DPR Pastikan Revisi UU Migas Bakal Tuntas Sebelum 2024
Kamis, 24 November 2022 - 15:20 WIB
JAKARTA - Komisi VII DPR memproyeksikan revisi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bisa tuntas menjadi undang-undang sebelum 2024 untuk memberikan kepastian hukum dan menarik minat investasi di industri hulu migas . DPR sudah memiliki naskah akademik untuk mengubah aturan itu karena beberapa pasal telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Pada 2023 saya pastikan UU Migas tuntas. UU ini bakal menjadi inisiatif DPR untuk dapat mengakselerasi pembahasan muatan yang termaktub dalam peraturan payung hulu migas nasional,” ujar Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, saat berbicara pada 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) secara hibrid di Nusa Dua, Bali, yang dikutip Kamis (24/11/2022).
Sugeng menuturkan, Komisi VII DPR ikut memecahkan masalah (problem solving) di sektor energi dan sumber daya mineral. Selain berperan dalam legislasi, budget, dan pengawasan, pihaknya juga mendorong perkembangan industri hulu migas.
"Kalau ada masalah yang berdimensi politis, kami ikut membantu memecahkannya dengan para pemangku kepentingan,” tuturnya.
Pembahasan revisi UU Migas, kata Sugeng, sangat lambat dibandingkan beberapa UU lain. Salah satunya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang merupakan revisi atas UU No. 4 Tahun 2009. Menurut dia, akselerasi UU baru migas harus segera dilakukan karena DPR dan pemerintah juga tengah menyiapkan UU Energi Baru Terbarukan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)Tutuka Ariadji mengatakan bahwa Kementerian ESDM akan mendorong agar RUU Migas dapat dibahas dan bisa disahkan pada tahun depan. Pasalnya, masalah kepastian berusaha menjadi faktor yang paling ditunggu oleh investor.
“UU Migas menjadi landasan hukum yang memberi kepastian berusaha bagi investor. Ini yang sangat dinantikan oleh para investor. Beberapa usulan akan segera kami sampaikan ke parlemen dalam waktu dekat, agar bisa segera dibahas pada tahun depan,” kata Tutuka.
Menurut dia, hal substansial dalam RUU Migas berkaitan erat dengan perubahan iklim investasi menjadi lebih baik. Sebab, saat ini competitiveness Indonesia dibandingkan Thailand, Malaysia, dan beberapa negara Afrika adalah yang terendah. Salah satu yang perlu direvisi adalah soal perpajakan, khususnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) yang prosesnya begitu panjang dan rumit.
“Pada 2023 saya pastikan UU Migas tuntas. UU ini bakal menjadi inisiatif DPR untuk dapat mengakselerasi pembahasan muatan yang termaktub dalam peraturan payung hulu migas nasional,” ujar Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, saat berbicara pada 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) secara hibrid di Nusa Dua, Bali, yang dikutip Kamis (24/11/2022).
Sugeng menuturkan, Komisi VII DPR ikut memecahkan masalah (problem solving) di sektor energi dan sumber daya mineral. Selain berperan dalam legislasi, budget, dan pengawasan, pihaknya juga mendorong perkembangan industri hulu migas.
"Kalau ada masalah yang berdimensi politis, kami ikut membantu memecahkannya dengan para pemangku kepentingan,” tuturnya.
Pembahasan revisi UU Migas, kata Sugeng, sangat lambat dibandingkan beberapa UU lain. Salah satunya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang merupakan revisi atas UU No. 4 Tahun 2009. Menurut dia, akselerasi UU baru migas harus segera dilakukan karena DPR dan pemerintah juga tengah menyiapkan UU Energi Baru Terbarukan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)Tutuka Ariadji mengatakan bahwa Kementerian ESDM akan mendorong agar RUU Migas dapat dibahas dan bisa disahkan pada tahun depan. Pasalnya, masalah kepastian berusaha menjadi faktor yang paling ditunggu oleh investor.
“UU Migas menjadi landasan hukum yang memberi kepastian berusaha bagi investor. Ini yang sangat dinantikan oleh para investor. Beberapa usulan akan segera kami sampaikan ke parlemen dalam waktu dekat, agar bisa segera dibahas pada tahun depan,” kata Tutuka.
Menurut dia, hal substansial dalam RUU Migas berkaitan erat dengan perubahan iklim investasi menjadi lebih baik. Sebab, saat ini competitiveness Indonesia dibandingkan Thailand, Malaysia, dan beberapa negara Afrika adalah yang terendah. Salah satu yang perlu direvisi adalah soal perpajakan, khususnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) yang prosesnya begitu panjang dan rumit.
tulis komentar anda