.500 ha sisanya sudah berupa semak belukar sehingga perlu dilakukan pembersihan (land clearing) saja, tanpa perlu dilakukan cetak sawah kembali dan peningkatan irigasi. Khusus untuk peningkatan irigasi, diperkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk tahun 2021 dan 2022.
Dari 85.500 ha lahan fungsional, sekitar 28.000 hektare kondisi irigasinya baik. Sementara 57.200 ha lahan lainnya diperlukan rehabilitasi jaringan irigasi dengan perkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,05 triliun. Rehabilitasi ini dikerjakan secara bertahap mulai dari tahun 2020 hingga 2022. Rinciannya, pada 2020 seluas 1.210 ha senilai Rp73 miliar, pada 2021 seluas 33.335 ha senilai Rp484,3 miliar, dan tahun 2022 seluas 22.655 ha senilai Rp 497,2 miliar.
Pada Tahun anggaran 2020, kegiatan rehabilitasi irigasi yang dilakukan Kementerian PUPR meliputi 4 kegiatan fisik, yakni rehabilitasi seluas 1.210 ha dengan anggaran Rp26 miliar dan 2 kegiatan perencanaan seluas 164.595 ha dengan anggaran Rp47 miliar.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pertemuan tersebut merupakan bentuk kolaborasi antar-kementerian dalam membangun program yang menjadi prioritas pemerintah.
“Intinya kerja sama kementerian akan saling membutuhkan. Karena tidak ada pertanian tanpa air, sedangkan jaringan irigasi itu membutuhkan air yang disiapkan oleh Kementerian PUPR. Jadi sesudah manajemen airnya selesai, Kementan baru memulai persiapan pertanian, prasarana, dan alat-alatnya,” tandasnya.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, sinergi perencanaan infrastruktur irigasi dan pertanian yang dilakukan antara Kementerian PUPR bersama Kementerian Pertanian (Kementan) bertujuan untuk mengembangkan food estate yang modern di Provinsi Kalteng.
“Jadi kita memang fokusnya untuk menyiapkan food estate yang modern, sehingga nantinya tidak hanya dimanfaatkan saat produksi, tetapi juga pasca-produksi,” kata Menteri Basuki di Jakarta, Jumat (4/7/2020).
Dalam pengembangan food estate ini, menurut Menteri Basuki, Kementerian PUPR mendukung manajemen airmelalui rehabilitasi dan peningkatan saluran dan jaringan irigasi, baik mulai irigasi primer, sekunder, tersier maupun kuarternya. Sementara Kementan sebagai pelaku utama untuk menyiapkan agriculture practice, seperti penyiapan saluran cacingan, cetak sawah, pupuk, bibit, hingga pasca-produksi.
“Kementerian PUPR dan Kementan sudah sepakat bekerja pada tahun 2020 untuk memprioritaskan lahan seluas 28.000 hektare (ha). Musim tanamnya adalah April-September dan Oktober-Maret. Untuk itu, kami mempersiapkan untuk musim tanam Oktober-Maret,” tutur Menteri Basuki. ( Baca juga:Pengelolaan Lahan Gambut, Demi Kedaulatan Petani Kecil dan Ketahanan Pangan di Masa Depan )
Food estate kawasan aluvial pada lahan Eks-PLG memiliki lahan potensial seluas 165.000 ha. Dari lahan potensial tersebut, seluas 85.500 ha merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap tahunnya.
Sementara 79.500 ha sisanya sudah berupa semak belukar sehingga perlu dilakukan pembersihan (land clearing) saja, tanpa perlu dilakukan cetak sawah kembali dan peningkatan irigasi. Khusus untuk peningkatan irigasi, diperkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,9 triliun untuk tahun 2021 dan 2022.
Dari 85.500 ha lahan fungsional, sekitar 28.000 hektare kondisi irigasinya baik. Sementara 57.200 ha lahan lainnya diperlukan rehabilitasi jaringan irigasi dengan perkiraan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,05 triliun. Rehabilitasi ini dikerjakan secara bertahap mulai dari tahun 2020 hingga 2022. Rinciannya, pada 2020 seluas 1.210 ha senilai Rp73 miliar, pada 2021 seluas 33.335 ha senilai Rp484,3 miliar, dan tahun 2022 seluas 22.655 ha senilai Rp 497,2 miliar.
Pada Tahun anggaran 2020, kegiatan rehabilitasi irigasi yang dilakukan Kementerian PUPR meliputi 4 kegiatan fisik, yakni rehabilitasi seluas 1.210 ha dengan anggaran Rp26 miliar dan 2 kegiatan perencanaan seluas 164.595 ha dengan anggaran Rp47 miliar.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pertemuan tersebut merupakan bentuk kolaborasi antar-kementerian dalam membangun program yang menjadi prioritas pemerintah.
“Intinya kerja sama kementerian akan saling membutuhkan. Karena tidak ada pertanian tanpa air, sedangkan jaringan irigasi itu membutuhkan air yang disiapkan oleh Kementerian PUPR. Jadi sesudah manajemen airnya selesai, Kementan baru memulai persiapan pertanian, prasarana, dan alat-alatnya,” tandasnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda