Transisi Energi Perlu Didukung Kebijakan Insentif Fiskal
Sabtu, 22 Oktober 2022 - 00:08 WIB
Dia mengatakan perubahan ke energi baru terbarukan akan selalu dapat menjadi peluang bagi dunia usaha, apalagi dengan terbitnya Perpres Nomor 112 Tahun 2022.
"Misalnya, diperlukan industri baterai atau industri-industri baru sehingga dunia usaha menyambut positif kondisi ini," ujarnya.
Dia mengingatkan komitmen pemerintah dalam implementasi energi baru terbarukan. "Dalam Perpres Nomor 112 disebutkan untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap yang bersumber batu bara," tuturnya.
Namun, dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan, sejumlah turunan batu bara dimasukkan sebagai energi baru. "Jangan sampai menjadi kontradiksi," tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi berpendapat Perpres Nomor 112 sudah komprehensif mengatur transisi energi menuju net zero emission. Namun, menurut dia, harga listrik dari energi baru terbarukan memang menjadi satu tantangan yang cukup sulit.
Untuk itu, Fahmy menyarankan pemerintah agar dapat memberikan insentif fiskal atau bahkan subsidi harga, misalnya, untuk mobil listrik. Menurut dia melalui insentif dari pemerintah dapat mendorong percepatan implementasi energi baru terbarukan. "Tanpa ini, saya kira Perpres Nomor 112 tidak akan bisa diterapkan secara optimal," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eddy Soeparno mengatakan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam transisi energi. Salah satunya dalam pelaksanaan regulasi energi baru terbarukan. "Kami sedang melakukan dialog dengan seluruh stakeholder untuk mencapai target yang sudah dicanangkan," kata Eddy.
"Misalnya, diperlukan industri baterai atau industri-industri baru sehingga dunia usaha menyambut positif kondisi ini," ujarnya.
Dia mengingatkan komitmen pemerintah dalam implementasi energi baru terbarukan. "Dalam Perpres Nomor 112 disebutkan untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap yang bersumber batu bara," tuturnya.
Namun, dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan, sejumlah turunan batu bara dimasukkan sebagai energi baru. "Jangan sampai menjadi kontradiksi," tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi berpendapat Perpres Nomor 112 sudah komprehensif mengatur transisi energi menuju net zero emission. Namun, menurut dia, harga listrik dari energi baru terbarukan memang menjadi satu tantangan yang cukup sulit.
Untuk itu, Fahmy menyarankan pemerintah agar dapat memberikan insentif fiskal atau bahkan subsidi harga, misalnya, untuk mobil listrik. Menurut dia melalui insentif dari pemerintah dapat mendorong percepatan implementasi energi baru terbarukan. "Tanpa ini, saya kira Perpres Nomor 112 tidak akan bisa diterapkan secara optimal," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eddy Soeparno mengatakan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam transisi energi. Salah satunya dalam pelaksanaan regulasi energi baru terbarukan. "Kami sedang melakukan dialog dengan seluruh stakeholder untuk mencapai target yang sudah dicanangkan," kata Eddy.
(nng)
tulis komentar anda