Konsolidasikan BUMN, Erick Thohir Perketat Pendirian Anak dan Cucu BUMN
Selasa, 06 Desember 2022 - 14:25 WIB
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membatasi adanya pendirian anak dan cucu perusahaan pelat merah yang ditetapkan dalam peraturan menteri (permen) BUMN. Erick memastikan direksi dan komisaris BUMN tidak serta merta membentuk anak dan cucu perusahaan karena pendirian hanya bisa dilakukan melalui persetujuan pemegang saham.
"Memang hari ini permen pun sudah saya keluarkan, tidak boleh membuat anak cucu tanpa persetujuan kita (pemegang saham)," ungkap Erick, Selasa (6/12/2022).
Menurutnya, kebijakan tersebut bukan sikap arogansi atau ketidakpercayaan pemegang saham terhadap manajemen perseroan. Namun, kebijakan itu sebagai upaya pemegang saham menjaga tingkat kesehatan keuangan BUMN.
"Bukan berarti kita arogansi dan gak percaya sama BUMN-nya. Tetapi terus beranak dan anak cucu akhirnya menggerogoti holdingnya yang sudah sehat, akhirnya sama aja bohong," katanya.
Erick tidak berpikir untuk menambah jumlah BUMN, dia justru berupaya merampingkan jumlah BUMN dan anak cucu perusahaan. Dia menargetkan akan mengurangi jumlah BUMN dari 41 menjadi 30 perusahaan saja. Sementara itu, target likuidasi atau pembubaran anak dan cucu perseroan negara mencapai 600 perusahaan.
"Karena itu kami berusaha, tidak bermaksud apa-apa. Kita sedang membuat roadmap 2024-2030, yang salah satunya mengonsolidasikan jumlah BUMN dari 41 ke 30. Dijadikan 30 pasti ada gonjang ganjing," tutur dia.
Dia mencatat, pembubaran dilakukan manakala anak dan cucu BUMN adalah perusahaan cangkang atau shell company. Tipe perusahaan seperti ini dipahami sebagai perusahaan yang bisnisnya tidak aktif, asetnya sangat sedikit, bahkan perusahaan yang hanya ada di atas kertas saja.
Erick mengaku membanjirnya shell company di BUMN lantaran didukung oleh aturan dari kementerian lainnya. Dia mencontohkan, bila ada BUMN yang melakukan perusahaan patungan atau bergabung dengan perusahaan lain, maka harus membuat shell company.
Keberadaan shell company, lanjut Erick, seyogyanya tidak diperlukan, lantaran lini bisnis yang digarap sama dengan anak dan cucu BUMN lainnya. Kerangka berpikir inilah yang membuat Erick mengambil langkah merger atau bahkan membubarkan.
"Memang ini ada aturan dari kementerian lain selama ini kalau join sama perusahaan lain harus membuat shell company. Ini sebenarnya tidak perlu, dan itu akhirnya ngapain terlalu banyak shell company yang sebenarnya bisnisnya sama, nah itu seharusnya bisa dimerger kan," ucapnya.
"Memang hari ini permen pun sudah saya keluarkan, tidak boleh membuat anak cucu tanpa persetujuan kita (pemegang saham)," ungkap Erick, Selasa (6/12/2022).
Menurutnya, kebijakan tersebut bukan sikap arogansi atau ketidakpercayaan pemegang saham terhadap manajemen perseroan. Namun, kebijakan itu sebagai upaya pemegang saham menjaga tingkat kesehatan keuangan BUMN.
"Bukan berarti kita arogansi dan gak percaya sama BUMN-nya. Tetapi terus beranak dan anak cucu akhirnya menggerogoti holdingnya yang sudah sehat, akhirnya sama aja bohong," katanya.
Erick tidak berpikir untuk menambah jumlah BUMN, dia justru berupaya merampingkan jumlah BUMN dan anak cucu perusahaan. Dia menargetkan akan mengurangi jumlah BUMN dari 41 menjadi 30 perusahaan saja. Sementara itu, target likuidasi atau pembubaran anak dan cucu perseroan negara mencapai 600 perusahaan.
"Karena itu kami berusaha, tidak bermaksud apa-apa. Kita sedang membuat roadmap 2024-2030, yang salah satunya mengonsolidasikan jumlah BUMN dari 41 ke 30. Dijadikan 30 pasti ada gonjang ganjing," tutur dia.
Dia mencatat, pembubaran dilakukan manakala anak dan cucu BUMN adalah perusahaan cangkang atau shell company. Tipe perusahaan seperti ini dipahami sebagai perusahaan yang bisnisnya tidak aktif, asetnya sangat sedikit, bahkan perusahaan yang hanya ada di atas kertas saja.
Erick mengaku membanjirnya shell company di BUMN lantaran didukung oleh aturan dari kementerian lainnya. Dia mencontohkan, bila ada BUMN yang melakukan perusahaan patungan atau bergabung dengan perusahaan lain, maka harus membuat shell company.
Keberadaan shell company, lanjut Erick, seyogyanya tidak diperlukan, lantaran lini bisnis yang digarap sama dengan anak dan cucu BUMN lainnya. Kerangka berpikir inilah yang membuat Erick mengambil langkah merger atau bahkan membubarkan.
Baca Juga
"Memang ini ada aturan dari kementerian lain selama ini kalau join sama perusahaan lain harus membuat shell company. Ini sebenarnya tidak perlu, dan itu akhirnya ngapain terlalu banyak shell company yang sebenarnya bisnisnya sama, nah itu seharusnya bisa dimerger kan," ucapnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda