Pengusaha Bersama Pemerintah Siap Hadapi Uni Eropa dan WTO
Selasa, 29 November 2022 - 11:31 WIB
JAKARTA - Putusan panel WTO menghendaki agar pemerintah Indonesia membuka kembali keran ekspor nikel, yang disengketakan oleh Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization (WTO).
Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Fajar Hasan mengatakan putusan WTO tersebut harus dilawan karena putusan WTO tersebut berpotensi mengganggu program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam yang sedang berjalan khususnya nikel.
"Putusan panel WTO menghendaki pemerintah Indonesia membuka kembali keran ekspor nikel berpotensi dapat mengganggu program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia," kata pengusaha muda asal Sulawesi Tenggara melalui pernyataannya, Selasa (29/11/2022).
Menurut dia, manfaat hilirisasi telah dirasakan oleh rakyat. Efek nilai tambahnya menggerakan pertumbuhan ekonomi khususnya bagi daerah yang memiliki bentangan sumber daya alam melimpah. Dia mencontohkan, pembangunan smelter nikel di daerah, menyerap tenaga kerja dan pendapatan negara/daerah menjadi meningkat.
"Ini fakta statistik dan empirik bahwa program hilirisasi harus berlanjut, tidak boleh terhenti hanya karena tekanan Uni Eropa dan WTO," ungkapnya.
Lebih lajut, Wakil Bendahara Umum ICMI Pusat ini mengatakan kebijakan hilirisasi pengelolaan nikel di dalam negeri merupakan kebijakan nasional. Tujuannya, kata dia, untuk melindungi sumber daya alam agar pengelolaan dan pemanfatannya untuk kepentingan dalam negeri.
Dia mengingatkan negara lain atau badan dunia tidak boleh mengintervensi kebijakan nasional negara lain. Jika hal itu dilakukan, kata dia, secara tegas dapat kita katakan bahwa Uni Eropa dan WTO telah mencampuri urusan dalam negeri kita, mengganggu kedaulatan hukum Indonesia.
"Uni Eropa dan WTO harus menghormati rambu-rambu diplomatik dan yuridiksi suatu negara sebagai prinsip dasar hubungan antarnegara atau badan-badan internasional. Oleh karena itu, kami dukung pemerintah untuk melakukan banding atas putusan WTO tersebut," kata dia.
Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Fajar Hasan mengatakan putusan WTO tersebut harus dilawan karena putusan WTO tersebut berpotensi mengganggu program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam yang sedang berjalan khususnya nikel.
"Putusan panel WTO menghendaki pemerintah Indonesia membuka kembali keran ekspor nikel berpotensi dapat mengganggu program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia," kata pengusaha muda asal Sulawesi Tenggara melalui pernyataannya, Selasa (29/11/2022).
Menurut dia, manfaat hilirisasi telah dirasakan oleh rakyat. Efek nilai tambahnya menggerakan pertumbuhan ekonomi khususnya bagi daerah yang memiliki bentangan sumber daya alam melimpah. Dia mencontohkan, pembangunan smelter nikel di daerah, menyerap tenaga kerja dan pendapatan negara/daerah menjadi meningkat.
"Ini fakta statistik dan empirik bahwa program hilirisasi harus berlanjut, tidak boleh terhenti hanya karena tekanan Uni Eropa dan WTO," ungkapnya.
Lebih lajut, Wakil Bendahara Umum ICMI Pusat ini mengatakan kebijakan hilirisasi pengelolaan nikel di dalam negeri merupakan kebijakan nasional. Tujuannya, kata dia, untuk melindungi sumber daya alam agar pengelolaan dan pemanfatannya untuk kepentingan dalam negeri.
Dia mengingatkan negara lain atau badan dunia tidak boleh mengintervensi kebijakan nasional negara lain. Jika hal itu dilakukan, kata dia, secara tegas dapat kita katakan bahwa Uni Eropa dan WTO telah mencampuri urusan dalam negeri kita, mengganggu kedaulatan hukum Indonesia.
"Uni Eropa dan WTO harus menghormati rambu-rambu diplomatik dan yuridiksi suatu negara sebagai prinsip dasar hubungan antarnegara atau badan-badan internasional. Oleh karena itu, kami dukung pemerintah untuk melakukan banding atas putusan WTO tersebut," kata dia.
tulis komentar anda