Pusvetma Kementan Ekspor Vaksin Septivet ke Timor Leste
Kamis, 09 Juli 2020 - 14:25 WIB
JAKARTA - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) yang merupakan UPT Bidang Kesehatan Hewan melakukan ekspor vaksin Septivet ke Republik Demorakratik Timor Leste. Ini merupakan ekspor vaksin perdana yang dilakukan Pusvetma.
Vaksin Septivet ini digunakan untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia Epizootica (SE) pada hewan besar seperti sapi, kerbau dan babi. Vaksin Septivet yang diekspor sesuai permintaan sejumlah 63.000 dosis. "Jumlah tersebut telah dipenuhi Pusvetma. Vaksin Septivet yang diekspor yaitu vaksin dengan kemasan 200 ml atau 100 dosis per botol. Vaksin ini dapat memberikan kekebalan pada sapi hingga 2 tahun," ujar Kepala Pusvetma, Agung Suganda, Kamis (9/7/2020).
Ekspor vaksin ini berawal dari kunjungan Direktur Jenderal Peternakan Timor Leste ke Pusvetma pada tahun 2019 dan tertarik dengan kualitas vaksin Septivet dan Vaksin Brucivet yang dimiliki Pusvetma.
Timor Leste memutuskan mengimpor vaksin – vaksin tersebut guna mendukung program kesehatan hewan di negaranya. Vaksin Septivet untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia epizootica (SE) pada hewan besar yaitu sapi, kerbau dan babi sedsangkan vaksin Brucivet untuk mencegah penyakit keluron menular (Brucellosis) pada sapi. "Namun dengan adanya pandemi covid-19 ini, permintaan vaksin Septivet yang diajukan ke Pusvetma hanya sejumlah 63.000 dosis. Kalau tidak sedang pandemi mungkin lebih," ungkap Agung.
Dijelaskan Agung, Pusvetma sendiri memang memiliki tugas utama memproduksi vaksin hewan. Pusvetma juga dituntut untuk selalu memberikan pelayanan prima dalam penyediaan vaksin hewan yang berkualitas.
Sehubungan telah ditetapkan sebagai Badan Layananan Umum (BLU), Pusvetma juga harus melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja. Salah satu terobosan yang saat ini dilakukan adalah bagaimana agar vaksin Pusvetma bisa menembus pasar ekspor khususnya negara-negara tetangga. "Hal ini tentu sejalan dengan program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo," imbuh Agung.
Dalam menjaga kualitas vaksin, Pusvetma sudah mempunyai sertifikat Cara Produksi Obat Hewan yang Baik (CPOHB) dari Kementerian Pertanian. Laboratorium pengujian mutu vaksin yang dimiliki oleh Pusvetma juga telah memperoleh Akreditasi ISO 17025 dari Komite Akreditasi Nasional.
Untuk vaksin yang di ekspor, Tim Karantina Balai Besar Karantina Hewan Surabaya, pada Senin (6/7/2020) lalu telah menyerahkan sertifikat ekspor kepada Pusvetma. Sebelumnya juga sudah dilakukan pemeriksan terhadap kondisi dan suhu gudang penyimpanan serta pengecekan fisik vaksin Septivet yang akan di ekspor. "Vaksin Septivet yang akan diekspor ini nantinya dikemas dalam box-box styrofoam dilengkapi dengan ice gel berkualitas untuk menjaga rantai dingin, kemudian dilakukan penyegelan kemasan vaksin yang akan diekspor", jelas Agung.
Lebih lanjut, Agung mengakui, proses ekspor vaksin pertama yang dilakukan oleh Pusvetma ini juga mengalami beberapa kendala dan hambatan. Mulai dari pengurusan izin, waktu pengiriman, sampai akses masuk perbatasan yang lumayan rumit.
Vaksin Septivet ini digunakan untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia Epizootica (SE) pada hewan besar seperti sapi, kerbau dan babi. Vaksin Septivet yang diekspor sesuai permintaan sejumlah 63.000 dosis. "Jumlah tersebut telah dipenuhi Pusvetma. Vaksin Septivet yang diekspor yaitu vaksin dengan kemasan 200 ml atau 100 dosis per botol. Vaksin ini dapat memberikan kekebalan pada sapi hingga 2 tahun," ujar Kepala Pusvetma, Agung Suganda, Kamis (9/7/2020).
Ekspor vaksin ini berawal dari kunjungan Direktur Jenderal Peternakan Timor Leste ke Pusvetma pada tahun 2019 dan tertarik dengan kualitas vaksin Septivet dan Vaksin Brucivet yang dimiliki Pusvetma.
Timor Leste memutuskan mengimpor vaksin – vaksin tersebut guna mendukung program kesehatan hewan di negaranya. Vaksin Septivet untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia epizootica (SE) pada hewan besar yaitu sapi, kerbau dan babi sedsangkan vaksin Brucivet untuk mencegah penyakit keluron menular (Brucellosis) pada sapi. "Namun dengan adanya pandemi covid-19 ini, permintaan vaksin Septivet yang diajukan ke Pusvetma hanya sejumlah 63.000 dosis. Kalau tidak sedang pandemi mungkin lebih," ungkap Agung.
Dijelaskan Agung, Pusvetma sendiri memang memiliki tugas utama memproduksi vaksin hewan. Pusvetma juga dituntut untuk selalu memberikan pelayanan prima dalam penyediaan vaksin hewan yang berkualitas.
Sehubungan telah ditetapkan sebagai Badan Layananan Umum (BLU), Pusvetma juga harus melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja. Salah satu terobosan yang saat ini dilakukan adalah bagaimana agar vaksin Pusvetma bisa menembus pasar ekspor khususnya negara-negara tetangga. "Hal ini tentu sejalan dengan program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo," imbuh Agung.
Dalam menjaga kualitas vaksin, Pusvetma sudah mempunyai sertifikat Cara Produksi Obat Hewan yang Baik (CPOHB) dari Kementerian Pertanian. Laboratorium pengujian mutu vaksin yang dimiliki oleh Pusvetma juga telah memperoleh Akreditasi ISO 17025 dari Komite Akreditasi Nasional.
Untuk vaksin yang di ekspor, Tim Karantina Balai Besar Karantina Hewan Surabaya, pada Senin (6/7/2020) lalu telah menyerahkan sertifikat ekspor kepada Pusvetma. Sebelumnya juga sudah dilakukan pemeriksan terhadap kondisi dan suhu gudang penyimpanan serta pengecekan fisik vaksin Septivet yang akan di ekspor. "Vaksin Septivet yang akan diekspor ini nantinya dikemas dalam box-box styrofoam dilengkapi dengan ice gel berkualitas untuk menjaga rantai dingin, kemudian dilakukan penyegelan kemasan vaksin yang akan diekspor", jelas Agung.
Lebih lanjut, Agung mengakui, proses ekspor vaksin pertama yang dilakukan oleh Pusvetma ini juga mengalami beberapa kendala dan hambatan. Mulai dari pengurusan izin, waktu pengiriman, sampai akses masuk perbatasan yang lumayan rumit.
tulis komentar anda