30% Karyawan Industri Jamu Dirumahkan Imbas Pandemi Covid-19
Senin, 27 April 2020 - 16:36 WIB
JAKARTA - Ketua Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisonal Indonesia (GP Jamu) Dwi Ranny Pertiwi mengatakan, kondisi industri jamu saat ini tidak seindah yang dibayangkan. Meski ada peningkatan permintaan berbagai produk jamu akibat pandemi Covid-19, namun perusahaan jamu di daerah merumahkan sekitar 30% karyawan.
"Ada sekitar 30% terutama yang di wilayah mulai merumahkan karyawannya. Walaupun sebagian masih berjalan dengan baik, apalagi dengan adanya berita dari peneliti mengenai khasiat jamu untuk imunitas," ujarnya dalam rapat virtual dengan komisi VI DPR RI, Senin (27/4/2020).
Ranny melanjutkan, meski sebagian masih beroperasi normal namun industri jamu kesulitan dalam mendistribuskan produk ke wilayah Indonesia bagian timur. Apalagi saat ini kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menghambat pergerakan distributor.
"Khususnya ke Kalimantan dan wilayah timur sudah hampir 1 bulan barang belum sampai. Untuk ke Sumatera masih bagus pengirimannya meski agak lambat," tuturnya.
Wakil Ketua GP Jamu Thomas Hartono mengatakan, omzet industri jamu diperkirakan akan menurun di tahun 2020. Adanya PSBB akan berpengaruh besar terhadap peredaran industri jamu.
Sementara untuk bahan baku industri jamu tidak mengalami kendala mengingat 99% berasal dari dalam negeri. "Kemungkinan terhambat di suplai pengiriman dan itu sudah diatasi supplier. Masalahnya mungkin di pergerakan peredaran yang tidak terlalu bebas," ujarnya.
Dia menambahkan, pihaknya tengah mengotimalkan penjualan secara online untuk memaksimalkan penjualan. "Harga jamu tidak akan naik karena bahan baku 99% dari lokal. Mungkin akan naik tetapi masih bisa ter-cover dari perusahaan," tuturnya.
"Ada sekitar 30% terutama yang di wilayah mulai merumahkan karyawannya. Walaupun sebagian masih berjalan dengan baik, apalagi dengan adanya berita dari peneliti mengenai khasiat jamu untuk imunitas," ujarnya dalam rapat virtual dengan komisi VI DPR RI, Senin (27/4/2020).
Ranny melanjutkan, meski sebagian masih beroperasi normal namun industri jamu kesulitan dalam mendistribuskan produk ke wilayah Indonesia bagian timur. Apalagi saat ini kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menghambat pergerakan distributor.
"Khususnya ke Kalimantan dan wilayah timur sudah hampir 1 bulan barang belum sampai. Untuk ke Sumatera masih bagus pengirimannya meski agak lambat," tuturnya.
Wakil Ketua GP Jamu Thomas Hartono mengatakan, omzet industri jamu diperkirakan akan menurun di tahun 2020. Adanya PSBB akan berpengaruh besar terhadap peredaran industri jamu.
Sementara untuk bahan baku industri jamu tidak mengalami kendala mengingat 99% berasal dari dalam negeri. "Kemungkinan terhambat di suplai pengiriman dan itu sudah diatasi supplier. Masalahnya mungkin di pergerakan peredaran yang tidak terlalu bebas," ujarnya.
Dia menambahkan, pihaknya tengah mengotimalkan penjualan secara online untuk memaksimalkan penjualan. "Harga jamu tidak akan naik karena bahan baku 99% dari lokal. Mungkin akan naik tetapi masih bisa ter-cover dari perusahaan," tuturnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda