Ekonomi Singapura Anjlok 3,8% di 2022, Simak Prospeknya di 2023
Selasa, 03 Januari 2023 - 11:21 WIB
SINGAPURA - Perekonomian Singapura tumbuh lebih cepat dari perkiraan tahun ini di tengah aktivitas yang lebih lambat di kuartal IV-2022. Pada 2023, risiko besar tekanan inflasi dan permintaan global membayangi.
Berdasarkan data awal Kementerian Perdagangan dan Industri setempat melaporkan ekonomi Singapura tumbuh 3,8%. Mengutip Reuters, penurunan tersebut cukup tajam dibandingkan tahun 2021 berhasil tumbuh 7,6%.
Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat 2,2% pada Oktober-Desember secara tahunan. Data pemerintah menunjukkan, hampir setengah dari pertumbuhan 4,2% terlihat pada kuartal III-2022. Adapun delapan ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan 2,1%.
"Sangat memprihatinkan bahwa ada sedikit penurunan kuartal ke kuartal. Ini menunjukkan dampak perlambatan global pada sektor layanan berorientasi eksternal bahwa pertumbuhan lebih lanjut dari level saat ini akan lebih sulit dicapai tahun 2023," kata Analis MUFG, Jeff Ng.
Menurut dia, PDB tumbuh 0,2% pada basis penyesuaian musiman kuartal ke kuartal pada Oktober-Desember. Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong mengatakan prospek global menjadi tantangan besar yang akan mempengaruhi perekonomian negara kota tersebut. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan berada di angka 0,5% hingga 2,5% tahun ini.
Inflasi
Singapura telah melihat tanda-tandatekanan harga meredadalam beberapa bulan terakhir, tetapi inflasi masih tetap tinggi sekitar 5%. Pajak penjualan negara naik menjadi 8% dari 7% sejak 1 Januari tahun ini karena pemerintah membutuhkan lebih banyak pendapatan untuk membiayai peningkatan pengeluaran perawatan kesehatan bagi penduduk lanjut usia. Pajak penjualan akan dinaikkan lebih lanjut menjadi 9% mulai tahun 2024.
Pemerintah Singapura telah berjanji untuk memberikan hampir 3 juta warga Singapura setidaknya USS700 dalam pembayaran tunai selama 5 tahun sebagai bagian dari paket jaminan USS8 miliar untuk membantu mengatasi kenaikan harga.
Baca Juga: Preview Malaysia vs Singapura: Hidup-Mati Berebut Tiket Semifinal Piala AFF 2022
Capital Economics memperkirakan Otoritas Moneter Singapura tidak akan memperketat kebijakan moneter pada 2023. Adapun Bank Sentral Singapura telah memperketat kebijakan moneter berbasis valuta asing empat kali tahun lalu untuk melawan tekanan inflasi yang merajalela.
"Ke depan, kami pikir pertumbuhan kemungkinan akan semakin melemah. Ekspor kemungkinan akan turun lebih tingi. Seperti yang kami perkirakan, ekonomi global memasuki resesi di 2023. Tingkat suku bunga yang tinggi, tabungan rumah tangga yang menurun, dan inflasi yang tinggi cenderung menyeret permintaan domestik," ungkapnya.
Lihat Juga: Ikuti Webinar MNC Asset Bersama BRI Danareksa Sekuritas, Inovasi dan Peluang Baru: Update Produk Reksa Dana
Berdasarkan data awal Kementerian Perdagangan dan Industri setempat melaporkan ekonomi Singapura tumbuh 3,8%. Mengutip Reuters, penurunan tersebut cukup tajam dibandingkan tahun 2021 berhasil tumbuh 7,6%.
Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat 2,2% pada Oktober-Desember secara tahunan. Data pemerintah menunjukkan, hampir setengah dari pertumbuhan 4,2% terlihat pada kuartal III-2022. Adapun delapan ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan 2,1%.
"Sangat memprihatinkan bahwa ada sedikit penurunan kuartal ke kuartal. Ini menunjukkan dampak perlambatan global pada sektor layanan berorientasi eksternal bahwa pertumbuhan lebih lanjut dari level saat ini akan lebih sulit dicapai tahun 2023," kata Analis MUFG, Jeff Ng.
Menurut dia, PDB tumbuh 0,2% pada basis penyesuaian musiman kuartal ke kuartal pada Oktober-Desember. Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong mengatakan prospek global menjadi tantangan besar yang akan mempengaruhi perekonomian negara kota tersebut. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan berada di angka 0,5% hingga 2,5% tahun ini.
Inflasi
Singapura telah melihat tanda-tandatekanan harga meredadalam beberapa bulan terakhir, tetapi inflasi masih tetap tinggi sekitar 5%. Pajak penjualan negara naik menjadi 8% dari 7% sejak 1 Januari tahun ini karena pemerintah membutuhkan lebih banyak pendapatan untuk membiayai peningkatan pengeluaran perawatan kesehatan bagi penduduk lanjut usia. Pajak penjualan akan dinaikkan lebih lanjut menjadi 9% mulai tahun 2024.
Pemerintah Singapura telah berjanji untuk memberikan hampir 3 juta warga Singapura setidaknya USS700 dalam pembayaran tunai selama 5 tahun sebagai bagian dari paket jaminan USS8 miliar untuk membantu mengatasi kenaikan harga.
Baca Juga: Preview Malaysia vs Singapura: Hidup-Mati Berebut Tiket Semifinal Piala AFF 2022
Capital Economics memperkirakan Otoritas Moneter Singapura tidak akan memperketat kebijakan moneter pada 2023. Adapun Bank Sentral Singapura telah memperketat kebijakan moneter berbasis valuta asing empat kali tahun lalu untuk melawan tekanan inflasi yang merajalela.
"Ke depan, kami pikir pertumbuhan kemungkinan akan semakin melemah. Ekspor kemungkinan akan turun lebih tingi. Seperti yang kami perkirakan, ekonomi global memasuki resesi di 2023. Tingkat suku bunga yang tinggi, tabungan rumah tangga yang menurun, dan inflasi yang tinggi cenderung menyeret permintaan domestik," ungkapnya.
Lihat Juga: Ikuti Webinar MNC Asset Bersama BRI Danareksa Sekuritas, Inovasi dan Peluang Baru: Update Produk Reksa Dana
(nng)
tulis komentar anda