Terungkap! Ini Alasan Elon Musk Malas Investasi di RI
Kamis, 06 Oktober 2022 - 08:28 WIB
JAKARTA - Kabar Tesla akan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Indonesia belum juga terealiasi. Alasan tak kunjung terealisasinya investasi tersebut karena sektor hulu yang masih bergantung pada batu bara.
"Itulah mengapa Tesla malas bikin pabrik di Indonesia, karena dia bingung, kenapa dia harus mempertanggungjawabkan pembiayaan yang basisnya adalah standar ESG," kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Menurut dia, Elon Musk sebagai pemilik Tesla akan sulit dalam mendapatkan pembiayaan untuk operasional jika supply chain masih bermasalah. Bhima menjelaskan, bauran data energi Kementeraian ESDM menyebut, dari sebelum pandemi hingga saat ini tidak ada perubahan yang signifikan.
Dia menjelaskan, 60,5 persen bauran energi primer pembangkit listrik masih berasal dari batu bara, dan 80 persen lebih masih dari fosil. Atau secara garis besar, bauran energi primer dari EBT masih 12,3 persen.
"Tesla akan sulit mendapatkan pembiayaan untuk operational ketika supply chain masih bermasalah, terutama soal lingkungan. Itu membuat banyak perusahaan di ekosistem mobil listrik dan baterai ragu berinvestasi di Indonesia," lanjut dia.
Bhima menuturkan, bauran energi yang bergantung dari batu bara menyebabkan keuangan PLN sempat mengalami masalah. Hal ini karena PLN harus menanggung oversupply dari pembangkit listrik yang dominasinya adalah batu bara.
Ketika harga batu bara mengalami kenaikan, menyebabkan risiko terjadinya black out listrik, karena eksportir batu bara lebih memilih menjual batu bara ke pasar ekspor dibangingkan mensupply kepada PLN.
"Jadi, itu faktanya kita enggak bisa move on dari batu bara. Tidak ada strategi untuk menurunkan oversupply listrik. Disuruh belu mobil listrik, kompor listrik padahal di hulunya tidak ada perbaikan yang signifikan," tutur dia.
"Itulah mengapa Tesla malas bikin pabrik di Indonesia, karena dia bingung, kenapa dia harus mempertanggungjawabkan pembiayaan yang basisnya adalah standar ESG," kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, di Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Menurut dia, Elon Musk sebagai pemilik Tesla akan sulit dalam mendapatkan pembiayaan untuk operasional jika supply chain masih bermasalah. Bhima menjelaskan, bauran data energi Kementeraian ESDM menyebut, dari sebelum pandemi hingga saat ini tidak ada perubahan yang signifikan.
Dia menjelaskan, 60,5 persen bauran energi primer pembangkit listrik masih berasal dari batu bara, dan 80 persen lebih masih dari fosil. Atau secara garis besar, bauran energi primer dari EBT masih 12,3 persen.
"Tesla akan sulit mendapatkan pembiayaan untuk operational ketika supply chain masih bermasalah, terutama soal lingkungan. Itu membuat banyak perusahaan di ekosistem mobil listrik dan baterai ragu berinvestasi di Indonesia," lanjut dia.
Bhima menuturkan, bauran energi yang bergantung dari batu bara menyebabkan keuangan PLN sempat mengalami masalah. Hal ini karena PLN harus menanggung oversupply dari pembangkit listrik yang dominasinya adalah batu bara.
Ketika harga batu bara mengalami kenaikan, menyebabkan risiko terjadinya black out listrik, karena eksportir batu bara lebih memilih menjual batu bara ke pasar ekspor dibangingkan mensupply kepada PLN.
"Jadi, itu faktanya kita enggak bisa move on dari batu bara. Tidak ada strategi untuk menurunkan oversupply listrik. Disuruh belu mobil listrik, kompor listrik padahal di hulunya tidak ada perbaikan yang signifikan," tutur dia.
tulis komentar anda