Prediksi BI: Kredit Baru Diperkirakan Tumbuh di Kuartal III/2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan penyaluran kredit baru diperkirakan akan tumbuh di Kuartal III/2020 dibandingkan pada kuartal sebelumnya. Hal ini tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) perkiraan permintaan kredit baru pada Kuartal III/2020 sebesar 50,4%, lebih tinggi dibandingkan -33,9% pada kuartal sebelumnya meskipun lebih rendah dibandingkan 68,3% pada kuartal yang sama tahun lalu.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, perkiraan pertumbuhan tersebut mengindikasikan perbaikan kinerja pembiayaan pada Kuartal III/2020 pasca penurunan signifikan pada kuartal II 2020. Hal tersebut seiring juga dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), meskipun relatif terbatas jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Prioritas utama responden dalam penyaluran kredit baru Kuartal III/2020 adalah kredit modal kerja, diikuti oleh kredit investasi, dan kredit konsumsi," ujar Onny di Jakarta Rabu, (15/7/2020).
Dia menjelaskan, jenis kredit konsumsi penyaluran kredit kepemilikan rumah atau apartemen masih menjadi prioritas utama kemudian diikuti penyaluran kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor. Adapun kebijakan penyaluran kredit Kuartal III/2020 diperkirakan lebih longgar. Sejalan dengan perkiraan meningkatnya pertumbuhan kredit baru, kebijakan penyaluran kredit pada Kuartal III/2020 diperkirakan lebih longgar, sebagaimana terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 3,9%, lebih rendah dibandingkan 34,4% pada kuartal sebelumnya.
Onny mengungkapkan, pelonggaran standar penyaluran kredit akan dilakukan pada seluruh jenis kredit. Aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar pada Kuartal III/2020 di antaranya yaitu plafon kredit, agunan, dan jangka waktu kredit. Di sisi lain, premi kredit berisiko dan perjanjian kredit diprediksi lebih ketat pada Kuartal III/2020.
Sementara itu, pertumbuhan kuartalan kredit baru pada kuartal II/2020 menurun dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari SBT permintaan kredit baru sebesar -33,9%, turun dari 23,7% pada kuartal sebelumnya, dan 78,3% pada Kuartal II/2019. Menurut Onny, penurunan pertumbuhan kredit baru terjadi pada seluruh jenis kredit, dengan penurunan terdalam pada jenis kredit investasi yang terindikasi dari penurunan SBT dari 15,1% pada kuartal sebelumnya menjadi -75,1%. Sementara pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja juga terindikasi mengalami penurunan, tercermin pada penurunan SBT masing-masing dari -7,6% dan 16,7%, menjadi -68,6% dan -19,5%.
Penurunan penyaluran kredit konsumsi terutama terjadi untuk jenis kartu kredit dan kredit kendaraan bermotor. Secara sektoral, penurunan SBT pertumbuhan kredit baru terjadi pada seluruh sektor, dengan penurunan terdalam terjadi pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Jasa Pendidikan, dan sektor Perikanan.
Dia menuturkan, rata-rata responden memperkirakan pertumbuhan kredit secara keseluruhan tahun 2020 sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan kredit 2019 sebesar 6,1% (yoy). "Responden menyampaikan bahwa prakiraan perlambatan kinerja penyaluran kredit tahun 2020 tersebut antara lain sebagai dampak dari pandemi COVID-19," katanya.
Sementara itu, pada kuartal III-2020, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan meningkat sebagaimana tercermin dari SBT pertumbuhan DPK sebesar 78,1%, lebih tinggi dibandingkan 44,0% pada kuartalan sebelumnya. Menurut Onny, meningkatnya pertumbuhan DPK diprediksi terjadi pada jenis instrumen giro dan deposito, terindikasi dari nilai SBT masing-masing sebesar 39,4% dan 64,8%, lebih tinggi dibandingkan 27,8% dan 41,6% pada kuartal sebelumnya.
Sedangkan pertumbuhan DPK pada instrumen tabungan tercatat melambat, terindikasi dari nilai SBT sebesar 60,9%, lebih rendah dibandingkan 85,7% pada kuartal sebelumnya. "Pertumbuhan DPK tahun 2020 diperkirakan meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari SBT perkiraan penghimpunan DPK tahun 2020 sebesar 87,3%, lebih tinggi dibandingkan 73,3% pada tahun sebelumnya," ujar Onny.
Perkiraan pertumbuhan DPK tersebut antara lain didorong oleh peningkatan fasilitas dan pelayanan bank kepada nasabah, serta sebagai dampak dari pandemi Covid-19. BI memandang, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati.
Ke depan, BI tetap menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif sejalan dengan bauran kebijakan yang telah diambil sebelumnya serta bauran kebijakan nasional, termasuk berbagai upaya untuk memitigasi risiko di sektor keuangan akibat penyebaran Covid-19.
Sementara itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira beranggapan, kredit baru yang akan meningkat di Kuartal III/2020 salah satu indikatornya adalah industri pengolahan yang mulai mengajukan kredit modal kerja untuk impor bahan baku dan mulai melakukan kenaikan kapasitas produksinya.
Hal ini terkonfirmasi dari impor bahan baku per Juni 2020 tumbuh 24% secara bulanan (mtm) dibandingkan Mei. "Biasanya jika industri mulai impor bahan baku akan terjadi kenaikan produksi dalam 3-5 bulan mendatang," ujar Bhima. Namun tentunya disektor lain seperti kredit investasi dan kredit konsumsi masih membutuhkan waktu untuk pulih. Bank juga masih seleksi ketat calon debitur yang memiliki prospek serta track record yang baik. "Ini yang jadi ganjalan penyaluran kredit. Namun sampai akhir tahun diperkirakan pertumbuhan kredit masih berada pada range 1-4%," katanya.
Adapun kenaikan DPK lebih disebabkan oleh perilaku saving dari kelas menengah atas untuk menghindari adanya kenaikan resiko serta kebutuhan darurat selama pandemi. "Selain itu adanya pembayaran gaji ke-13 juga sebagian akan disimpan oleh ASN," tandasnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, perkiraan pertumbuhan tersebut mengindikasikan perbaikan kinerja pembiayaan pada Kuartal III/2020 pasca penurunan signifikan pada kuartal II 2020. Hal tersebut seiring juga dengan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), meskipun relatif terbatas jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Prioritas utama responden dalam penyaluran kredit baru Kuartal III/2020 adalah kredit modal kerja, diikuti oleh kredit investasi, dan kredit konsumsi," ujar Onny di Jakarta Rabu, (15/7/2020).
Dia menjelaskan, jenis kredit konsumsi penyaluran kredit kepemilikan rumah atau apartemen masih menjadi prioritas utama kemudian diikuti penyaluran kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor. Adapun kebijakan penyaluran kredit Kuartal III/2020 diperkirakan lebih longgar. Sejalan dengan perkiraan meningkatnya pertumbuhan kredit baru, kebijakan penyaluran kredit pada Kuartal III/2020 diperkirakan lebih longgar, sebagaimana terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 3,9%, lebih rendah dibandingkan 34,4% pada kuartal sebelumnya.
Onny mengungkapkan, pelonggaran standar penyaluran kredit akan dilakukan pada seluruh jenis kredit. Aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar pada Kuartal III/2020 di antaranya yaitu plafon kredit, agunan, dan jangka waktu kredit. Di sisi lain, premi kredit berisiko dan perjanjian kredit diprediksi lebih ketat pada Kuartal III/2020.
Sementara itu, pertumbuhan kuartalan kredit baru pada kuartal II/2020 menurun dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari SBT permintaan kredit baru sebesar -33,9%, turun dari 23,7% pada kuartal sebelumnya, dan 78,3% pada Kuartal II/2019. Menurut Onny, penurunan pertumbuhan kredit baru terjadi pada seluruh jenis kredit, dengan penurunan terdalam pada jenis kredit investasi yang terindikasi dari penurunan SBT dari 15,1% pada kuartal sebelumnya menjadi -75,1%. Sementara pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja juga terindikasi mengalami penurunan, tercermin pada penurunan SBT masing-masing dari -7,6% dan 16,7%, menjadi -68,6% dan -19,5%.
Penurunan penyaluran kredit konsumsi terutama terjadi untuk jenis kartu kredit dan kredit kendaraan bermotor. Secara sektoral, penurunan SBT pertumbuhan kredit baru terjadi pada seluruh sektor, dengan penurunan terdalam terjadi pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Jasa Pendidikan, dan sektor Perikanan.
Dia menuturkan, rata-rata responden memperkirakan pertumbuhan kredit secara keseluruhan tahun 2020 sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan kredit 2019 sebesar 6,1% (yoy). "Responden menyampaikan bahwa prakiraan perlambatan kinerja penyaluran kredit tahun 2020 tersebut antara lain sebagai dampak dari pandemi COVID-19," katanya.
Sementara itu, pada kuartal III-2020, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan meningkat sebagaimana tercermin dari SBT pertumbuhan DPK sebesar 78,1%, lebih tinggi dibandingkan 44,0% pada kuartalan sebelumnya. Menurut Onny, meningkatnya pertumbuhan DPK diprediksi terjadi pada jenis instrumen giro dan deposito, terindikasi dari nilai SBT masing-masing sebesar 39,4% dan 64,8%, lebih tinggi dibandingkan 27,8% dan 41,6% pada kuartal sebelumnya.
Sedangkan pertumbuhan DPK pada instrumen tabungan tercatat melambat, terindikasi dari nilai SBT sebesar 60,9%, lebih rendah dibandingkan 85,7% pada kuartal sebelumnya. "Pertumbuhan DPK tahun 2020 diperkirakan meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari SBT perkiraan penghimpunan DPK tahun 2020 sebesar 87,3%, lebih tinggi dibandingkan 73,3% pada tahun sebelumnya," ujar Onny.
Perkiraan pertumbuhan DPK tersebut antara lain didorong oleh peningkatan fasilitas dan pelayanan bank kepada nasabah, serta sebagai dampak dari pandemi Covid-19. BI memandang, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati.
Ke depan, BI tetap menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif sejalan dengan bauran kebijakan yang telah diambil sebelumnya serta bauran kebijakan nasional, termasuk berbagai upaya untuk memitigasi risiko di sektor keuangan akibat penyebaran Covid-19.
Sementara itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira beranggapan, kredit baru yang akan meningkat di Kuartal III/2020 salah satu indikatornya adalah industri pengolahan yang mulai mengajukan kredit modal kerja untuk impor bahan baku dan mulai melakukan kenaikan kapasitas produksinya.
Hal ini terkonfirmasi dari impor bahan baku per Juni 2020 tumbuh 24% secara bulanan (mtm) dibandingkan Mei. "Biasanya jika industri mulai impor bahan baku akan terjadi kenaikan produksi dalam 3-5 bulan mendatang," ujar Bhima. Namun tentunya disektor lain seperti kredit investasi dan kredit konsumsi masih membutuhkan waktu untuk pulih. Bank juga masih seleksi ketat calon debitur yang memiliki prospek serta track record yang baik. "Ini yang jadi ganjalan penyaluran kredit. Namun sampai akhir tahun diperkirakan pertumbuhan kredit masih berada pada range 1-4%," katanya.
Adapun kenaikan DPK lebih disebabkan oleh perilaku saving dari kelas menengah atas untuk menghindari adanya kenaikan resiko serta kebutuhan darurat selama pandemi. "Selain itu adanya pembayaran gaji ke-13 juga sebagian akan disimpan oleh ASN," tandasnya.
(nng)