Komitmen Pertamina Dukung Net Zero Emission dengan Decarbonization Initiatives & Kolaborasi
Sabtu, 12 November 2022 - 10:01 WIB
Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mendukung penuh komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai net zero emission di tahun 2060. Hal tersebut diwujudkan dengan program decarbonization Initiatives yang saat ini dimiliki Pertamina, hal tersebut disampaikan oleh SVP Strategy & Investment PT Pertamina (Persero) Daniel S Purba, dalam Asean Panel Discussion di COP 27, di Sharm el-Sheikh, Mesir pada (11/11/2022).
Dalam sesi ini Daniel menyampaikan pemaparan mengenai "Decarbonizing the ASEAN Way – Harnessing the Collective Actions of ASEAN Private Sectors Driving Net-Zero: Pertamina's Overarching Plan in Decarbonization", menurut Daniel, sebagai BUMN Pertamina memiliki tanggung jawab untuk menyediakan energi bagi negeri, terlebih Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk hampir 300 juta jiwa dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi.
"Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mencapai net zero emission di tahun 2060, karena itu Pertamina sebagai BUMN mendukung penuh komitmen ini. Pertamina saat ini telah memiliki juga mengembangkan program yang jelas untuk mendukung ini, sehingga diharapkan dapat mencapai net zero emission di tahun 2060, bahkan jika memungkinkan lebih cepat seperti di tahun 2050" Ujar Daniel.
Daniel juga menambahkan bahwa Pertamina melihat transisi energi sebagai kesempatan yang baik untuk membangun green business, ini merupakan upaya Pertamina untuk memastikan, perusahaan tetap sustain dan bertumbuh seiring dengan upaya mencapai net zero emission commitment dengan program decarbonization yang sangat detail sesuai net zero emission roadmap yang telah disusun.
"Pertamina merespons dengan menyiapkan decarbonization plan khususnya untuk bisnis existing business, misalkan dengan mereduce flaring, menggunakan energi terbarukan di semua aktivitas kami baik di upstream, production site, shipping transportation bahkan battery," Jelasnya.
Dan dalam aspek ESG berdasarkan Sustainalytics, rating agency ESG yang sudah melakukan assessment kepada Pertamina, saat ini Pertamina berada di level medium risk dan berada di posisi nomor dua kategori the best ESG score di oil and gas industry, sementara itu para stakeholder, investor, rating agency hingga insurance company juga ingin mengetahui dan memastikan bagaimana Pertamina memanaged aspek ESG, sebagai oil and gas company untuk kemudian menghasilkan energy yang sustain.
Dalam kesempatan berbicara di forum UNCC, dalam skala Asean, Daniel menilai berbagai negara di Asean memiliki potensi sumber daya cukup besar, seperti halnya untuk memproduksi LNG dan gas, negara yang memiliki potensi tersebut diantaranya adalah Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunai Darussalam. Menurut Daniel, low carbon energy transition sangat baik untuk negara-negara di wilayah Asean dalam rangka mengurangi carbon footprint.
Dia juga menyoroti salah satu potensi lain yang dimiliki Indonesia adalah dalam aspek natured based solution,dimana Indonesia memiliki banyak potensi hutan. Juga potensi utk melakukan CCUS pada lapangan yang sudah di abandoned maupun tengah mengalami depletion.
"Kolaborasi bisa menjadi ide yang baik, karena setiap negara memiliki posisi dan potensi berbeda hal ini diharapkan bisa meng-established carbon market di Wilayah Asean, hal ini membutuhkan langkah nyata dari semua pihak agar dapat benar bener berkolaborasi bersama mendukung net zero emission," ujarnya.
Dalam sesi ini Daniel menyampaikan pemaparan mengenai "Decarbonizing the ASEAN Way – Harnessing the Collective Actions of ASEAN Private Sectors Driving Net-Zero: Pertamina's Overarching Plan in Decarbonization", menurut Daniel, sebagai BUMN Pertamina memiliki tanggung jawab untuk menyediakan energi bagi negeri, terlebih Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk hampir 300 juta jiwa dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi.
"Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mencapai net zero emission di tahun 2060, karena itu Pertamina sebagai BUMN mendukung penuh komitmen ini. Pertamina saat ini telah memiliki juga mengembangkan program yang jelas untuk mendukung ini, sehingga diharapkan dapat mencapai net zero emission di tahun 2060, bahkan jika memungkinkan lebih cepat seperti di tahun 2050" Ujar Daniel.
Daniel juga menambahkan bahwa Pertamina melihat transisi energi sebagai kesempatan yang baik untuk membangun green business, ini merupakan upaya Pertamina untuk memastikan, perusahaan tetap sustain dan bertumbuh seiring dengan upaya mencapai net zero emission commitment dengan program decarbonization yang sangat detail sesuai net zero emission roadmap yang telah disusun.
"Pertamina merespons dengan menyiapkan decarbonization plan khususnya untuk bisnis existing business, misalkan dengan mereduce flaring, menggunakan energi terbarukan di semua aktivitas kami baik di upstream, production site, shipping transportation bahkan battery," Jelasnya.
Dan dalam aspek ESG berdasarkan Sustainalytics, rating agency ESG yang sudah melakukan assessment kepada Pertamina, saat ini Pertamina berada di level medium risk dan berada di posisi nomor dua kategori the best ESG score di oil and gas industry, sementara itu para stakeholder, investor, rating agency hingga insurance company juga ingin mengetahui dan memastikan bagaimana Pertamina memanaged aspek ESG, sebagai oil and gas company untuk kemudian menghasilkan energy yang sustain.
Dalam kesempatan berbicara di forum UNCC, dalam skala Asean, Daniel menilai berbagai negara di Asean memiliki potensi sumber daya cukup besar, seperti halnya untuk memproduksi LNG dan gas, negara yang memiliki potensi tersebut diantaranya adalah Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunai Darussalam. Menurut Daniel, low carbon energy transition sangat baik untuk negara-negara di wilayah Asean dalam rangka mengurangi carbon footprint.
Dia juga menyoroti salah satu potensi lain yang dimiliki Indonesia adalah dalam aspek natured based solution,dimana Indonesia memiliki banyak potensi hutan. Juga potensi utk melakukan CCUS pada lapangan yang sudah di abandoned maupun tengah mengalami depletion.
"Kolaborasi bisa menjadi ide yang baik, karena setiap negara memiliki posisi dan potensi berbeda hal ini diharapkan bisa meng-established carbon market di Wilayah Asean, hal ini membutuhkan langkah nyata dari semua pihak agar dapat benar bener berkolaborasi bersama mendukung net zero emission," ujarnya.
(atk)
tulis komentar anda