Pede Ekonomi RI Tumbuh 5,3% di 2022, Ini Pegangan Sri Mulyani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sinyal perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa hal ini terlihat dari konsumsi rumah tangga yang tetap terlihat kuat, disertai level inflasi yang memang lebih rendah dari yang diperkirakan pada saat terjadinya kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak).
Adapun berlanjutnya kinerja positif ekonomi Indonesia dicerminkan pada beberapa indikator dini sampai dengan Desember 2022. Baca Juga: Ramalkan Perlambatan Ekonomi Global, Sri Mulyani: Ada Risiko Resesi di AS dan Eropa
"Beberapa indikator positif dan masih kuat misal Indeks Keyakinan Konsumen(IKK) dan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang juga memberikan sinyal kuat dan optimis," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Sementara itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur masih berada pada tren ekspansi pada level 50,9. Kinerja neraca perdagangan juga mencatatkan surplus dengan total surplus pada tahun 2022 sebesar USD 54,46 miliar.
"Ini adalah nilai surplus tertinggi sepanjang sejarah Indonesia," ungkap Sri yang pernah menjabat sebagai Direktur Bank Dunia.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pihaknya memperkirakan pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi RI akan mencapai kisaran 5,2-5,3%. Ke depan, pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2023 diperkirakan akan tetap kuat sejalan dengan penghapusan kebijakan PPKM dan meningkatnya aliran masuk penanaman modal asing (PMA) serta berlanjutnya penyelesaian berbagai PSN (Proyek Strategis Nasional).
"Meskipun pertumbuhan tahun 2023 diperkirakan sedikit melambat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global, ini terutama dibandingkan 2022," tambah Sri Mulyani.
Sambungnya Inflasi pun menurun lebih cepat dari yang diperkirakan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akhir 2022 adalah sebesar 5,51% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan 2021.
"Ini jauh lebih rendah dari perkiraan estimasi sesudah pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM subsidi pada September 2022 lalu. Inflasi inti maish rendah di akhir 2022 yaitu sebesar 3,36% yoy, ini lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia (BI), dimana tadinya diperkirakan 4,61% yoy," jelas Sri.
Dia juga mengatakan, bahwa penurunan inflasi IHK dan inflasi inti adalah hasil dari kerja bersama dan koordinasi erat antara pemerintah dan BI melalui respons kebijakan moneter BI yang frontloaded, pre-emptive, dan forward looking.
"Dari pemerintah dilakukan langkah-langkah menangani gejolak harga pangan melalui GNPIP. Ke depan, inflasi diperkirakan di kisaran 3±1% di semester I 2023 dan inflasi IHK akan kembali ke kisaran 3±1% di semester II 2023," bebernya.
Adapun berlanjutnya kinerja positif ekonomi Indonesia dicerminkan pada beberapa indikator dini sampai dengan Desember 2022. Baca Juga: Ramalkan Perlambatan Ekonomi Global, Sri Mulyani: Ada Risiko Resesi di AS dan Eropa
"Beberapa indikator positif dan masih kuat misal Indeks Keyakinan Konsumen(IKK) dan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang juga memberikan sinyal kuat dan optimis," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Sementara itu, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur masih berada pada tren ekspansi pada level 50,9. Kinerja neraca perdagangan juga mencatatkan surplus dengan total surplus pada tahun 2022 sebesar USD 54,46 miliar.
"Ini adalah nilai surplus tertinggi sepanjang sejarah Indonesia," ungkap Sri yang pernah menjabat sebagai Direktur Bank Dunia.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pihaknya memperkirakan pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi RI akan mencapai kisaran 5,2-5,3%. Ke depan, pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2023 diperkirakan akan tetap kuat sejalan dengan penghapusan kebijakan PPKM dan meningkatnya aliran masuk penanaman modal asing (PMA) serta berlanjutnya penyelesaian berbagai PSN (Proyek Strategis Nasional).
"Meskipun pertumbuhan tahun 2023 diperkirakan sedikit melambat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global, ini terutama dibandingkan 2022," tambah Sri Mulyani.
Sambungnya Inflasi pun menurun lebih cepat dari yang diperkirakan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akhir 2022 adalah sebesar 5,51% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan 2021.
"Ini jauh lebih rendah dari perkiraan estimasi sesudah pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM subsidi pada September 2022 lalu. Inflasi inti maish rendah di akhir 2022 yaitu sebesar 3,36% yoy, ini lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia (BI), dimana tadinya diperkirakan 4,61% yoy," jelas Sri.
Dia juga mengatakan, bahwa penurunan inflasi IHK dan inflasi inti adalah hasil dari kerja bersama dan koordinasi erat antara pemerintah dan BI melalui respons kebijakan moneter BI yang frontloaded, pre-emptive, dan forward looking.
"Dari pemerintah dilakukan langkah-langkah menangani gejolak harga pangan melalui GNPIP. Ke depan, inflasi diperkirakan di kisaran 3±1% di semester I 2023 dan inflasi IHK akan kembali ke kisaran 3±1% di semester II 2023," bebernya.
(akr)