Hilirisasi Industri Jamu Terkendala Njlimetnya Aturan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dan Obat-Obatan Tradisional Indonesia, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, mengaku saat ini banyak para pelaku usaha lokal terutama di industri jamu yang lebih memilih menjual bahan mentah ketimbang produk jadi atau jamu.
Dwi mengatakan pilihan itu karena para pelaku usaha terutama yang skala kecil banyak yang belum paham peta regulasi dan banyaknya perizinan dari pemerintah yang dibebankan kepada pelaku usaha. Hasilnya para pelaku usaha enggan untuk mengurus rumitnya administrasi tersebut, dan memilih jual produk mentah karena cenderung memerlukan izin yang lebih sedikit.
Dwi memberikan hcontoh, apabila menjual produk mentah atau bahan baku pembuatan jamu saja, tidak memerlukan izin dari BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Sedangkan ketika bahan baku tersebut masuk dalam kemasan, maka pelaku industri harus mengantongi izin tambahan, seperti BPOM, label halal, dan lainnya.
"Untuk penjualan bahan baku jamu ekspor itu luar biasa permintaan, itu banyak dan lebih mudah (dilakukan pelaku usaha) karena tidak perlu izin BPOM, beda dengan produk jadi," ujar Dwi dalam Market Review IDXChannel, Rabu (27/9/2023).
Dwi berharap kepada pemerintah agar membentuk satu badan khusus yang nantinya fokus untuk pengembangan industri jamu di Tanah Air. Menurutnya saat ini produk jamu menjadi minuman tradisional yang khas Indonesia. Permintaannya pun di pasar internasional cukup menjanjikan, tapi para pelaku usaha di dalam negeri ini masih terbentur oleh regulasi sehingga sulit untuk berkembang.
"BPOM hanya mengawasi, Kementerian Pertanian dan lain sebagainya itu terpisah (tugasnya) ketika ingin merangkul semua, dan mau mencapai target yang diinginkan harus ada yang fokus," kata Dwi.
"Kita tahu kementerian itu sebentar sebentar ganti pejabat, jadi kalau ganti pejabat lagi belum tentu melanjutkan dengan cepat atau justru memulai ulang lagi dari awal. Saya berharap ada satu lembaga yang fokus menangani jamu dari hulu ke hilir," sambungnya.
Menurutnya saat ini para pelaku di industri jamu sendiri beberapa sudah mengikuti regulasi yang dibentuk oleh pemerintah. Misalnya sertifikasi BPOM, kemudian sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) atau MUI dengan logo berwarna Hijau. Perizinan berbeda juga ada dari Kementerian Kesehatan yang waiib diikuti oleh pelaku usaha.
"Tapi semua itu terpisah, terputus-putus. Tapi karena ini regulasi, tetap kita ikuti walaupun dengan kondisi yang tidak mudah. Bahan baku kita sebetulnya bagus dan banyak diminiati pihak luar," lanjut Dwi.
Dwi mengatakan pilihan itu karena para pelaku usaha terutama yang skala kecil banyak yang belum paham peta regulasi dan banyaknya perizinan dari pemerintah yang dibebankan kepada pelaku usaha. Hasilnya para pelaku usaha enggan untuk mengurus rumitnya administrasi tersebut, dan memilih jual produk mentah karena cenderung memerlukan izin yang lebih sedikit.
Dwi memberikan hcontoh, apabila menjual produk mentah atau bahan baku pembuatan jamu saja, tidak memerlukan izin dari BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Sedangkan ketika bahan baku tersebut masuk dalam kemasan, maka pelaku industri harus mengantongi izin tambahan, seperti BPOM, label halal, dan lainnya.
"Untuk penjualan bahan baku jamu ekspor itu luar biasa permintaan, itu banyak dan lebih mudah (dilakukan pelaku usaha) karena tidak perlu izin BPOM, beda dengan produk jadi," ujar Dwi dalam Market Review IDXChannel, Rabu (27/9/2023).
Dwi berharap kepada pemerintah agar membentuk satu badan khusus yang nantinya fokus untuk pengembangan industri jamu di Tanah Air. Menurutnya saat ini produk jamu menjadi minuman tradisional yang khas Indonesia. Permintaannya pun di pasar internasional cukup menjanjikan, tapi para pelaku usaha di dalam negeri ini masih terbentur oleh regulasi sehingga sulit untuk berkembang.
"BPOM hanya mengawasi, Kementerian Pertanian dan lain sebagainya itu terpisah (tugasnya) ketika ingin merangkul semua, dan mau mencapai target yang diinginkan harus ada yang fokus," kata Dwi.
"Kita tahu kementerian itu sebentar sebentar ganti pejabat, jadi kalau ganti pejabat lagi belum tentu melanjutkan dengan cepat atau justru memulai ulang lagi dari awal. Saya berharap ada satu lembaga yang fokus menangani jamu dari hulu ke hilir," sambungnya.
Menurutnya saat ini para pelaku di industri jamu sendiri beberapa sudah mengikuti regulasi yang dibentuk oleh pemerintah. Misalnya sertifikasi BPOM, kemudian sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) atau MUI dengan logo berwarna Hijau. Perizinan berbeda juga ada dari Kementerian Kesehatan yang waiib diikuti oleh pelaku usaha.
"Tapi semua itu terpisah, terputus-putus. Tapi karena ini regulasi, tetap kita ikuti walaupun dengan kondisi yang tidak mudah. Bahan baku kita sebetulnya bagus dan banyak diminiati pihak luar," lanjut Dwi.